Jakarta (14/8/2019), www.aman.or.id - Dalam peringatan 20 Tahun AMAN dan Hari Internasional Masyarakat Adat (HIMAS) 2019, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan Weaving Ties (ALDEA Foundation - Ekuador) menyelenggarakan sebuah workshop bertema Jaringan Komunikasi Masyarakat Adat dan Teknologi Terkini, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 10-11 Agustus 2019.

Kegiatan ini berupaya untuk mempelajari teknologi yang sedang berkembang sebagai alat untuk mengkampanyekan persoalan-persoalan masyarakat adat yang ada di seluruh Indonesia. Selain itu, juga untuk membangun sebuah jaringan bersama secara internasional melalui video dan film.

[caption id="attachment_44394" align="alignnone" width="1024"] Peserta workshop diskusi pada sesi "sungai" / Dok: BPAN[/caption]

“Acara ini akan menjadi bagian dari perjuangan masyarakat adat di Nusantara,” kata Jakob Siringoringo, selaku koordinator workshop.

Jakob mengatakan bahwa saat ini masyarakat adat membutuhkan cara lain untuk menyampaikan aspirasinya ke publik. Dalam workshop ini, kita akan mempelajari cara-cara pembuatan dan mengedit film, video, dan foto. Untuk proses ini, Kalfein Wuisan dari Smartphone Movement berbagi banyak pengalaman selama workshop; begitu pun Priscila dari Midia India.

“Dimasa kini, teknologi harus kita manfaatkan sebaik-baiknya. Kita menggunakan sosial media, seperti facebook dan lain-lain yang bisa dijangkau seluruh dunia,” tegasnya.

[caption id="attachment_44393" align="alignnone" width="1024"] Solidaritas pemuda adat internasioal / Dok: BPAN[/caption]

Di sisi lain, masyarakat adat yang ada disejumlah komunitas AMAN belum sepenuhnya dapat membaca berita-berita. Akses masyarakat adat untuk membaca berita juga masih terjangkau, khususnya isu-isu masyarakat adat. Sebagaimana dijelaskan Arman Seli, peserta pelatihan dari komunitas adat Salenanggolo, Sulawesi Tengah, kehadiran media visual seperti film dan video menjadi bagian penting untuk memberi pendidikan politik dan penyadaran terhadap masyarakat adat.

Arman mengaku mendapatkan banyak hal-hal baru mengenai pembuatan dan pengeditan film, video, foto, hingga poster. Kegiatan ini sangat penting untuk gerakan masyarakat adat. “Video dapat menjadi alat penyadaran baru bagi masyarakat adat dan sebagai alat untuk kampanye nasional juga internasional,” katanya.

Lanjutnya, pelatihan ini membuka semacam jaringan internasional dari AMAN dan masyarakat adat dari Amerika Latin. Kegiatan ini sarat dengan nilai-nilai positif karena akan membantu komunikasi kita. “Saya akan membuat video mengenai masyarakat adat di sekolah adat. Saya berharap kita terus berkoordinasi membangun aliansi bersama mengkampanyekan isu-isu masyarakat adat,” tambahnya.

[caption id="attachment_44395" align="alignnone" width="1024"] Foto bersama sesi terakhir workshop / Dok: BPAN[/caption]

Peserta workshop terdiri dari sembilan pemuda/i adat yang memiliki komitmen dan kegelisahan dalam kampungnya masing-masing. Mereka adalah Serlin Mobalen dari Sorong, Papua Barat, Supriyadi Sudirman dari Maluku Utara, Aldi Egeten dan Meliza Mamangkey dari Sulawesi Utara, Engkos Kosasih dari Kasepuhan Karang - Banten, Arman Seli dari Sulteng, Suher dari Talang Mamak - Riau, Edward Siregar dari Tano Batak, dan Engga Z Sangian dari Bengkulu. Workshop juga diikuti pemuda/i adat dari Amerika Latin: Priscila Tapajoara dari Midia India - Brazil, Andres Tapia dari Lanceros Digitales - Ekuador, dan Nansedalia Ramirez Dominguez dari Meksiko.

Lasron P. Sinurat

Writer : Lasron P. Sinurat | Jakarta