[caption id="attachment_86" align="alignnone" width="3110"]Refkesi akhir tahun PD AMAN Using bersama perwakilan komunitas adat di Banyuwangi, Minggu (18.12.2016) di Desa Kemiren Refkesi akhir tahun PD AMAN Using bersama perwakilan komunitas adat di Banyuwangi, Minggu (18.12.2016) di Desa Kemiren[/caption] Banyuwangi 18/12/2016 � Di penghujung tahun 2016 Pengurus Daerah AMAN Using (PD. AMAN Using) Banyuwangi menggelar refleksi akhir tahun pada Minggu (18/12/2016) di Sekretariat PD AMAN Using, Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh anggota PD. AMAN Using, Perempuan AMAN Banyuwangi, dan kader-kader muda yang dalam waktu dekat membentuk Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Banyuwangi. Selain pihak internal, hadir juga Fasilitator Dana Desa dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi. Acara tersebut diawali dengan tradisi pembacaan lontar Yusuf dan tumpeng serakat dengan sajian pecel pitik menambah rasa kebersamaan antar para pejuang adat dan para stakeholders yang hadir dalam acara tersebut. Dalam sambutanya, Ketua Dewan AMAN Daerah Banyuwangi, Purwadi, menyoroti pergeseran budaya dan seni tradisional banyuwangi yang dinilai mulai melenceng. Salah satunya adalah kostum tari gandrung yang sudah mulai berubah. Diawali dengan pemakaian kaus stocking penutup lengan yang seolah-olah merupakan pakaian wajib digunakan oleh penari gandrung dalam tiga tahun terakhir. Dalam kesempatan lain juga ditemukan penari gandrung menggunakan rok atau dikenal sebagai �tapih� yang tidak semestinya. Rok gandrung tidak lagi lurus mengikuti lekuk tubuh, tetapi berbentuk melebar, dan beberapa atribut gandrung lain seperti omprog atau penutup kepala yang terkadang sudah mulai berubah. �Perubahan-perubahan pada kostum gandrung ini menjadi ancaman, ketika kesenian gandrung dinilai dengan kacamata agama. Pakaialah kacamata seni ketika melihat kesenian, pakaialah sudut pandang agama ketika hal tersebut berhubungan dengan kegiatan agama, ada ruangnya sendiri-sendiri,� tegas tokoh adat Kemiren yang sering dipanggil Kang Pur ini. Dalam hal ini Purwadi menegaskan bahwa saat ini kostum tari gandrung dipandang oleh beberapa pihak sebagai pengumbar aurat. �Kesenian juga punya etika yang memiliki nilai kesopanan,� lanjut Kang Pur. Dirinya memprediksi kostum dan gerakan tari gandrung akan berubah, jika masyarakat membiarkan hal ini terjadi. Bagi masyarakat luar Banyuwangi, perubahan ini menjadi sesuatu yang dapat membingungkan mereka. �Lebih baik membuat tari kreasi baru, daripada merusak tarian yang sudah ada,� tambah Kang Pur. Pihaknya meyakini jika banyak kreasi baru muncul, pencipta tari kreasi dan desainer kostum tari di Banyuwangi akan semakin kreatif dan tentunya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Menurutnya langkah tersebut jauh lebih baik, daripada merusak tarian gandrung yang notabenya sudah melekat dengan sejarah budaya dan ikon Banyuwangi. Selain itu, Purwadi menyoroti ancaman lain yakni pengerusakan lingkungan. Dalam hal ini Purwadi menyerukan kepada masyarakat adat untuk segera mengambil tindakan, meskipun lokasi tersebut diluar wilayah komuntas adat Using, contohnya eksploitasi tambang emas Tumpang Pitu dan tambang batu dibeberapa titik di Banyuwangi. Hal tersebut juga dibenarkan salah satu pemerhati kebudayaan, Suhalik. Menurut dia, ancaman sebuah tradisi yakni ketika tradisi tersebut terus mengikuti pasar. Beruntung, lanjut dia, Banyuwangi mempunyai tradisi yang kuat, karena mempunyai akar yang kuat. Sehingga tradisi Banyuwangi akan sulit dihilangkan, meskipun ancaman tradisi tersebut terus membayangi masyarakat adat Banyuwangi. Oleh karena itu, Suhalik menilai lebih baik Pemerintah Daerah Banyuwangi mensejahterakan masyarakat melalui pelestarian budaya daripada