Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR-RI tampil sebagai keynote speaker dalam webinar webinar bertema Urgensi UU Masyarakat Adat dalam Perspektif Ekonomi dan Pembangunan, yang dihelat AMAN dan IPC (Indonesian Parliamentary Centre), Kamis (25/2/2021) sore. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan dukungannya untuk pengesahan UU Masyarakat Adat. “Saya sangat mendukung pengesahan Undang-undang Masyarakat Adat. Ini menjadi keniscayaan yang harus segera dilakukan,” kata Muhaimin. Dalam pidatonya, Muhaimin percaya, Masyarakat Adat bisa menjadi kekuatan ekonomi alternatif yang tak bisa dianggap remeh dan sepele. “Sebagai wakil ketua DPRRI tentu saya mengajak semua fraksi-fraksi, untuk terus tidak pernah berhenti membaca, menerima fakta-fakta lapangan yang terus tumbuh dan berkembang di masa-masa yang sulit, sehingga kita bisa memberi jawaban alternatif yang cepat bagi kemajuan, kesejahteraan bangsa Indonesia.” Dukungan Muhaimin dipertegas Ibnu Multazam, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR-RI dari PKB juga. “Kami mendukung RUU ini untuk segera menjadi inisiatif DPR. Kami menghendaki RUU ini segera menjadi inisiatif DPR. Bagaimana untuk menjadi inisiatif DPR? Masyarakat AMAN harus mengawal, memberikan masukan terus kepada kami supaya ini benar-benar bisa dibahas segera bersama pemerintah, dan bisa menjadi undang-undang,” kata dia. Poin penting Multazam dalam webinar itu, adalah tentang kebijakan one map policy. Menurutnya, agar Masyarakat Adat tak menjadi korban UU Cipta Kerja (Omnibus Law), harus dipastikan adanya kebijakan one map policy. “One map policy, untuk mengatasi carut-marut persoalan tata ruang, termasuk Masyarakat (Hukum) Adat dan tanah ulayat. Harus segera diatasi, masing-haring harus punya kepastian,” ucapnya. “One map policy jadi tantangan kita untuk menentukan tanah itu tanah apa? Tanah kawasan hutan, atau lahan, atau tanah ulayat,” lanjutnya. Lalu ada Rezka Oktoberia yang menyatakan dukungannya pada UU Masyarakat Adat. “SIkap saya dan Partai Demokrat masih tetap sama. Kami dari Fraksi Partai Demoktrat tetap konsisten mendukung RUU MA sebagai amanat UUD 1945,” ujar anggota Fraksi Demokrat dari daerah pemilihan Sumatra Barat 2 itu. Rezka berangkat dari pengalaman daya tahan sekaligus ancaman terhadap nagari tempat di mana Masyarakat Adat di Sumatera Barat berada. Menurut dia, jumlah nagari yang berada dalam kategori tertinggal dan sangat tertinggal di Sumatera Barat menurun drastis. Ini ditopang sektor pertanian yang tetap produkti, di atas rata-rata nasional. Namun, ancaman degradasi lingkungan di nagari-nagari itu tetap ada. “Keberadaan UU dan Peraturan Pemerintah masih mempermudah dan memberi karpet merah penguasaan sumber daya alam kepada investor. Hal ini tentu saja akan mempersempit wilayah kelola masyarakat,” ujarnya. Lalu, ada Sulaeman L Hamzah. Anggota Fraksi Partai Nasional Demokrat ini, termasuk orang yang sejak awal mendukung usulan UU Masyarakat Adat. Terarkhir, kata Sulaeman, pada Prolegnas 2020, RUU Masyarakat Adat masuk daftar prioritas ke-31. “Sebelum menjadi usulan DPRRI, Fraksi Partai Nasdem, secara konsisten terus-menerus memperjuangkan RUU Masyarakat Adat untuk dapat masuk dalam prolegnas periode 2104-2019 dan kemudian periode 2019-2024 saat ini,” kata dia. Kata Sulaeman, pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU Masyarkat Adat sudah selesai dibahas dalam rapat pleno Badan Legislasi 4 September 2020. Hanya Fraksi Partai Golkar yang tak menyetujuinya ini menjadi usulan. “Kita masih juga menunggu diparipurnakannya prioritas prolegnas yang masuk nanti di paripurna berikut,” kata dia. Dalam paparannya, Sulaeman menjelaskan substansi hak-hak Masyarakat Adat dalam RUU Masyarakat (Hukum) Adat versi DPR RI. Itu meliputi hak atas wilayah adat, hak atas sumber daya alam, hak atas pembangunan, hak atas spritualitas dan kebudayaan, dan hak atas lingkungan hidup. Namun, Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengingatkan, RUU Masyarakat Adat yang sekarang ada di DPR bukan versi yang sesuai dengan usulan AMAN sepenuhnya. “Yang dulu kita sepakati, jauh dari yang ada sekarang. Dan menurut saya, ini justru harus dibereskan di DPR. Karena saya tak percaya pemerintah dengan mental dan pendekatan sektoralisme akan bisa menyelesaikan masalah ini,” kata Rukka. Rukka bilang, pada dua periode sebelumnya usaha pengesahaan RUU Masyarakat Adat, selalu tersandung di tangan pemerintah. “Bola itu jatuh di tangan pemerintah. Dua kali itu jatuh di tangan yang namanya Kehutanan. Karena ideologi Kehutanan yang dicoba untuk mengebiri dan memastikan tidak ada UU Masyarakat Adat itu. Demikian juga dengan ATR, dengan Kemendagri,” tegas Rukka. **Budi Baskoro

Writer : Budi Baskoro | Kalimantan Tengah