Oleh Apriadi Gunawan

Kantor Hukum Masyarakat Adat Bengkulu mendesak perusahaan tambang pasir besi PT Faming Levlo Bakti Abadi untuk mematuhi himbauan Bupati Seluma Erwin Octavian agar menghentikan aktivitas di lokasi tambang.

Masyarakat Adat memprotes karena hingga saat ketika tulisan ini dibuat, PT Faming Levlo Bakti Abadi masih beraktivitas di lokasi tambang meski telah dilarang oleh Bupati Seluma.

Larangan tersebut tertuang dalam surat resmi yang ditandatangani oleh Bupati Seluma Erwin Octavian tertanggal 5 Januari 2022. Bupati meminta kepada PT Faming Levlo Bakti Abadi untuk menghentikan aktivitas di lokasi tambang. Erwin juga meminta kepada masyarakat untuk menahan diri dan tetap beraktivitas seperti biasa.

Sementara itu, Direktur Kantor Hukum Masyarakat Adat Bengkulu Fitriansyah mengatakan bahwa seharusnya PT Faming Levlo Bakti Abadi mematuhi himbauan bupati. Namun faktanya, himbauan tersebut dikesampingkan.

“PT Faming Levlo Bakti Abadi tidak punya itikad baik sebab perusahaan tersebut masih beraktivitas di lokasi tambang. Mereka telah mengangkangi himbauan bupati. Ini tidak bisa dibiarkan,” kata Fitriansyah pada Senin (10/1/2022).

Ia meminta agar aparat penegak hukum menindak PT Faming Levlo Bakti Abadi yang tidak patuh terhadap himbauan kepala daerah. Fitriansyah mengatakan bahwa tindakan sewenang-wenang yang diperlihatkan oleh perusahaan itu telah mencoreng wibawa Pemerintah Kabupaten Seluma. Menurutnya, dalam kasus tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) “tidak dianggap” oleh perusahaan.

“Ini berbahaya,” tandas Fitriansyah. “Ke depannya, perusahaan ini bisa bertindak sesukanya jika tidak ada penindakan.”

Fitriansyah menyatakan bahwa ia khawatir jika aparat penegak hukum tidak segera bertindak, maka akan terjadi gelombang protes lanjutan dari Masyarakat Adat dan elemen masyarakat lainnya.

Puluhan masyarakat yang didominasi oleh ibu-ibu, telah berunjuk rasa dengan menduduki lokasi tambang pasir besi di Desa Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu pada akhir Desember 2021.

Para pengunjuk rasa mendirikan tenda dan menginap di dalam area tambang pasir besi dan menuntut penolakan atas operasi PT Faming Levlo Bakti Abadi karena khawatir aktivitas pertambangan akan merusak lingkungan, khususnya Wilayah Adat Pasar Seluma.

Selama empat hari, pengunjuk rasa menduduki area pertambangan hingga dibubarkan secara paksa oleh kepolisian. Sebanyak 10 orang diamankan polisi dalam aksi unjuk rasa itu.

Darsen Saputra, staf AMAN Bengkulu, mengatakan bahwa kehadiran sejumlah perusahaan yang selama ini melakukan aktivitas penggalian, pengerukan, dan penghisapan pasir besi di sekitar Pantai Pasar Seluma, telah menjadi sumber bencana bagi Masyarakat Adat Serawai di Desa Pasar Seluma. Darsen menjelaskan kalau sumber bencana tersebut telah menimbulkan perpecahan di antara Masyarakat Adat Serawai Pasar Seluma, di mana warga menjadi saling tidak percaya dan memutuskan tali silaturahmi sebagai sesama keluarga.

“Yang paling menyakitkan bagi Masyarakat Adat (di Desa) Pasar Seluma, (adalah) ada enam orang pemuda adat (dari Masyarakat Adat) Serawai (yang) ditangkap dan divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Seluma pada 2011 karena menolak kehadiran perusahaan pasir besi,” ujar Darsen.