mengeksploitasi sumber daya alam. �Ketika sumber daya habis, budaya itu gak ada habisnya,� katanya. Pria yang berprofesi menjadi guru ini juga membahas pentingnya masyarakat adat mempertahankan keaslian sebuah kegiatan adat tradisi dari campur tangan pemerintah yang terkadang sudah terlalu masuk diluar ranahnya. �Pemerintah itu hanya fasilitator, jangan mencampuri tradisi masyarakat, karena tradisi milik masyarakat� ujar Suhalik. Selanjutnya, Choliqul Ridho selaku Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi mengaku mendukung, terbuka, dan terus menunggu penggalian data mengenai masyarakat adat di Banyuwangi yang sampai saat ini masih terus dilakukan PD. AMAN Using. Dirinya mengaku juga telah berkomunikasi dengan pihak Perum Perhutani yang telah bersedia membantu pengakuan wilayah adat, jika ada tanah adat yang bersinggungan dengan tanah Perum Perhutani. �Ini sebuah kesempatan masyarakat untuk pengakuan wilayah adat,� kata Ridho. Dirinya juga terbuka atas saran masyarakat adat kepada pemerintah daerah terkait dengan adat dan tradisi. Fasilitator Dana Desa dari Kementrian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang diwakili Budiyanto Ekosisila, menekankan pihak desa untuk tidak hanya mengalokasikan dana pembangunan sarana dan prasarana, namun desa juga harus mengalokasikan anggaran dana untuk non prasarana, salah satunya yakni kegiatan adat. Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan amanat Presiden Jokowi kepada pemerintah desa untuk mewajibkan alokasi dana desa untuk pembangunan non fisik. �Kami akan selalu berkomunikasi bersama Askab (Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi), untuk mendorong desa agar mempunyai alokasi dana untuk kegiatan adat,� sahut Budi. Selanjutnya, Dewan Nasional Perempuan AMAN, Mamik Yuniantri, mendorong semua perempuan adat ikut berperan aktif bersama Perempuan AMAN Banyuwangi. Agar perempuan adat terus eksis dan diakui perannya yang sebenarnya sangat vital bagi komunitas adat. Dia juga berharap kedepan perempuan adat di Banyuwangi bisa bekerja sama dengan desa setempat untuk kegiatan pemberdayaan perempuan. Sehingga mereka bisa lebih aktif, kreatif, dan sejahtera. Begitu juga dengan salah satu kader muda AMAN, Kezia Fitriani, berpesan kepada perwakilan komunitas adat Using untuk terus mengerahkan pemuda menjadi generasi baru dalam melestarikan budaya dan tradisi. Dirinya juga mensosialisasikan pengukuhan BPAN Banyuwangi yang rencananya digelar pada bulan Januari mendatang. Sementara itu, menurut Agus Hermawan selaku Ketua PD. AMAN Using Banyuwangi, berbagai ancaman masyarakat adat dapat dilawan diantaranya dengan terus mengawal dan memperjuangkan disahkanya Ranperda Perlindungan Budaya dan Adat Istiadat yang saat ini masih dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuwangi. Baginya, Ranperda tersebut dapat menjadi senjata jika ancaman masyarakat adat muncul dari pihak luar. �Pencapaian kami selama setahun ini adalah terbentuknya Ranperda Pelestarian Budaya dan Adat Istiadat Banyungi. Kita harus berjuang melalui Ranperda Perlindungan Budaya dan Adat Istiadat ini, sehingga diharapkan seluruh budaya, adat, dan tradisi nantinya bisa terlindungi dari ancaman tersebut. Selain itu, PD AMAN Using juga menambah jaringan komunitas-komunitas adat di Banyuwangi. � ujar Agus. Agus berharap pada tahun 2017 semua komunitas Using dapat bergabung AMAN. Terlebih pada tahun 2016 ini anggota komunitas Using yang telah bergabung sudah bertambah menjadi 16 komunitas, dari awalnya hanya enam komunitas. Dibidang ekonomi dirinya berharap AMAN bisa menjadi fasilitator masyarakat adat dalam meningkatkan ekonomi mereka. �Semoga pada tahun 2017 kita semakin eksis, sehat, dan aktif,� harap Agus. ***Akbar Wiyana Sumber : refleksi-akhir-tahun-pd-aman-using