
Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub Laporkan Perusahaan Tambang Emas Terkait Perampasan Lahan
29 April 2025 Berita Dika SetiawanOleh Dika Setiawan
Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub melaporkan kasus dugaan perampasan lahan yang dilakukan perusahaan tambang emas PT Samudera Banten Jaya.
Perampasan lahan milik Masyarakat Adat yang berlokasi di kampung Kadu Kalahang, desa Warungbanten, Kabupaten Lebak ini dilaporkan karena telah menimbulkan konflik yang merugikan masyarakat.
PT Samudera Banten Jaya adalah sebuah perusahaan pertambangan emas yang beroperasi di wilayah Banten Kidul. Dalam beberapa waktu terakhir, perusahaan ini telah menjadi sorotan publik karena diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan di sungai Cidikit. Akibatnya, produksi perusahaan dihentikan sementara.
Saat ini, PT Samudera Banten Jaya kembali beroperasi lagi. Namun, beroperasinya kembali perusahaan ini justru menimbulkan konflik baru menyusul mencuatnya kasus dugaan perampasan lahan milik Masyarakat Adat di wilayah Kasepuhan Cicarucub.
Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub telah melaporkan kasus ini kepada Kepala Desa Warungbanten pada Selasa, 22 April 2025. Masyarakat Adat menuding PT Samudera Banten Jaya telah melakukan perampasan lahan milik Masyarakat Adat di kampung Kadu Kalahang Desa Warungbanten, Kabupaten Lebak – Banten.
Perusahaan melakukan pelebaran jalan diduga dengan cara mengambil lahan masyarakat untuk mempermudah aktivitas perusahaan. Masyarakat Adat mengalami kerugian materil akibat perampasan lahan tersebut.
Juhana, salah seorang Masyarakat Adat di kampung Kadu Kalahang yang ikut melaporkan PT Samudera Banten Jaya. Ia mengadukan tanah miliknya yang berada di dekat jalan menuju PT Samudera Banten Jaya sudah diambil tanpa izin. Tanah tersebut dikeruk oleh alat berat untuk pelebaran jalan menuju perusahaan.
Juhana mengatakan seharusnya perusahaan meminta izin lebih dulu kepada dirinya selaku pemilik lahan. Parahnya, sebut Juhana, pihak perusahaan sejauh ini belum mengambil tindakan apa pun atas komplain yang diajukannya kepada perusahaan yang telah merampas lahannya.
“Saya selaku pemilik lahan merasa bahwa hak-hak saya telah dirampas oleh perusahaan,” ucapnya dengan nada sedih.
Juhana mengaku bukan hanya dirinya yang menjadi korban perampasan lahan. Banyak Masyarakat Adat lainnya yang mengalami nasib sama seperti dirinya. Mereka menuntut PT Samudera Banten Jaya segera menghentikan kegiatan ilegal tersebut sembari memberikan kompensasi yang adil kepada masyarakat yang terdampak.
Juhana berharap pemerintah desa dan pihak berwenang dapat mengambil tindakan tegas atas permasalahan ini. Ia khawatir jika hal seperti ini dibiarkan, PT Samudera Banten Jaya akan melakukan hal yang sama di tempat lain karena merasa tidak mendapatkan teguran dari pihak berwenang.
“Saya minta pemerintah segera menindaklanjuti pengaduan kami ini. Kami bukan orang berpendidikan, tapi kami juga ingin mendapatkan keadilan atas hak-hak kami yang sudah di rampas,”pintanya sembari menambahkan selain merampas lahan, perusahaan PT Samudera Banten Jaya juga telah mengganggu ketenangan Masyarakat Adat di kampung Kadu Kalahang.
Alat berat PT Samudera Banten Jaya. Dokumentasi AMAN
Laporan Akan Ditindaklanjuti
Menanggapi pengaduan ini, Kepala Desa Warungbanten Rudianto yang akrab dipanggil Jaro Rudi mengatakan akan menindaklanjuti pengaduan Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub. Ia mengakui bahwa bukan pertama kali ini perusahaan PT Samudera Banten Jaya dilaporkan. Sebelumnya, perusahaan ini juga pernah dilaporkan warga karena diduga merampas lahan di area hutan yang jauh dari pemukiman.
“Saya akan menindaklanjuti kasus yang dilaporkan ini dan akan memfasilitasi serta mendampingi warga saya untuk menyelesaikan konflik dengan perusahaan,” ujarnya.
Rudianto menerangkan pengaduan masyarakat ini merupakan bentuk perlawanan yang muncul dari masyarakat, bukan dari pemerintah desa. Jika perlawanan ini munculnya dari pemerintah desa, akunya, kita akan dibenturkan dengan birokrasi yang ada sehingga bisa menyebabkan penghambatan pembangunan dan program-program desa. Beda halnya, jika perlawanan ini muncul dari masyarakat dengan landasan kasus perampasan lahan milik Masyarakat Adat.
“Itu kekuatannya akan lebih besar” pungkasnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Banten Kidul