Rukka Sombolinggi: Hak Masyarakat Adat untuk Menentukan Nasib Sendiri Dilindungi oleh Konstitusi dan Deklarasi PBB
11 Agustus 2023 Siaran PersDi Kete’ Kesu’, Toraja Utara, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) atau International Day of the World's Indigenous Peoples 2023. Kampung Adat Kete’ Kesu’, situs budaya yang telah diakui sebagai cagar budaya warisan dunia oleh UNESCO itu menjadi pusat perayaan HIMAS yang diselenggarakan mulai dari 6 hingga 9 Agustus 2023.
“Lahirnya Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia tidak terjadi begitu saja, semua karena pendahulu kita yang berjuang,” ujar Rukka Sombolinggi Sekjen AMAN dalam pidato pembukaan HIMAS 2023.
Pada tahun ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil tema Indigenous Youth as Agents of Change for Self-determination atau Pemuda Adat Sebagai Agen Perubahan bagi Masyarakat Adat untuk Menentukan Nasib Sendiri. Hak untuk menentukan nasib sendiri telah dijamin oleh konstitusi dan dilindungi oleh berbagai perangkat hukum internasional yang berlaku secara universal, termasuk Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat.
Pada peringatan HIMAS, AMAN ingin menegaskan dan memperkuat peran pemuda adat untuk menentukan nasib Masyarakat Adat di hari ini dan di masa depan. “Saya ingin mendedikasikan HIMAS tahun ini dengan pesan khusus bahwa masa depan kita, bangsa Indonesia, Masyarakat Adat ada di tangan generasi muda,” sambungnya.
Namun demikian, Rukka juga mengkritisi perlakuan negara terhadap Masayrakat Adat hari ini, yang menurutnya tidak mencerminkan tema HIMAS 2023 tentang “hak untuk menentukan nasib sendiri”. Hal ini terjadi karena pengakuan atas hak kolektif Masyarakat Adat masih terhenti di konstitusi dan belum menjadi Undang-Undang Masyarakat Adat.
“Sudah sepuluh tahun lebih kita perjuangkan, tapi belum ada hingga hari ini. Kita terus menyerukan kepada DPR dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat,” ungkapnya.
Dalam catatan AMAN sepanjang lima tahun terakhir, terdapat 301 kasus perampasan wilayah adat yang mencangkup luas lahan sebesar 8,5 juta Ha. Dari kasus perampasan wilayah adat tersebut, setidaknya 672 Masyarakat Adat dikriminalisasi karena mempertahankan haknya atas wilayah adat. Kondisi ini dapat terjadi karena tidak adanya perlindungan bagi Masyarakat Adat untuk menentukan nasib sendiri.
“Yang akan terjadi adalah pembangunan yang akan mengorbankan Masyarakat Adat karena tidak adanya kepastian hukum atas keberadaan Masyarakat Adat sebagai subjek hukum dan hak-hak kita sebagai Masyarakat Adat,” tegasnya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Bupati Toraja Utara Frederik Viktor Palimbong dalam sambutannya di pembukaan HIMAS 2023, mengatakan Masyarakat Adat adalah tonggak peradaban Nusantara. Menurutnya, tanpa Masyarakat Adat tak akan ada bangsa Toraya, bangsa Indonesia, dan Negara Republik Indonesia. Sehingga Masyarakat Adat wajib untuk diakui dan dilindungi hak-haknya agar dapat berkontribusi dalam pembangunan.
“Di Toraja Utara, komitmen untuk melindungi, menghormati dan memajukan hak Masyarakat Adat, telah kami tunjukkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengakuan dan Perlindungan hak Masyarakat Adat,” ungkapnya.
Sementara itu, menurut Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Toraja Aldio Parante, tema peringatan HIMAS 2023 dirasa revelan dengan kondisi yang dialami oleh Masyarakat Adat di Nusantara sekarang ini. Menurutnya, pemuda adat punya peran penting untuk menjaga dan mengelola wilayah adat. “Pemuda adat harus menjadi garda terdepan untuk menjaga dan mengelola wilayah adat,” katanya.
