Kelola SDA, Masyarakat Adat Fritu Menata Ruang Wilayah
06 September 2016
[caption id="attachment_1936" align="alignleft" width="400"] Diskusi Tata Ruang Fritu[/caption] Weda 1/9/2016 - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara menyelenggarakan pelatihan tata ruang Wilayah Adat Fritu Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah. AMAN menggandeng �Jaringan KerjaPemetaan Partisipatif (JKPP) diwakili Rahmat Sulaiman. Rabu, 31/8/ 2016. Kepada masyarakat adat Fritu Sekretaris Desa Hion Hago mengingatkan, �sudah ada peta wilayah adat, hanya saja belum adat tata ruang wilayah adatnya, � jadi kita akan melakukan tata ruang wilayah adat Fritu bersama dengan AMAN dan JKPP karena kegiatan ini menyangkut sumberdaya alam yang ada di wilayah Adat kita,� katannya. Lanjutnya� kita patut menjaga Sumber Daya Alam (SDA) yang ada lewat pelatihan ini terutama hasil hutan berupa pala, cengke, kelapa, agatis, gaharu dan damar� Hal senada juga disampaikan Ketua AMAN Daerah Arkipus Kore. Peta yang �dibuat atas kerjasama dengan AMAN sudah selesai hanya saja belum ada perencanaan tata ruang. ��Kegiatan ini� bertujuan membuat tata ruang wilayah adat kita. Peta wilayah adat kita sudah masuk dalam draf perda masyarakat adat bersama dengan peta wilayah adat banemo. Jadi, tata ruang wilayah adat sangat penting untuk mengetahui hasil-hasil alam yang kita miliki saat ini,� tambahnya. Arkipus Kore melanjutkan Hutan Adat Fritu sebagian besar sudah dikuasai orang luar. Misalnya perusahan asing, ada PT. Harum Resort, PT. Darma Rosadi, PT. BPN yang itu sudah masuk di wilayah adat kita,� ucap Arkipus yang besar di Desa Fritu. Dalam sambutannya Ketua AMAN Wilayah Maluku Utara, Munadi Kilkoda mengatakan bahwa Pemerintah Daerah Halmahera Tengah juga punya tata ruang wilayah yang disebut RTRW kabupaten dan itu sudah dibagi. Misalnya bagian selatan untuk sektor pertanian dan perkebunan, Weda dibagun sebagai pusat kota. Sedangkan tengah, utara dan timur di bangun sektor pertambangan sebaliknya Pulau Gebe dijadikan sektor pariwisata �perikanan dan kelautan. �Dalam kegiatan ini ada tiga tahap yang akan kita lakukan. Pertama membuat tata ruang wilayah adat. Ke dua AMAN bersama masyarakat adat dan pemerintah desa membuat peraturan desa (perdes). Ke tiga perencanaan dan pengembangan tata ruang,� jelasnya. Munadi juga menjelaskan tata ruang dan Perdes. Karena tujuan dari perdes ini adalah sebagai subjek hukum masyarakat adat. �Jadi kalau sudah ada Perdes, orang luar masuk wilayah adat tanpa pemberitahuan ke masyarakat adat, maka wajib masyarakat adat menghalanginnya,� tamba Munadi di sela-selah kegiatan. Lewat sesi pelatihan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) Rahmat mengatakan, JKPP adalah salah satu jaringan yang bermitra dengan AMAN dalam tata ruang wilayah adat. �Kalau pemerintah membuat tata ruang itu dari atas maka melihat Desa Fritu ini sebagai hutan yang lebat. Pemerintah melihat cuma dari atas suatu kawasan maka penetapan kawasan hutan pun salah sasaran. Misalnya dalam penetapan hutan pemerintah hanya melihat dari atas sehingga hutan itu akan ditetapkan sebagai hutan produksi atau hutan lindung. Tapi pada kenyataannya semua yang ditetapkan itu salah sasaran,� ucapnya. �Penetapan kawasan dan tata ruang desa harus berdasarkan kawasan, contohnya di belakan kampung ini ada lahan perkebunan masyarakat. Maka kita harus berfikir jangka panjang untuk anak cucu. Tata ruang desa juga harus berdasarkan kearifan lokal, karena tujuan dari tata ruang wilayah itu sebagai petunjuk orang dari luar,� tambah Rahmat. Masyarakat juga harus menjaga kawasan hutan resapan misalnya, hutan yang ada sungai. Tata kelola hutan mesti melihat layak atau tidaknya daerah resapan air itu dibuka. Contohnya ada beberapa daerah di Jawa hutan yang dilarang. �Karena itu ada hutan yang dipercayai sebagai tempat ritual maka hutan tutupan itu tidak bisa dikelola oleh siapa pun,� papar Munadi ***ADI
Sumber : kelola-sda-masyarakat-adat-fritu-menata-ruang-wilayah