Oleh Seliani

Perhelatan Kongres Masyarakat Adat Nusantara Keenam (KMAN VI) di Wilayah Adat Tabi, Jayapura, Papua, sudah usai sebulan lalu. Hiruk-pikuk dan gemuruh suara gendang yang ditabuh, tentu tidak terdengar lagi. Pesta demokrasi Masyarakat Adat yang berlangsung sepekan itu menyisakan kenangan manis bagi semua peserta KMAN VI, tak terkecuali kontingen dari Kalimantan Timur.

Tulisan ini merekam perjalanan kontingen Kalimantan Timur, mulai dari persiapan hingga kepulangan dari KMAN VI Papua.  

Awalnya, kabar pelaksanaan KMAN VI di Papua disambut dengan baik dan gembira oleh seluruh pengurus AMAN di Kalimantan Timur, mulai dari Pengurus Wilayah (PW) AMAN Kalimantan Timur, Pengurus Daerah (PD) AMAN Kutai Barat, Pengurus Harian Daerah (PHD) PEREMPUAN AMAN Lou Bawe, hingga Masyarakat Adat serta kepala adat di masing-masing komunitas Masyarakat Adat anggota AMAN di Kalimantan Timur. Berbagai persiapan mereka lakukan, mulai dari penggalangan dana mandiri untuk berangkat ke Papua hingga mengumpulkan data peserta yang berangkat.

PD AMAN Kutai Barat membentuk tim panitia penggalangan dana yang bertugas membuat proposal kepada Pemerintah Daerah. Sementara itu, Masyarakat Adat di kampung-kampung membuat produk-produk khas daerahnya masing-masing untuk dibawa dan dipamerkan pada stand Nusantara pada KMAN VI Papua.

Awalnya, ada 47 peserta KMAN VI dari Kalimantan Timur yang menghadiri KMAN VI di Papua. Namun, sebelum berangkat, terdapat empat orang yang tidak jadi berangkat, baik karena sakit maupun urusan keluarga. Sehingga, tersisa 43 orang dari Kalimantan Timur yang berangkat ke KMAN VI. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 40 komunitas Masyarakat Adat yang terdiri dari PW dan PD, termasuk Dewan AMAN Wilayah (DAMANWIL) dan Dewan AMAN Daerah (DAMANDA); pengurus organisasi sayap (PEREMPUAN AMAN); sekolah adat; dan berbagai unsur Masyarakat Adat, termasuk perempuan adat dan pemuda adat.

Sambutan dari Masyarakat Adat di Papua. Sumber foto: Dokumentasi AMAN.

Tantangan Mengikuti KMAN VI

Kontingen KMAN VI Kalimantan Timur berangkat dari kampung masing-masing pada Jumat, 21 Oktober 2022. Mereka juga membawa batu dan tanah untuk dibawa ke KMAN VI Papua.

Sementara itu, peserta dari PEREMPUAN AMAN berangkat lebih dulu pada 17 Oktober 2022 untuk mengikuti workshop selama tiga hari di Hotel Horison Express (HorEx), Kabupaten Jayapura. Ada juga peserta yang berangkat pada 20 Oktober 2022. Sebagian dari mereka, ada yang berangkat menggunakan dana mandiri.

Rombongan pun bertemu di Bandara Internasional Sepinggan, Balikpapan pada 22 Oktober 2022 dan transit di Makassar pada malam harinya. Keesokan harinya, peserta tiba di Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura. Dari sana, peserta dijemput oleh tim panitia menuju tempat pendaftaran peserta. Begitu turun dari bus, rombongan dari Kalimantan Timur  langsung disambut oleh hujan lebat. Para peserta yang baru datang pun langsung berlari menuju tenda yang telah disiapkan, sampai-sampai ada beberapa peserta yang barang- barangnya tertinggal di dalam bus. Setelah dilaporkan kepada panitia dan menunggu cukup lama, barang-barang tersebut berhasil ditemukan.

Proses pendaftaran memakan waktu cukup panjang karena banyak peserta yang hadir dari berbagai daerah. Di meja pendaftaran, kami mengisi daftar hadir dan melakukan pemeriksaan kesehatan. Rasa lelah melanda jiwa dan raga setelah menempuh perjalanan yang jauh. Kami kurang tidur dan belum sarapan sejak tiba di Bandara Sentani. Ada juga beberapa teman yang mengalami mabuk perjalanan. Kami kemudian makan siang sambil menunggu hujan reda. Kontingen Kalimantan Timur kembali bergabung bersama rombongan, termasuk peserta yang berangkat lebih dulu dan peserta dari PEREMPUAN AMAN.

Setelah proses pendaftaran selesai, kami diantar naik bus menuju ke tempat penginapan  yang telah disiapkan oleh panitia. Di sepanjang perjalanan, kami disuguhkan pemandangan alam Papua yang mempesona. Menurut informasi dari panitia, kami menginap di sebuah rumah yang terletak di tepi Danau Sentani yang indah di Kampung Yakonde.