Salah satu bentuk konkrit dari upaya menjaga dan mengelola wilayah adat adalah gerakan pulang kampung yang diinisiasi oleh para pemuda adat. Dengan terjaganya wilayah adat, Aldio merasa pemuda tak perlu pergi ke kota untuk mencari pekerjaan karena kampung menyediakan lahan untuk memberikan kehidupan, lapangan pekerjaan itu ada di kampung.
“Tanah dan alam itu bukan untuk tambang atau sawit. Wilayah adat yang kita kelola secara mandiri itu juga bisa memberikan kehidupan. Bisa tanam padi, cabai, dll,” pungkasnya.
Dikesempatan yang sama, Wakil Bupati Toraja Utara dalam sambutannya, mengatakan Masyarakat Adat adalah tonggak peradaban Nusantara, tanpa Masyarakat Adat tak akan ada bangsa Toraya, bangsa Indonesia dan Negara Republik Indonesia. Yang wajib untuk diakui dan dilindungi hak-haknya agar dapat berkontribusi dalam pembangunan.
“Di Toraja Utara, komitmen untuk melindungi, menghormati dan memajukan hak Masyarakat Adat, telah kami tunjukkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengakuan dan Perlindungan hak Masyarakat Adat.” ungkap Wakil Bupati Toraja Utara, Frederik Viktor Palimbong.
Perayaan HIMAS di Toraja
Perayaan HIMAS 2023 dimulai dengan kunjungan ke situs-situs bersejarah di Toraja pada tanggal 6 Agustus 2023. Sa'dan To'barana yang merupakan kampung sentra tenun Toraja sekaligus asal muasal kain tenun Toraja. Dan dilanjutkan dengan kunjungan ke Kalimbuang Bori, tempat pelaksanaan upacara adat yang terdapat 102 Simbuang (batu menhir) yang berdiri tegak sebagai penanda dari setiap upacara pemakaman yang diadakan di area upacara adat (rante).
Rangkaian acara di hari berikutnya pada 7 Agustus 2023 adalah diskusi tentang living law (hukum adat) pasca-diberlakukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Diskusi yang dipandu oleh Direktur Advokasi AMAN Muhammad Arman, menghadirkan narasumber Hakim Yustisial Mahkamah Agung (MA) D.Y Witanto, Koordinator PPMAN Region Sulawesi Mohammad Maulana, Rais laode dari HuMA, dan Layuk Sarungallo tetua adat di Kete Kesu.
Pada 8 Agustus 2023, digelar bincang pemuda adat yang dimodaratori oleh Aldio Parante ketua BPAN Toraya yang mendiskusikan tentang gerakan pulang kampung dan sekolah adat.
Sementara pada puncak acara, pada 9 Agustus 2023, acara dimulai dengan kirab budaya, pidato pembukaan oleh Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi dan sambutan oleh Bupati Toraja Utara Yohanis Bassang. Setelah itu, berbagai rangkaian acara kebudayaan ditampilkan di panggung budaya.
Sejarah HIMAS
Pada tanggal 23 Desember 1994, Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan dalam resolusi 49/214 bahwa Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia atau International Day of the World’s Indigenous Peoples akan dirayakan setiap tahun pada tanggal 9 Agustus. Tanggal tersebut dipilih untuk menandai hari pertemuan pertama Working Group on Indigenous Populations (Kelompok Kerja tentang Populasi Adat) PBB pada tahun 1982.
Kemudian, pada tanggal 13 September 2007, PBB mengesahkan United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples atau suatu Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP). Peristiwa ini merupakan tonggak bersejarah bagi Masyarakat Adat dalam memperjuangkan hak-haknya.
Deklarasi ini pun menegaskan hak-hak kolektif Masyarakat Adat untuk menentukan hak atas tanah, wilayah dan sumber daya, hak atas budaya dan kekayaan intelektual, juga hak untuk menentukan model pembangunan yang sesuai dan diinginkan oleh Masyarakat Adat.
PDF dan Contac Person unduh disini