Oleh : Silviana Firnanda

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menggelar Musyawarah Besar Sekolah Adat Nusantara untuk memperkuat hak atas kekayaan intelektual yang dilaksanakan di Rumah Budaya Osing, Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Selasa 13 Agustus 2024.

Ratusan peserta perwakilan sekolah adat dari seluruh nusantara hadir dalam Musyawarah Besar Sekolah Adat Nusantara ini. Mereka menggelar beberapa lokakarya, diantaranya ada yang mengusung tema “Kekayaan Intelektual Masyarakat Adat”. Lokakarya ini dihadiri sekitar 80 orang peserta dalam rangka upaya memperkuat hak atas kekayaan intelektual Masyarakat Adat.

Ibrahim dari Dewan Pengawas PPMAN Region Sulawesi mengatakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Masyarakat Adat merupakan manifestasi dari hasil pikir kolektif yang berkontribusi pada kemajuan peradaban manusia, utamanya Masyarakat Adat.

Ibrahim mengibaratkan HKI ini seperti Hak Cipta atas karya ukiran-ukiran atau hak paten atas obat-obatan alami.

Selain itu, kekayaan intelektual adalah benda dengan beberapa bukti dan mengklaimnya dengan cara pencatatan atau sertifikasi kebudayaan.

“Apakah dikomersilkan? Tidak, melainkan perlunya hak moral dan hak ekonomi. Karena, setiap karya yang lahir dari diri pribadi atau komunitas harus diakui dan dilindungi,” jelasnya.

Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Syamsul Alam Agus mengatakan tantangan yang saat ini dihadapi oleh Masyarakat Adat  adalah belum adanya undang-undang secara khusus yang mengakui dan memberikan perlindungan kepada Masyarakat Adat. Sehingga, perlu juga membuat lembaga-lembaga baru yang kemudian berpotensi mereduksi keberadaan lembaga-lembaga adat yang asli.

Ketua Pengurus Harian Daerah AMAN Osing, Wiwin Indiarti menyampaikan pada era digitalisasi saat ini, mempermudah untuk mereproduksi suatu produk budaya dari komunitas adat tertentu.  Karena budaya merupakan jati diri suatu bangsa dan perlunya peran dari pemerintah dan Masyarakat Adat dalam melindungi Hak Kekayaan Intelektualnya.

“Ini penting supaya bisa memberikan masukan dan juga mengetahui apabila ada kebijakan yang sebenarnya tidak berpihak atau yang memiliki hak atas kekayaan intelektual tersebut,” paparnya.

Emmanuel Raja Damaitu, salah seorang peserta lokakarya mengatakan peran masyarakat dibutuhkan untuk tetap mempertahankan kekayaan yang ada agar dirawat dan dikembangkan melalui sekolah-sekolah adat. Kemudian, secara aktif meminta atau mendaftarkan terkait dengan kekayaan intelektual tersebut secara komunal.

Emmanuel menambahkan strategi berikutnya harus dilakukan adalah terkait dengan bagaimana tindakan penguatan kesadaran terhadap pengelolaan manfaat ekonominya.

“Disini mindset Masyarakat Adat yang saya temukan adalah salah satu yang menjadi faktor pentingnya,” ujarnya. 

Menurut Emmanuel, misi ini sangat mulia terkait dengan strategi perjuangannya untuk tetap menjaga yang namanya identitas budaya.

“Itu yang penting, makanya saya ingin belajar lagi,” pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Osing, Banyuwangi

Writer : Silviana Firnanda | Osing Banyuwangi
Tag : Masyarakat Adat HIMAS 2024 Osing Banyuwangi Kekayaan Intelektual