Masyarakat Adat Tano Batak Belajar Jurnalistik di Tepi Danau Toba
17 Desember 2021 Berita Apriadi GunawanOleh Apriadi Gunawan
Sebanyak 15 orang dari berbagai komunitas Masyarakat Adat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, mengikuti “Pelatihan Peningkatan Kapasitas Jurnalisme Masyatakat Adat” di lokasi wisata di Desa Tarabunga, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
Pelatihan yang berlangsung selama dua hari pada Senin (13/12/2021) dan Selasa (14/12/2021), terselenggara atas kerja sama AMAN dan Tempo Witness. Dini Pramita, salah seorang pelatih (trainer) dari Tempo Witness, menyatakan bahwa pelatihan itu bertujuan untuk membangun sistem komunikasi informasi. Dini mengatakan, seluruh peserta yang ikut pelatihan nantinya akan jadi agen informasi, karenanya kami pandang perlu dibekali dengan pengetahuan dan pedoman keamanan diri.
“Diharapkan agen informasi yang dibentuk melalui pelatihan ini, nantinya bisa memilah mana itu fakta, mana itu opini, mana itu data primer, mana itu data sekunder. Kapan kita harus pakai data sekunder dan bagaimana cara kita mengamankan diri atas informasi yang kita bagi,” kata Dini saat memberikan materi pelatihan yang berlangsung di Wisma Tarabunga, Kabupaten Toba Samosir pada Senin (13/12/2021).
Dini menjelaskan, ancaman terhadap kebebasan pers saat ini patut diwaspadai. Meski niat kita sebagai jurnalis baik untuk membagikan informasi, tapi kita dibayang-bayangi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ia mengungkapkan bahwa melalui pelatihan tersebut, kami akan membekali para peserta dengan kemampuan dan informasi agar terhindar dari hal. Ketika peserta mengirim informasi berupa fakta lewat Tempo Witness, itu sudah menjalankan apa yang kami maksud dengan “jurnalisme rakyat.”
“Tujuan kita membangun sistem komunikasi informasi (adalah) untuk membangun jurnalisme rakyat. Bukan jadi jurnalis profesional, tapi nanti jadi agen informasi yang menjalankan peran yang sangat besar dalam kehidupan warga,” ungkap Dini.
Maruli Simanjuntak, salah seorang peserta, mengaku bersyukur bisa ikut pelatihan jurnalistik itu. Maruli menyebut banyak hal yang diperolehnya selama dua hari mengikuti pelatihan jurnalistik. Meski tidak ditempa menjadi jurnalis profesional, Maruli mengaku bahwa dirinya senang karena setidaknya sudah mengetahui bagaimana cara membuat berita sesuai kaidah jurnalistik.
“Pelatihan ini sangat bermanfaat bagi kami, terutama saya yang sehari-hari berkecimpung dalam kegiatan komunitas Masyarakat Adat. Banyak hal yang bisa kita beritakan, terutama terkait perjuangan Masyarakat Adat,” kata Maruli yang baru-baru ini jadi korban pemukulan saat aksi menuntut penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) bersama Aliansi Gerak Tutup TPL di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta.
Samuel R. Purba dari Infokom AMAN Tano Batak, mengatakan bahwa seluruh peserta yang ikut pelatihan jurnalistik itu berasal dari komunitas Masyarakat Adat di Tano Batak. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda, seperti mahasiswa, aktivis, dan lainnya.
Samuel mengatakan bahwa pihaknya berharap melalui pelatihan itu, peserta yang umumnya masih muda-muda tersebut dapat lebih kritis dalam menulis berita yang ada di lingkungan sekitar masing-masing. Samuel menyatakan, fokus pemberitaan yang ingin ditulis oleh peserta, nantinya adalah soal tuntutan Masyarakat Adat yang menginginkan TPL ditutup. Selain itu, terkait aktivitas Masyarakat Adat di AMAN.
“Kami berharap pelatihan jurnalistik ini bisa melahirkan jurnalis yang handal, yang turut menjadi bagian dari perjuangan kami melawan TPL,” ujar Samuel.
Samuel menjelaskan bahwa pelatihan itu sengaja dilangsungkan di lokasi wisata Danau Toba agar para peserta tidak jenuh.
“Kami ingin memadukan konsep belajar sambil berwisata agar pesertanya tetap fresh (segar),” kata Samuel.
***