Kepala Desa Pasar Seluma Hertoni mengatakan, penolakan warga terhadap perusahaan tambang tersebut sudah berlangsung sejak 2009 saat awal perusahaan masuk ke sana. Ia mengutarakan bahwa selain masalah lingkungan, pihaknya juga menolak keberadaan perusahaan tambang karena memicu konflik. 

"Kami tidak ingin ada lagi masyarakat kami yang dipenjara karena konflik dengan perusahaan tambang pasir besi," katanya.


Aksi protes yang dilakukan Masyarakat Adat bersama berbagai elemen masyarakat lainnya dalam menolak pertambangan. Sumber foto: Dokumentasi AMAN.

Trajektori Konflik

Rentetan konflik yang dihadapi oleh Masyarakat Adat Serawai dengan perusahaan tambang pasir besi di Seluma, telah terjadi selama lebih dari sepuluh tahun, yaitu sekitar 2009 sampai 2021. Berikut ini adalah uraian konflik yang kami himpun berdasarkan kronologi tahun.

Tahun 2009

PT Famiaterdio Nagara (FN) mengajukan surat pemberitahuan kepada Kepala Desa Pasar Seluma untuk melanjutkan kegiatan pembuatan loading area di Desa Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan. Tetapi, masyarakat justru menemukan aktivitas pertambangan pasir besi. Sampai Agustus 2009, Masyarakat Adat Serawai di Desa Pasar Seluma terus melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk meminta penjelasan dari pihak perusahaan, namun tidak mendapatkan jawaban.  

Tahun 2010

PT FN tetap melakukan kegiatan pertambangan pasir besi meski mendapatkan penolakan dari masyarakat. Penolakan juga mulai disampaikan secara langsung kepada Pemerintah Kabupaten Seluma dan DPRD Kabupaten Seluma. Namun, tidak ada penjelasan kepada Masyarakat Adat Serawai di Desa Pasar Seluma atas semua tuntutan dan permohonan penjelasan terkait aktivitas pertambangan pasir besi itu. Pada September 2010, perwakilan masyarakat melaporkan PT FN yang telah melakukan dugaan tindak pidana pelanggaran izin usaha kepada pihak Kepolisian Daerah (Polda) Bengkulu. Aparat Polda berjanji akan memproses laporan masyarakat terhadap pelanggaran izin usaha yang dilakukan oleh PT FN. Masyarakat Adat Serawai di Desa Pasar Seluma kemudian melakukan aksi untuk menyampaikan pendapat pada 30 September 2010 dan meminta pemerintah menghentikan aktivitas pertambangan pasir besi yang dilakukan oleh PT FN. Berbagai usaha juga telah dilakukan untuk meminta penjelasan dari Pemda dan DPRD Kabupaten Seluma, namun lagi-lagi tidak ada respon dan jawaban atas itu yang diberikan kepada masyarakat. Pada November 2010, setelah satu tahun berlalu, keresahan Masyarakat Adat Serawai di Desa Pasar Seluma, akhirnya pecah, di mana warga mendatangi perusahaan. Dalam aksi itu, enam pemuda adat dihukum enam bulan penjara.

Tahun 2013

Tepatnya, pada 18 Februari 2013, perwakilan masyarakat mendatangi perusahaan pertambangan pasir besi itu. Warga mendapatkan informasi bahwa perusahaan pertambangan yang sekarang beroperasi di Pasar Seluma, ternyata telah berpindah dari perusahaan PT FN ke PT Pasifik Indobara. Dalam pertemuan dengan pihak perusahaan yang diwakili oleh Rustaman, masyarakat meminta perusahaan menghentikan aktivitas pertambangan ilegal dan akan melaporkan aktivitas pertambangan tersebut ke Kepolisian Resor Seluma apabila dilanjutkan. Rencana aktivitas penambangan itu kemudian tidak dilanjutkan.

Tahun 2018

Rencana penambangan pasir besi, - yang ditandai dengan pembangunan kamp tambang - kembali berlangsung. Pada 11 Juni 2018, kepala desa bersama perangkatnya dan pihak Kepolisian Seluma menindaklanjuti laporan dari masyarakat atas adanya aktivitas pertambangan pasir besi di pesisir pantai di Desa Pasar Seluma. Dari informasi yang didapat, PT Rusan Sejahtera melakukan aktivitas di sana. Namun, aktivitas pertambangan pasir besi itu tidak dilanjutkan.