Bus yang kami tumpangi melaju membawa kami singgah di depan sebuah gereja. Di sana, ada pastori yang telah menyiapkan konsumsi untuk peserta KMAN VI. Namun, konsumsi di pastori hanya ada nasi yang tersisa tanpa lauk-pauk dan sayur. Kami maklum karena banyak peserta dari daerah lain yang sebelumnya telah datang dan juga dilayani di tempat ini.

Setibanya di tempat penginapan, kami membagi tempat sesuai keinginan masing-masing. Sebagian peserta menginap di rumah lantai dua, sebagian lagi di lantai satu. Di penginapan itu, tantangan kami berlanjut. Kamar mandi terletak di sebuah kamar yang terkunci. Satu-satunya pilihan adalah kamar mandi dengan kapasitas dua ruang yang berada sekitar 50 meter dari rumah tempat kami menginap. Selain itu, jika ingin mandi, bisa juga langsung menceburkan diri ke danau. Tetapi, itu pun terbatas karena tempatnya terbuka dan hanya beberapa titik saja yang dapat dilalui untuk turun ke danau.

Selain kamar mandi, di penginapan persediaan air minum juga terbatas. Dispenser di ruang tengah juga kosong, tidak ada airnya. Warung yang menjual keperluan sehari-hari tidak ada, hanya ada tiga rumah saja di sana. Jadi, untuk keperluan makan, kami hanya bisa berharap sepenuhnya dengan jatah makanan dari panitia. Untungnya, beberapa dari kami ada yang membawa bekal seadanya berupa roti kering dan kopi instan.

Sebelum tidur, kami berkonsolidasi untuk berkenalan dengan sesama peserta dari komunitas Masyarakat Adat lain serta menyatukan persepsi dan aspirasi untuk disampaikan di KMAN VI. Setelah konsolidasi, tiba saatnya untuk beristirahat melepas penat setelah perjalanan panjang yang kami lalui sejak kemarin. Kami menggelar tikar yang telah disiapkan oleh panitia dan tidur berjajar dari ruang tengah hingga ke dapur.

Rupanya, rombongan kami tidak ada yang nyenyak tidurnya. Mulai dari pukul 01.00 WIT, sudah banyak peserta yang bangun dan mengantre ke kamar mandi. Bayangkan saja, kamar mandi yang hanya berkapasitas dua ruang, digunakan oleh 43 orang. Kami pun mengantre dengan sabar hingga semua dapat giliran.

Setelah mandi, kami mengumpulkan air mineral yang kami miliki. Kemudian merebusnya di atas tungku menggunakan kayu bakar. Air yang kami rebus itu kemudian digunakan untuk menyeduh kopi.

Setelah semua selesai, kami berpakaian adat dan mempersiapkan diri untuk mengikuti acara pembukaan KMAN VI. Sambil menunggu bus yang menjemput, kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama.

Setibanya di lapangan, saat turun dari bus, kami kembali disambut oleh hujan deras seperti hari pertama kedatangan kami di Papua. Kami berlari kocar-kacir mencari tempat berteduh secepatnya hingga terpisah dari rombongan. Namun, ternyata bus yang membawa kami sudah berpindah dari tempat semula. Untung saja, ada bus lain yang dapat kami tumpangi untuk berteduh.

Akhirnya, hujan reda dan menyisakan gerimis. Kami turun dari bus dan mencari rombongan kontingen Kalimantan Timur yang tadi sempat terpencar-pencar. Setelah bergabung kembali bersama rombongan, peserta mendapatkan jatah konsumsi dari panitia. Kami sarapan sesempatnya di tengah lapangan dan berbagi dengan kawan-kawan yang belum mendapat sarapan, sementara acara segera dimulai.

Kami pun mengikuti Kirab Budaya yang dilanjutkan dengan acara pembukaan KMAN VI di Stadion Barnabas Youwe (SBY). Sore harinya, kami mengambil jatah makan malam sebelum kembali ke Kampung Yakonde. Perjalanan dari SBY menuju Kampung Yakonde memakan waktu hampir satu jam dengan bus. Setelah mandi dan makan malam, kami kembali berkumpul dan berkonsolidasi untuk memilih tema sarasehan yang sesuai dengan isu dan kebutuhan kami.

Keesokan harinya, kami dijemput kembali dan diantarkan menuju ke tempat sarasehan. Rombongan kami pun berpisah, ada yang ke Kampung Puthali, Hobong, dan ada yang tetap di Yakonde. Saya dan tiga orang teman dari Kalimantan Timur, memilih sarasehan yang di Kampung Dondai. Perjalanan ke Dondai ditempuh dengan bus hingga ke Dermaga Patay, kemudian naik speed boat menuju Dondai. Perjalanan kami lancar dan menyenangkan, apalagi di sepanjang perjalanan tampak pemandangan danau yang indah dengan dikelilingi pegunungan. Sungguh luar biasa!

