PPMAN Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat Rendu
20 Januari 2022 Berita Apriadi GunawanOleh Apriadi Gunawan
Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) melaporkan tindakan arogansi dan represif anggota Kepolisian Resor (Polres) Nagekeo terhadap Masyarakat Adat Rendu ke Propam Mabes Polri dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada 14 Januari 2022.
Pada hari yang sama, PPMAN juga mengadukan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan anggota Polres Nagekeo ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). PPMAN juga menyerahkan dokumen fakta dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota Polres Nagekeo, termasuk rekaman video.
Ketua PPMAN Syamsul Alam Agus mengatakan bahwa tindakan represif yang dilakukan anggota Polres Nagekeo baru-baru ini dalam menghadapi Masyarakat Adat Rendu yang menolak pembangunan Bendungan Mbay (Waduk Lambo) di Desa Rendu Butowe, merupakan salah satu praktik arogansi dari aparat negara.
Sedikitnya terdapat 50 anggota Polres Nagekeo terlibat bentrok dengan Masyarakat Adat Rendu yang menjaga wilayah adat di posko penjagaan di Dusun Roga-roga, Desa Rendu Butowe, Kecamatan Aesa Selatan, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 9 Desember 2021 lalu. Masyarakat Adat Rendu yang didominasi oleh perempuan adat itu mencoba menghadang aparat yang memaksa masuk Lowose. Polisi membubarkan massa secara paksa dengan tindakan represif.
Syamsul mengatakan, cara-cara brutal yang diperlihatkan aparat kepolisian saat menghadapi Masyarakat Adat Rendu itu tidak boleh dibiarkan karena melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2006 tentang HAM. Selain itu, tindakan tersebut telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Kita minta Kapolri (untuk) menindak tegas anggota Polres Nagekeo yang telah bertindak represif terhadap Masyarakat Adat Rendu. Ini perlu dilakukan agar ada efek jera terhadap anggota polisi yang brutal,” kata Syamsul Alam pada Senin (17/1/2022).
Sementara itu, Syamsul berharap agar Komnas HAM dapat segera membentuk tim pemantauan dan memeriksa Kapolres Nagakeo atas dugaaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota kepolisian terhadap Masyarakat Adat Rendu.
“Tim ini perlu dibentuk oleh Komnas HAM untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat Rendu,” kata Syamsul.
Syamsul menjelaskan bahwa PPMAN merasa perlu mengadukan tindakan represif aparat kepolisian Nagekeo ke komisi negara untuk memastikan perlindungan dan pencegahan tidak berulangnya pelanggaran HAM yang dialami oleh Masyarakat Adat Rendu. Sebab, komisi negara punya tujuan untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Merespon pengaduan dari PPMAN tersebut, Wakil Ketua Komnas HAM Amirullah Al Rahab menegaskan bahwa penanganan atas dugaan pelanggaran HAM itu sudah menjadi tugas dan kewajiban Komnas HAM yang telah diatur oleh peraturan peundang-undangan.
“Komnas HAM akan segera membentuk tim dan akan melakukan pemantauan lapangan (untuk) memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat dalam (dugaan) pelanggaran HAM tersebut,” ujar Amirullah
Ia juga menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan sejumlah kementerian dan lembaga yang terkait dengan proyek strategis nasional di wilayah adat milik Masyarakat Adat Rendu itu.
“Pembangunan yang dicanangkan pemerintahan Jokowi (Joko Widodo), tidak boleh menegasikan posisi masyarakat yang ada dalam kawasan proyek pembangunan, apalagi - dalam pengelolaannya - berpotensi dan menyebabkan hak-hak fundamental Masyarakat Adat dilanggar,” ungkapnya.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Dewi Kanti menyampaikan rasa prihatinnya atas kondisi yang terjadi di Masyarakat Adat Rendu. Dewi mengatakan bahwa kondisi yang dialami perempuan adat di sana sangat menyedihkan karena harus berhadapan dengan konflik sosial yang memberi dampak buruk terhadap kehidupan.
“Posisi perempuan dalam konflik sosial sangat rentan terhadap tindak kekerasan, diskriminasi, dan ancaman keselamatan bagi keluarganya, apalagi mempertahankan wilayah adat yang sangat berhubungan dengan sumber-sumber ekonomi keluarga,” kata Dewi Kanti.
Ia mengatakan bahwa dalam merespon pengaduan PPMAN, Komnas Perempuan akan melakukan pertemuan koordinatif dengan sejumlah komisi negara, kementerian, dan lembaga terkait, termasuk Kompolnas dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Kita berharap nanti ada solusi dari koordinasi ini,” katanya.
***