Koalisi Hutan Adat Kalimantan Barat menggelar Focus Group Discussion (FGD) Percepatan Pengakuan Hutan Adat di Kalimantan. [caption id="attachment_261" align="alignleft" width="300"] Koalisi Hutan Adat Kalimantan Barat menggelar Focus Group Discussion (FGD) Percepatan Pengakuan Hutan Adat di Kalimantan di Ruang Talino Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), Jalan Budi Utomk Pontianak, Jumat (6/10/2017).[/caption] Kegiatan ini mengangkat tema "Urgensi Percepatan Pengakuan Hutan Adat (PPHA) di Kalimantan Barat" yang dilaksanakan di Ruang Talino Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), Jalan Budi Utomo Pontianak, Jumat (6/10/2017). Presiden Jokowi Widodo menyebutkan bahwa pemerintah sedang menjalankan redistribusi tanah untuk masyarakat dan sudah memberikan 707.000 hektar kawasan hutan kepada masyarakat adat untuk dikelola secara produktif. Luasan hutan adat tersebut belum jelas di wilayah masyarakat hukum adat mana saja yang telah diakui pemerintah. "Dalam konteks itulah, urgensi pengakuan hutan adat, khususnya di Kalimantan Barat perlu dipercepat," kata Ketua BPH AMAN Kalbar, S Masiun. Upaya mendorong percepatan pengakuan hutan adat di berbagai daerah di tanah air belakangan ini terus bergulir dan semakin gencar sejak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35 tahun 2012 yang menegaskan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah adat dan bukan lagi hutan negara. Amanah konstitusi tersebut menjadi angin segar bagi masyarakat adat dalam mewujudkan kedaulatan atas hutan adatnya. Kelangsungan hidup masyarakat adat sangat tergantung pada tanah, hutan dan sumber daya alam sehingga bagi masyarakat adat Iban, misalnya, hutan diungkapkan sebagai �Darah dan Nafas Kita�. Mereka memiliki sistem penguasaan dan pengelolaan hutan yang lestari sebagai bagian dari wilayah kehidupan mereka. Oleh karena itu, hutan tidak saja menjadi sumber kehidupan mereka, tetapi juga sumber identitas budaya masyarakat adat. "De facto ikatan mereka dengan tanah, hutan dan lahan terancam. Dengan kata lain, kepastian hak-hak mereka atas hutan dan sumber daya alam terancam," bebernya. Tak bisa dipungkiri, bahwa hal ini merupakan akibat dari masifnya ekspansi investasi berbasis hutan dan lahan yang masuk ke wilayah masyarakat adat. Di sinilah urgensi peran Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dalam memberikan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat sebagai subjek hukum melalui Peraturan Daerah (PERDA) maupun Surat Keputusan (SK) Kepala Daerah untuk menetapkan menetapkan hak-hak Masyarakat Adat atas wilayah (hutan) adat. Untuk itu, Koalisi Hutan Adat Kalimantan Barat merasa perlu melaksanakan focus group discussion(FGD) tentang urgensi percepatan penetapan hutan adat di Kalimantan Barat, bukan hanya Negara hadir bagi masyarakat adat, atau sekadar memastikan status kepemilikan Masyarakat Adat atas wilayah (hutan) adatnya. "Tetapi lebih dari itu adalah dalam rangka peningkatan pemerataan ekonomi Masyarakat Adat," ungkapnya. Kegiatan ini bertujuan melakukan diskusi terfokus tentang percepatan pengakuan hutan adat di Kalimantan Barat. Mendiskusikan Roadmap percepatan pengakuan hutan adat di Kalimantan Barat. Dengan hasil yang diharapkan terkonsolidasikannya gagasan dan strategi percepatan pengakuan hutan adat di Kalimantan Barat. Serta adanya Roadmap percepatan pengakuan hutan adat di Kalimantan Barat versi masyarakat sipil. Hadir dalam diskusi perwakilan AMAN Kalbar, PPK, LBBT, SAMPAN, ELPAGAR, WALHI Kalbar, Institut Dayakologi, Lanting Borneo, Akdemisi dan HuMA. Sumber : focus-group-discussion-fgd-bahas-percepatan-pengakuan-hutan-adat-di-kalimantan-barat