Setiap tanggal 10 Muharram, Masyarakat Adat Semende dari berbagai penjuru Nusantara berkumpul di kampung halaman untuk menghadiri ritual Pangku Paliare. Tahun ini, acara sacral ini jatuh pada 16 Juli 2024. Digelar dan dipimpin oleh Kuyin sebagai Malim (tetua adat).

"Ini cara kami mengaguk'i puyang awak," kata Kuyin (85), malim yang memimpin ritual Pangku Paliare. Mengaguk'i, yang berarti menghormati, menjadi inti dari ritual ini.

Selain berdoa, setiap keturunan Semende yang hadir diwajibkan membawa lemang sesuai jumlah anggota keluarganya. Bagi Masyarakat Adat Ulu Nasal, Pangku Paliare bukan sekadar acara seremonial tahunan. Ini adalah napas kehidupan yang menghubungkan mereka dengan leluhur dan alam sekitar.

Ansori, kepala desa Ulu Nasal, menekankan pentingnya ritual ini dalam menjaga keseimbangan dan keharmonisan desa. "Kami hidup berdampingan dengan alam. Melalui ritual ini, kami menunjukkan rasa syukur dan meminta perlindungan dari Empat Raja," ujar Ansori.

Ritual Pangku Paliare diawali dengan besebut, yaitu ratapan memanggil leluhur Empat Raja. Kuyin, dengan suaranya yang menggema, memanggil nama-nama yang telah menjaga tanah mereka selama berabad-abad.

"Ini cara kami berkomunikasi dengan leluhur, meminta mereka untuk melindungi kami dari segala bencana dan gangguan," jelas Kuyin.

Tahapan kedua adalah membaca Sahabat Empat untuk mengetahui Empat Raja yang menjaga tanah leluhur masyarakat adat Semende Ulu Nasal. Pembacaan ini untuk mengenang asal-usul leluhur dan hubungan mereka dengan alam. Malim dan Rabiah, dua tetua yang dihormati, memimpin pembacaan ini dengan penuh khidmat.

Selanjutnya, dilakukan pembacaan Bebue Panjang, yang memuat proses penciptaan alam semesta hingga hadirnya manusia. Pembacaan Bebue Panjang mengingatkan asal-usul serta jati diri manusia, baik kepada makhluk hidup maupun kepada Tuhan.

"Ini penting untuk mengingatkan kita semua dari mana asal kita dan bagaimana hubungan kita dengan alam," tambah Ansori.

antusias Masyarakat untuk mengambil Air Jampi Limau pada Ritual adat Pangku Paliare di Desa Muara Dua, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, Selasa (16/6/2024).

Terakhir, dilakukan proses jampi limau, di mana air jampi limau didoakan oleh Malim dan kemudian dibagikan kepada masyarakat yang hadir. Air ini diyakini membawa keberkahan dan keselamatan bagi yang menggunakannya.

Dalam ritual ini, berbagai simbol digunakan, seperti sirih pinang, kemenyan, bangle, kelapa, jeringau, beras ketan, dan ayam sebagai persembahan. Persembahan ini bertujuan untuk mengucap syukur dan harapan agar dijauhkan dari bencana spiritual. Simbol-simbol ini juga merupakan bentuk penghargaan dan penghormatan kepada Empat Raja serta mengundang kehadiran mereka dalam acara tersebut.

Selain persembahan kepada Empat Raja, ada juga tradisi membawa lemang. Setiap orang keturunan Masyarakat Adat wajib membawa satu batang lemang untuk dikumpulkan. "Dengan membawa lemang, kita mengingat kembali pentingnya kebersamaan dan saling mendukung dalam komunitas," ungkap Malim.

Pentingnya Pangku Paliare bagi Komunitas Adat

Bagi Masyarakat Adat Ulu Nasal, ritual Pangku Paliare adalah cara untuk menjaga keseimbangan alam dan spiritual mereka. Mereka percaya bahwa ritual ini menghubungkan mereka dengan leluhur yang telah memberikan keimanan dan kekayaan alam yang tiada habisnya.

"Jika ritual ini tidak dilaksanakan, kami percaya akan datang berbagai bala seperti hewan masuk ke pemukiman warga, adanya warga yang hanyut terbawa arus, dan bencana alam seperti banjir dan longsor," jelas Ansori.

Ritual adat Pangku Paliare sebagai suatu kearifan lokal dan bagian dari kebudayaan bangsa harus tetap dijaga keberadaannya demi keberlanjutan dan menjaga kelestarian lingkungan alam.

Tradisi Pangku Paliare menjadi semacam tali pengikat yang menghimpun nasab orang-orang Semende di mana pun mereka berada. Di Bengkulu, tradisi ini menjadi satu-satunya ritual yang rutin dirawat dan diselenggarakan oleh komunitas Masyarakat Adat Semende Ulu Nasal. Terletak di tepian sungai Ulu Nasal dan di bawah Bukit Tinggi Ari, acara ini selalu ramai dihadiri oleh warga setempat.

Salah satu momen yang paling dinanti adalah berebut air berisi jeruk dan rempah yang telah dirapalkan doa oleh para tetua kampung. Setiap warga yang hadir biasanya sudah menyiapkan alat untuk menampung air, mulai dari botol bekas, teko air minum, atau gelas.

"Untuk keberkahan dan keselamatan. Rempahnya juga bisa dibuat gelang anak bayi, untuk terhindar dari sakit panas tinggi " kata seorang ibu yang sedang menggendong bayinya.

Tradisi Pangku Paliare bukan sekadar ritual tahunan, melainkan juga sarana untuk memperkaya budaya lokal dengan nilai-nilai kebersamaan dan spiritualitas yang kuat. Dengan adanya tradisi ini, komunitas Semende berhasil menjaga warisan leluhur dan memastikan bahwa generasi mendatang tetap mengenal dan menghormati akar budaya mereka.