Oleh Maruli Simanjuntak

Masyarakat Adat Tano Batak memprotes putusan Pengadilan Negeri Simalungun yang menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar kepada tetua adat Sorbatua Siallagan.

Putusan ini dinilai tidak adil karena dalam nota pembelaannya Sorbatua Siallagan membantah keras tuduhan atas pengerusakan dan penguasaan lahan di Huta Dolok Parmonangan. Sorbatua menegaskan lahan yang dikelolanya tersebut merupakan wilayah adat Ompu Umbak Siallagan.

“Sudah 11 generasi kami mengelola lahan adat warisan leluhur itu,” kata Sorbatua Siallagan usai pembacaan vonis hakim di Pengadilan Negeri Simalungun, Rabu (14/8/2024)

Sorbatua mengaku tidak terima dengan putusan majelis hakim Pengadilan Simalungun. Ia minta kuasa hukumnya untuk mengajukan banding.

Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) yang menjadi penasihat hukum Sorbatua juga menyatakan ketidakpuasan mereka atas putusan ini.

Boy Raja Marpaung, salah satu penasihat hukum, menegaskan bahwa Sorbatua Siallagan tidak bersalah karena wilayah yang dikelola adalah tanah adat, bukan hutan negara.

Dalam hal ini, Boy mengapresiasi sikap hakim Corry Laia yang mengambil keputusan dissenting opinion atau perbedaan pendapat atas vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim dalam persidangan. Corry menjadi satu-satunya majelis hakim yang tidak sependapat atas putusan Sorbatua Siallagan, sementara dua hakim lainnya setuju Sorbatua dihukum.

“Beliau (hakim Corry Laia) menilai Sorbatua Siallagan seharusnya dibebaskan, mengingat sengketa lahan ini adalah masalah administrasi yang harus diselesaikan terlebih dahulu,” ungkap Boy Raja menirukan ucapan Corry Laia di persidangan.

Nurleli Sihotang, penasihat hukum Sorbatua Siallagan lainnya menyatakan mereka akan berjuang terus untuk mendapatkan keadilan agar Sorbatua Siallagan dibebaskan dari segala jerat hukum.

“Perjuangan ini belum selesai,” katanya singkat.

Vonis Sorbatua Siallagan. Dokumentasi AMAN


Keluarga Lawan Putusan Hakim

Kekecewaan mendalam atas putusan majelis hakim juga diungkapkan oleh Jerni Elisa Siallagan, putri dari Sorbatua Siallagan. Ia menyatakan bahwa putusan majelis hakim merupakan bentuk kelalaian negara yang belum juga mengesahkan kebijakan untuk mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat.

"Ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap ayah saya. Kami sebagai keluarga akan terus melawan," tegasnya

Majelis hakim yang dipimpin Dessy Ginting menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Sorbatua Siallagan  dalam persidangan di Pengadilan Negeri Simalungun, Rabu (14/8/2024).

Selain itu, Sorbatua juga dihukum denda sebesar Rp 1 miliar dengan subsidair 6 bulan penjara.

Putusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Dessy Ginting di tengah aksi protes Masyarakat Adat di depan gedung pengadilan. Masyarakat Adat menggelar ritual sebagai bentuk kecewa. Mereka juga mengirim karangan bunga bertuliskan "Turut Berduka Cita atas Matinya Keadilan di Negara ini".

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Maruli Simanjuntak | Tano Batak Sumatera Utara
Tag : Tano Batak Kriminalisai Masyarakat Adat Sorbatua Siallagan