Perempuan Adat Rendu, Ndora, dan Lambo Lapor ke Komnas Perempuan
04 November 2021 Berita Simon WelanOleh Simon Welan
Difasilitasi oleh Seknas PEREMPUAN AMAN, perempuan adat dari Rendu, Ndora, dan Lambo di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan dugaan kasus kekerasan dan pelecehan terhadap mereka kepada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui pertemuan virtual yang diselenggarakan pada Kamis lalu (28/10/2021).
Ketua Umum PEREMPUAN AMAN Devi Anggraini dalam kunjungan kerjanya mengatakan bahwa kehadirannya di Rendu Butowe dan di tengah-tengah para perempuan pejuang tanah adat Rendu, Ndora, dan Lambo, adalah semata-mata ingin merasakan dan menguatkan solidaritas atas penderitaan para perempuan adat yang hidup dalam tekanan sebagai akibat masuknya aparat kepolisian, Brimob, TNI maupun Pol PP (Polisi Pamong Praja) ke Rendu, Ndora, dan Lambo untuk membantu Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II dalam pengawalan terhadap tim survei yang mengukur tanah milik Masyarakat Adat Rendu, Ndora, dan Lambo untuk dijadikan rencana pembangunan Waduk Lambo.
Devi Anggraini melanjutkan, tekanan yang semakin intensif dari alat negara terhadap kehidupan para perempuan adat di ketiga komunitas, membuat PEREMPUAN AMAN merasa prihatin, sehingga dirinya - mewakili para perempuan adat se-Nusantara - datang untuk memberikan dukungan moril dan motivasi sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan para perempuan adat dalam mempertahankan tanah adat warisan leluhur.
Ia menambahkan bahwa kehadirannya sesungguhnya sudah direncanakan lama. Ia ingin turun dan menyaksikan secara langsung situasi dan kondisi terkini di Rendu, Ndora, dan Lambo sekaligus memfasilitasi pengaduan ke Komnas Perempuan atas intimidasi dan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian, TNI maupun Pol PP di lapangan.
“Kehadiran kami di sini untuk memfasilitasi pengaduan langsung yang dilakukan oleh para perempuan adat Rendu, Ndora, dan Lambo kepada Komnas Perempuan supaya kekerasan dan pelecehan yang dialami perempuan adat ketiga komunitas, - dalam proses penolakan lokasi pembangunan waduk ini - bisa disampaikan secara langsung untuk menjadi bukti yang dapat dijadikan oleh Komnas Perempuan sebagai rekomendasi kuat yang akan disampaikan kepada pemerintah,” katanya. “Para perempuan adat ketiga komunitas ini sesungguhnya sedang mengingatkan kepada pemerintah bahwa lokasi pembangunan waduk di Lowo Se itu telah lama ditolak warga karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di tiga komunitas ini.”
Setelah memperoleh data, mendalami informasi, dan mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan kekerasan dan pelecehan terhadap para korban, pihaknya berupaya membantu para perempuan adat ketiga komunitas ini untuk menyampaikan data dan fakta lapangan yang sungguh-sungguh terjadi di Rendu, Ndora, dan Lambo sebagai basis data akurat pengaduan mereka.
“Karena ini adalah Proyek Strategis Nasional, maka setelah membuat pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, kami akan melanjutkan dengan pengumpulan data dan fakta lapangan yang ada. Dengan bukti-bukti yang terkumpul di lapangan itu, Komnas Perempuan akan menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah dan kementerian terkait lainnya bahwa pembangunan waduk yang berada di lokasi Lowo Se itu sesungguhnya telah lama ditolak warga karena menimbulkan kerugian yang besar dan mengancam masa depan kehidupan Masyarakat Adat di ketiga komunitas itu,” papar Devi.
Konsolidasi PEREMPUAN AMAN bersama para perempuan adat dari Rendu, Ndora, dan Lambo. Sumber foto: Dokumentasi AMAN Nusa Bunga.
Kepada media, Devi Anggraini menjelaskan beberapa kasus penting yang telah dibuatkan pengaduannya oleh perempuan adat Rendu, Ndora dan Lambo dalam pertemuan vitual pada Kamis, 28 Oktober 2021 ke Komnas Perempuan.
Pertama, kriminalisasi pemborgolan terhadap Hermina Mawa, salah seorang perempuan adat Rendu oleh aparat Brimob. Kedua, pelecehan seksual, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh aparat terhadap Masyarakat Adat Rendu, Ndora, dan Lambo. Ketiga, pembongkaran dan pengrusakan pagar oleh aparat pemerintah dan Brimob di Lambo. Keempat, penyerobotan wilayah adat yang dilakukan aparat kepolisian, BWS, dan tim survei dengan masuk ke lahan Masyarakat Adat Rendu, Ndora, dan Lambo untuk melakukan pengukuran tanah tanpa mendapat izin dari pemiliknya. Kelima, pemanggilan terhadap beberapa perempuan adat dan Masyarakat Adat ketiga komunitas untuk melakukan klarifikasi di Kantor Polisi Nagekeo tanpa mengetahui akar permasalahan yang tidak jelas. Selain kelima hal itu, juga ada beberapa kasus lain, termasuk kehadiran aparat kepolisian, TNI, Pol PP, dan tim survei yang membuat hilangnya rasa nyaman Masyarakat Adat di dalam kehidupan sehari-hari.
“Banyak terjadi kekerasan, intimidasi, dan pelecehan yang dialami Masyarakat Adat, terutama para perempuan adat di Rendu, Ndora, dan Lambo saat berjuang mempertahankan haknya, namun tidak pernah dihiraukan pemerintah,” ungkap Ketua Umum PEREMPUAN AMAN.
Karena alasan itulah, Devi menegaskan, PEREMPUAN AMAN hadir untuk memberikan semangat dan motivasi agar kawan-kawan di Rendu, Ndora, dan Lambo dapat menguatkan komitmen dalam mempertahankan haknya sebagai Masyarakat Adat beserta wilayah adatnya.
Devi bilang, “Perempuan adalah masa depan yang tetap tegar di barisan terdepan!”
Sementara itu, Retty Ratnawati dari Komnas Perempuan, dalam pertemuan virtual itu menuturkan rasa keprihatinan terhadap situasi yang dialami perempuan adat Rendu, Ndora, dan Lambo.
Ia mengatakan, setelah menerima laporan pengaduan dari para perempuan adat ketiga komunitas, pihak Komnas Perempuan akan segera menindaklanjuti dengan melakukan pendalaman terhadap kasus-kasus yang dialami perempuan adat di Rendu, Ndora, dan Lambo.
“Kami turut prihatin atas situasi yang dialami mama-mama,” ungkap Retty. “Mohon kesabarannya untuk kami dalami kasusnya supaya kita bisa berikan rekomendasi kepada pemerintah dan kementerian terkait lainnya,” pungkas Retty.
***
Penulis adalah staf Infokom AMAN Nusa Bunga.