AMAN: Satgas dan UU Masyarakat Adat Mendesak
10 April 2016
[caption id="attachment_6587" align="alignnone" width="632"] Penyerahan Peta Sebaran Wilayah Adat di Indonesia dari Ketua BRWA, Kasmita Widodo, kepada pemerintah. Luas kawasan adat yang telah terpetakan adalah 7,4 juta hektar yang tersebar di 665 komunitas adat di seluruh Indonesia. Foto: Wahyu Chandra[/caption] Hampir dua tahun pemerintahan Joko Widodo�Jusuf Kalla, banyak perubahan dirasakan, namun janji Nawacita perlindungan hak-hak masyarakat adat belum terwujud. Satgas Masyarakat Adat sampai UU Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA), belum ada. Konflik lahan, kriminalisasi masyarakat adat terus terjadi. Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, masyarakat adat menagih janji Presiden karena dalam Nawacita ada poin-poin khusus masyarakat adat. �Ada dua tuntutan mendesak pemerintah melahirkan UU PPHMA dan bentuk Satgas Masyarakat Adat,� katanya dalam diskusi peringatan 17 tahun AMAN di Jakarta, Kamis pekan lalu. Hadir juga pembicara antara lain Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG) Myrna Safitri, dan Kepala Pusat Pengembangan Sisten Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM Pocut Eliza. Juga, Lili Romli, Staf Ahli Menteri Pembangunan Desa Tertinggal Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM, serta Junaedi Ibnu Jerta, Ketua DPRD Bekasi. Dia mengatakan, tugas Satgas Masyarakat Adat adalah mempersiapkan berbagai kebijakan dan kelembagaan berkaitan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak-hak masyarakat adat. �Banyak sekali masalah dialami masyarakat adat akibat 70 tahun lebih pengabaian hak-hak konstisional seperti pemiskinan, pembunuhan, konflik, kriminalisasi, pemusnahan bahasa, krisis identitas, dan kualitas lingkungan hidup menurun. Ini berdampak kesehatan masyarakat adat makin mem buruk di pelosok nusantara,� katanya. Dia membenarkan, ada UU menegaskan keberadaan masyarakat adat dan program-program pembangunan pemerintah mulai memperhatikan dan mengakomodasi partisipasi warga adat. �Perubahan parsial dan sektoral ini belum mampu memulihkan hak-hak konstitusional masyarakat adat sesuai harapan. Masyarakat adat membutuhkan komitmen dan kepemimpinan Presiden, baik kepala negara maupun kepala pemerintahan.� Abdon meminta, seluruh masyarakat adat tetap berjuang melanjutkan proses legislasi guna memastikan peraturan daerah soal masyarakat adat lahir. Juga, memetakan dan menyiapkan rencana tata ruang wilayah adat, plangisasi hutan adat sesuai semangat MK35, serta memperkuat proses-proses pengambilan keputusan melalui musyawarah adat. Myrna Safitri, menyatakan komitmen menguatkan peran masyarakat adat dalam program restorasi gambut. �BRG sedang mengumpulkan data untuk menyiapkan program-program tepat dalam restorasi gambut. Data Badan Registrasi Wilayah Adat, sekitar 600.000 hektar wilayah adat di lahan gambut. Data ini, katanya, membantu mengidentifikasi kondisi sosial masyarakat, perangkat infrastruktur fisik dan sosial masyarakat. Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM, menyatakan, konflik agraria terjadi tak berkesudahan sedemikian tersebar begitu sistematis hingga mendorong Komnas HAM melakukan Inkuiri Nasional. Dari hasil inkuiri, katanya, Komnas HAM memberikan rekomendasi penyelesaian masalah kepada sejumlah pihak terkait, antara lain DPR segera mengesahkan RUU PPHMA, Presiden segera membentuk lembaga independen berupa Satgas Masyarakat Adat. Untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa melibatkan masyarakat adat aktif dan transparan dalam perencanaan dan pengelolaan hutan. [caption id="attachment_6590" align="alignnone" width="632"] Pertunjukan drama teatrikal Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) yang menggambarkan situasi masyarakat adat saat ini yang masih terus berada dalam tekanan pemerintah dan perusahaan. Perampasan wilayah adat dan pengusiran masih terus berlanjut. Foto: Wahyu Chandra[/caption] Penyerahan peta Pada kesempatan sama dilakukan penyerahan Peta Sebaran Wiayah Adat di Indonesia yang terdaftar di Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) kepada pemerintah, antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan Badan Restorasi Gambut. Kasmita Widodo, Direktur BRWA, mengatakan, hingga kini kawasan hutan yang terdaftar di BRWA mencapai 7,4 juta hektar mencakup 665 peta komunitas. Menurut Kasmita, BRWA hadir karena hingga saat ini belum ada tempat untuk mendaftarkan wlayah adat. �Saya berharap BRWA segera bubar, berarti lembaga pemerintah yang bertanggungjawab terhadap peta kawasan masyarakat adat telah ada,� ujarnya. Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal KLHK, menyambut baik peta yang diserahkan BRWA. Dari diskusi ini, KLHK telah mendapatkan masukan. �Kita akan menindaklanjuti ini. �Kita sudah menerima peta sebagai bahan dasar kebijakan percepatan penyelesaian HUT AMAN Puncak perayaan HKMAN juga di Jakarta, Kamis (17/3/16), diisi beragam pertunjukan seni, pemutaran film, pameran produk masyarakat adat dan sajian kuliner lokal. Di tengah kasus menimpa masyarakat adat, Abdon meminta masyarakat mengendepankan jalan damai. �Kita sepakat seluruh proses pemulihan hak-hak masyarakat adat secara damai. Jangan lakukan tindakan-tindakan yang bisa menimbulkan masalah besar, di tengah membaiknya hubungan kita dengan negara. Kalaupun nanti janji-janji itu palsu, tunggu perintah. Jangan lakukan sendiri-sendiri.� Dalam kesempatan ini, Andon kembali menegaskan dukungan kepada pemerintahan Jokowi-JK dalam kacamata kritis. �Kita tidak mendukung buta toh? Kita juga memaklumi kesulitan Presiden, mereka tidak berdri di ruang hampa. Jadi kita bersabar. Sama-sama memantau dan tidak melakukan tindakan destruktif.� [caption id="attachment_6591" align="alignnone" width="632"] Abdon Nababan, Sekjen AMAN, menagih kembali janji Nawacita Jokowi � JK terhadap masyarakat adat berupa pengesahan UU Masyarakat adat serta pembentukan Satuan Tugas Masyarakat Adat.Foto: Wahyu Chandra[/caption]
Sumber : aman-satgas-dan-uu-masyarakat-adat-mendesak