[caption id="attachment_559" align="alignnone" width="600"] Lokasi penampungan batu bara di PLTU Rum[/caption] TIDORE� Dampak debu batu bara yang keluar dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)� Rum�� dirasakan�� warga sekitar PLTU Rum. Termasuk para siswa dan guru di SD Negeri Balibunga Kelurahan Rum Balibunga Tidore Utara. Dampak debu batubara ini� siswa� dan guru mengalami gangguan pernapasan.� Bahkan lantai sekolah� dipenuhi debu batubara sejak PLTU beroperasi. Untuk menghindari serangan debu batu bara, pihak sekolah menutup ventilasi sekolah dengan kertas. �Bukan hanya siswa/siswi� yang batuk dan beringus. Guru-guru juga merasakan sesak napas, maupun batuk-batuk,� kata Hawa Hamisi salah satu guru� SD Negeri Balibunga Sabtu (4/2) akhir pekan kemarin. Tak hanya itu, bunyi mesin PLTU juga� cukup mengganggu aktifitas belajar mengajar di sekolah. Atas kondisi itu, saat Musrenbang Kelurahan Rum Balibunga pihak sekolah sudah mengajukan ke pihak kelurahan agar sekolah mereka segera direlokasi. Pihak�� sekolah juga meminta disediakan masker, karena dampak�� batubara� sudah mengganggu aktifitas belajar mengajar. Apalagi� kata� Hawa, debu yang paling parah bertebaran di sekolah ketika sedang dilakukan pembongkaran dari kapal ke areal halaman PLTU.� �Kita sudah usulkan dalam acara Musrenbang,�ujar Hawa. Sebelumnya,� sejak pembangunan PLTU ada kesepakatan pemerintah kota Tikep dengan pihak PLTU, dimana pemerintah menyediakan lahan untuk relokasi sekolah� sedangkan pihak PLTU membangun sekolah. Namun sejauh ini baru lahan yang� disediakan pemerintah di RT 03 kelurahan Rum Balibunga. Sementara�� pembangunannya belum dilakukan pihak PLTU. Pihak PLTU dikonfirmasi Malut Post di kantornya Senin (6/2)� enggan memberikan keterangan.� Malut Post sendiri sudah�� tiga kali mengkonfirmasi ke pihak PLTU,� namun mereka enggan memberikan� penjelasan.� Fajar salah satu manajer di PLTU� mengatakan, yang berkewenangan� adalah atasanya namun atasannya belum bisa ditemui. �Kalau soal relokasi itu mungkin� ditanyakan� ke PLN Wilayah Maluku, Maluku Utara,� kesepakatan itu pemegang proyek pembangunan yang bersepakat dengan masyarakat,� ungkap Fajar. Dampak debu� tak hanya dirasakan sekolah,� masyarakat� di sekitar PLTU� termasuk kantor kelurahan Rum Balibunga juga merasakan dampaknya. Kepala Kelurahan Rum Balibunga Ridwan Kura dikonfirmasi di ruang kerjanya, mengemukakan� sekitar sebulan� lalu�� DLH kota Tikep turun melakukan penelitian mengenai dampak debu itu. Hasil� penelitian itu membuat warga heran, bahwa tak ada dampak�� polusi debu batu bara. �Saat itu hasil penilitian� katanya dari Ake Sahu sampai Rum Balibunga� udaranya normal. Walaupun hasilnya tak ada polusi, tapi faktanya sejak PLTU beroperasi, debu masuk di rumah bahkan warga sesak napas,� ungkapnya. Dia mengungkap penelitian� tim DLH Tikep itu, hanya satu hari. Pihaknya, berencana bersama tokoh masyarakat bertemu DLH, terkait dampak�� debu batu bara ini. Menurutnya, dalam penelitian� udara normal, tetapi faktanya warga� terganggu pernapasan. Ketua komisi I DPRD Kota Tikep Abd. Haris Ahmad� mengungkapkan�� sejak masa pemerintahan mantan wali kota Achmad Mahifa, ada kesepakatan antara pihak PLTU dan Pemerintah, dimana PLTU bersedia merelokasi SD Rum Balibunga. �Karena itu kita tidak mau tahu perusahaan harus penuhi janjinya� merelokasi SD tersebut,� tandasnya. Pihaknya juga mendesak BLH agar menyeriusi persoalan polusi udara akibat batu bara.� (far/ici) Sumber:�http://portal.malutpost.co.id/en/daerah/tidore-kepulauan/item/25265-debu-batu-bara-ancam-warga Sumber : debu-batu-bara-ancam-warga