Masyarakat Adat di Kampung Dondai menyambut dan menjamu kami dengan baik dan ramah. Ada tarian adat, makanan khas, dan kami sempat berbagi cerita mengenai adat istiadat serta budaya. Kami merasa seperti berada di rumah dan bertemu saudara sendiri.

Selama di Dondai, kami menginap di rumah seorang Pendeta. Di rumah ini, kebutuhan MCK  tidak susah dan tidak perlu mengantre lama. Namun, satu-satunya yang menjadi tantangan adalah cuaca yang panas dengan suhu 36-38 derajat Celsius. Keringat menetes tanpa henti di wajah dan badan. Sesekali angin kencang menerpa, namun panasnya masih terasa.

Selama mengikuti kegiatan sarasehan, panitia berulang kali mengingatkan peserta untuk minum air putih dalam jumlah banyak agar tidak mengalami dehidrasi. Betul saja, sore hari tenggorokan mulai terasa sakit seperti dicekik. Saya minum obat flu dan vitamin serta berusaha untuk minum air yang banyak. Keesokan harinya, sarasehan dilanjutkan dengan tema yang berbeda dan selesai lebih cepat karena ada acara ulang tahun PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia).

Kami dijemput kembali dan diantarkan menuju ke tempat menginap semula di Kampung Yakonde. Ada banyak peserta yang masih belum kembali dari tempat sarasehan. Keesokan harinya, kami kembali dijemput ke SBY untuk mengikuti sidang KMAN VI di hari pertama.

Siangnya, mulai banyak teman yang mengeluh tidak enak badan, termasuk saya. Umumnya, kami merasa demam. Saya kemudian pamit kepada rombongan untuk beristirahat di ruang panitia. Ternyata di ruang panitia, sudah ada teman yang juga sakit. Tidak lama kemudian, panitia datang bersama tim medis dan memeriksa kesehatan kami serta memberi obat. Malam harinya, kami menunggu di depan SBY untuk dijemput kembali dan diantar ke Kampung Yakonde. Salah satu teman yang sakit, sempat dirujuk ke rumah sakit daerah, bahkan ada peserta yang pingsan saat menunggu bus.

Keesokan harinya, kami kembali dijemput dengan bus. Atas usulan dari Ketua PW AMAN Kalimantan Timur, kami dipindahkan ke Wisma Atlet Paku Alom. Teman-teman yang masih sehat mengikuti Sidang Komisi di SBY, sedangkan yang sakit beristirahat. Total yang sakit, ada enam orang dengan keluhan demam, sakit kepala, batuk, dan sakit tenggorokan. Di hari terakhir (penutupan), kami tetap mengikuti sidang-sidang yang penuh dengan dinamika.

Sehari sebelum kepulangan, saya dan beberapa orang teman yang disponsori oleh PEREMPUAN AMAN, dijemput agar dapat beristirahat dan memulihkan kesehatan. Hingga saat kepulangan, kondisi kami masih belum stabil, namun hasil tes Covid-19 kami negatif. Perjalanan kami pulang pun lancar tanpa kendala. Namun, setibanya di komunitas Masyarakat Adat, banyak teman yang sakit, bahkan hingga sebulan pasca-KMAN VI, ada juga yang belum sembuh dengan keluhan demam, batuk, sakit tenggorokan, dan lain-lain.

Rombongan Kalimantan Timur dalam perjalanan dengan bus. Sumber foto: Dokumentasi AMAN.

Kesan dan Harapan

KMAN VI di Papua, sungguh luar biasa. Ada semangat dan antusiasme yang tinggi dari Masyarakat Adat untuk hadir, bahkan ada yang tak ragu mengeluarkan dana yang tidak sedikit jumlahnya demi bisa ikut dengan meninggalkan pekerjaan dan keluarga, menempuh jarak yang sangat jauh, dan rela untuk berjerih lelah demi menyatukan visi dan misi Masyarakat Adat. Meski ada perbedaan pendapat dan pandangan, namun akhirnya disatukan oleh visi yang sama.

Perjuangan kita masih panjang. Pekerjaan-pekerjaan besar sudah menanti. Kepada Sekretaris Jenderal AMAN terpilih, yaitu Rukka Sombolinggi, dan seluruh pengurus AMAN, kami Masyarkat Adat se-Nusantara, khususnya dari Kalimantan Timur, menggantungkan cita-cita dan harapan. Semoga Masyarakat Adat mendapatkan pengakuan dan perlakuan yang layak oleh negara. Kami juga berharap Masyarakat Adat dapat benar-benar menjadi masyarakat yang berdaulat, mandiri, dan bermartabat.

***

Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Timur