FPPWL Kecewa Atas Sikap Pemda Nagekeo
28 November 2020 Berita Simon WelanMasyarakat adat Rendu, Ndora dan Lambo yang tergabung dalam Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL) kembali kecewa atas sikap Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo, NTT yang mengabaikan ancaman atas keberlangsungan kehidupan mereka. Sikap Pemda tersebut terungkap jelas dalam pertemuan antara warga dengan Bupati Nagekeo, dr. Yohanes Don Bosco Do, M. Kes di Aula VIP Kantor Bupati Nagekeo (Senin, 23/11/2020). Dalam pertemuan tersebut Bupati Don Bosco kembali menegaskan bahwa pihaknya akan terus melanjutkan proses pembangunan Waduk, meskipun ada penolakan dari warga. Hendrikus Kota atau Hengky Kota, salah seorang tokoh adat Labolewa yang hadir dalam pertemuan tersebut menyampaikan agar pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat yang terkena dampak, karena masyarakat menolak bukan karena menginginkan uang, tapi ingin menjaga tanah-wilayah adat yang merupakan sumber kehidupannya. “Belum ada kesepakatan bersama dengan Masyarakat Adat sebagai pemilik tanah ulayat tetapi proses di lapangan berjalan terus. Sebenarnya yang punya tanah itu siapa.? Sebagai petani, kami membutuhkan tanah sebagai sumber kehidupan kami. Uang masih bisa kami cari tetapi jika tanah-wilayah adat, sekali terjual kami tidak akan bisa mendapatkan apa-apa lagi,” ujar Hengky yang juga Ketua Aliansi Masyarakat Adat Lambo (AMAL). Menanggapi pernyataan Hengky Kota, Bupati Don Bosco menegaskan bahwa pihaknya akan tetap untuk terus melanjutan proses pembangunan yang saat ini sedang dilakukan meskipun arus penolakan dari warga terkena dampak pembangunan terus dilakukan. “Pro dan kontra dalam sebuah pembangunan adalah dinamika yang terjadi di masyarakat tetapi saya sebagai pimpinan di daerah ini berkemauan agar proses ini terus berjalan adanya,” ungkap Bupati Don. Bupati Don juga meminta masyarakat untuk tidak menghalangi proses pembangunan waduk Lambo karena pembangunan waduk ini merupakan program pusat dimana pemerintah daerah harus mendukung pelaksanaan program pusat tersebut. Dan apabila ada masyarakat yang protes terhadap pembangunan waduk Lambo, dirinya mempersilahkan masyarakat untuk melakukan protes bahkan menyurati presiden sekali pun. “Silahkan kalian protes, saya tidak melarang. Lakukan saja tetapi saya minta jangan menggangu proses yang sedang berjalan karena ini adalah program pusat,” ungkapnya. Bupati Don bahkan menyampaikan agar masyarakat tidak berharap lebih apalagi berupaya untuk membatalkan pembangunan waduk Lambo karena sudah banyak anggaran yang dikeluarkan untuk pembangunan waduk itu. Atas sikap Bupati itu, Ketua FPPWL, Bernadinus Gaso mengatakan, dirinya telah lama menyampaikan persoalan-persoalan yang akan terjadi dengan adanya pembangunan Waduk Lambo yang berlokasi di Lowo Se. Menurutnya, Bupati Nagekeo seharusnya mendengar tuntutan masyarakatnya yang akan terkena dampak dan berusaha memberikan solusi terbaik yang dapat diterima nalar, bukan malah mengeluarkan pernyataan penekanan untuk melanjutkan proses pembangunan waduk Lambo yang sudah berjalan. “Pembangunan Waduk tersebut tidak hanya akan menggenangi wilayah adat, tapi juga akan mengancam keberlangsungan hidup Masyarakat Adat Rendu, Ndora dan Lambo. Karena area tersebut adalah pemukiman dan lahan produktif pertanian, jika dibanguni Waduk maka ketiga komunitas Masyarakat Adat tersebut akan kehilangan segalanya” terang Bernadius. Bernadius Gaso juga menjelaskan, tiga komunitas Masyarakat Adat yang akan terkena dampak sesungguhnya bukan menolak pembangunan waduk melainkan menolak lokasi pembangunan yang ada di Lowo Se, dengan berbagai pertimbangan yang sudah difikirkan secara matang, bahkan Masyarakat Adat telah menawarkan dua lokasi wilayah adatnya di Lowo Pebhu dan Malawaka sebagai lokasi untuk pembangunan Waduk namun Pemerintah tidak menghiraukannya. “Kalau pernyataan bupati seperti ini, tentu kami sebagai masyarakat kecil yang dirugikan akan tetap berjuang untuk mempertahankan tanah ulayat wilayah adat kami. Kami bahkan sudah menyiapkan 2 lokasi alternatif jika pemerintah ingin melanjutkan pembangunan waduk di tanah ulayat kami, tetapi untuk lokasi di Lowo Se, sampai kapan pun kami tidak akan pernah mengizinkannya.” tegas Bernadinus Gaso. *Simon Welan - Infokom PW AMAN Nusa Bunga