Permainan Tradisional Mewarnai Peringatan 20 Tahun AMAN dan HIMAS
11 Agustus 2019 Berita Lasron P. SinuratJakarta (11/9/2019), www.aman.or.id - Sejumlah anak-anak dari berbagai sekolah adat turut serta memeriahkan perayaan HIMAS dan peringatan 20 tahun AMAN. Dalam perayaan ini, mereka memainkan permainan tradisional yang berasal dari komunitasnya, seperti sekolah adat Kampoeng Batara, sekolah adat Tonussa Hatalepu, sekolah adat Inang Na Uli Basa, sekolah adat Samabue, sekolah adat Bowonglangit, sekolah adat Punan Semeriot, sekolah adat Bayan, sekolah adat Bayan.
Permainan tradisional ini merupakan cermin kekayaan masyarakat adat di Indonesia. Widi dari sekolah adat Kampoeng Batara mengatakan bahwa permainan tradisional tidak seperti permainan yang biasa kita lihat saat ini. Permainan tradisional, lanjutnya, mempunyai makna tersendiri dan berfungsi sebagai alat untuk membangun kepercayan diri sekaligus media menyatukan anak-anak.
“Dalam permainan tradisional, kita tidak mengutamakan kemenangan. Tetapi, bagaimana tim yang terdapat dalam permainan tersebut dapat menjalankan irama permainan dengan kerja sama yang baik,” katanya.
Widi menjelaskan mengenai permainan egrang bambu dengan Dhar-Dhar. Dhar-Dhar berasal dari bahasa Madura, yang bertujuan untuk lebih membangun keseimbangan badan, fikiran, dan mental. Selain itu, permainan ini melatih kesabaran dalam menjaga keseimbangan selama latihan. “Permainan tradisional dapat meningkatkan kecerdasan anak, karena sebelum bermain, anak-anak harus memikirkan cara untuk menyelesaikan permainan tersebut,” tambahnya.
Senada dengan pernyataan itu, Juita Manurung, dari sekolah adat Inang Na Uli Basa menyatakan bahwa permainan tradisional adalah cara untuk mengikat persaudaraan di antara anak-anak. “Dengan bermain permainan tradisional, anak-anak bisa semakin dekat dan semakin kompak,” katanya.
Juita menjelaskan salah satu permainan tradisional dari Tanah Batak adalah Lappedang. Permainan ini dimainkan oleh tiga orang anak. Ketiga anak tersebut harus bergandengan tangan saling berhadapan. Kemudian, salah satu pemain mengaitkan kakinya di atas gandengan tangan dan menyatukan kaki dua pemain lainnya sehingga saling berkaitan dan bersatu. “Permainan ini mengajarkan anak-anak untuk terus saling bekerja sama,” tambahnya.
Marolop Manalu, selaku koordinator acara mengatakan bahwa permainan yang dibawakan oleh anak-anak sekolah adat ini merupakan kekayaan keberagaman masyarakat adat di Nusantara. Oleh karenanya, permainan ini penting untuk dilestarikan dan juga dikenalkan kemnali bagi generasi muda. “Permainan ini adalah bagian dari pengetahuan yang diwariskan oleh leluhur kita,” tegasnya.
Permainan tradisional yang akan ditampilkan dalam perayaan ini adalah antara lain: Ning ning se, Gemgem tanaq garu, Lappedang, Bulan Bintang, Dhar dhar pereng, Dhar dhar batok, Benteng, Asen-asen, Pang’ka gasing, Basilat, A’denda, A’bangnga, Pebak Haeng, Pelumpa’ Nyupit, Semprak, Selentik, Turngup-turngup, Margala, Pu’ karupu’an, Pos katapos, Enggo basambunyi, Bom bom, Porlos, Lipong Fi’at, Panca ben, Cimpluk, dan Anak kayu.
Lasron P. Sinurat