Tahun 2021

Masyarakat dikejutkan dengan adanya informasi bahwa aktivitas pertambangan pasir besi akan kembali terjadi di pesisir pantai di Desa Pasar Seluma. Itu terjadi sekitar Oktober 2021. Masyarakat mendapatkan informasi bahwa PT Faming Levto Bakti Abadi akan melakukan aktivitas pertambangan pasir besi.

Lalu, pada November 2021, alat-alat berat pertambangan pasir besi masuk ke Wilayah Adat Serawai Pasar Seluma. Masuknya alat-alat pertambangan pasir besi tersebut, dilakukan secara diam-diam karena mereka tidak melalui jalan di Pasar Seluma, tapi Pasar Ngalam. Pembangunan kamp karyawan mulai dilakukan oleh pihak perusahaan.

Pada 8 Desember 2021, kepala desa beserta perangkatnya menemui pihak Pemda dan Wakil Bupati Seluma untuk membahas persoalan tambang pasir besi.

Pada 13 Desember 2021, keresahan masyarakat terhadap pertambangan pasir besi, terus bermunculan. Kepala desa beserta perangkatnya menemui bupati dan meminta penjelasan terkait aktivitas pertambangan.

Pada 15 Desember 2021, Mahwan Jayadi, Kepala Dinas Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Seluma, menyebutkan bahwa izin PT Faming Levto Bakti Abadi telah dicabut sejak 2016. Perusahaan itu juga di-blacklist oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 4 September 2016 berdasarkan pengumuman No. 1343.Pm/04/DJB/2016 tentang Penetapan IUP Clear and Clean.

Pada 16 Desember 2021, Masyarakat Adat Serawai di Pasar Seluma mulai memprotes secara lansung atas aktivitas pertambangan pasir besi dengan membuat tulisan dan menempelkannya di halaman rumah masing-masing.

Pada 21 Desember 2021, terdapat Kunjungan dari DPRD Kabupaten Seluma terkait aktivitas pertambangan pasir besi.

Pada 22 Desember 2021, kaum perempuan adat (para ibu) dari Masyarakat Adat Serawai di Desa Pasar Seluma, menyatakan penolakan atas kehadiran pertambangan pasir besi di wilayah adat.

Pada 23 Desember 2021, ibu-ibu mendatangi lokasi pertambangan pasir besi untuk bertemu dengan Direktur PT Faming Levto Bakti Abadi dan meminta perusahaan untuk menghentikan aktivitas dan mengeluarkan alat-alat berat mereka. Setelah melakukan pertemuan dan mendengar jawaban pihak perusahaan bersama kuasa hukumnya di sebuah lapangan di sana, para ibu pun memutuskan untuk bertahan di lokasi sampai tuntutan untuk mengeluarkan alat-alat tambang dari wilayah adat, diterima. Pihak Pemerintah Desa dan perangkatnya - disaksikan oleh Kepolisian Resor Seluma - melakukan upaya negosiasi di lokasi pertambangan antara ibu-ibu dan pemerintah setempat. Ibu-ibu meminta agar Bupati Seluma hadir di lokasi pertambangan karena berbagai pertemuan selalu diwakilkan oleh asistennya.

Pada 27 Desember 2021, Kepolisian Resor Seluma membubarkan aksi yang dilakukan oleh ibu-ibu dari Pasar Seluma. Sebanyak delapan orang diamankan dan satu orang dijemput dari rumahnya. Sementara itu, kepala desa turut dipanggil oleh kepolisian untuk dimintai keterangan.

Pada 28 Desember 2021, terdapat 10 orang yang dimintai keterangan dan dipulangkan ke rumah masing-masing oleh Kepolisian Resor Seluma.

***

Writer : Apriadi Gunawan | Jakarta
Tag : Masyarakat Adat Seluma PT Faming Levlo Bakti Abadi Erwin Octavian Pasir Besi