AMAN Kecam Penembakan dalam Aksi Tolak Tambang di Sulteng
14 Februari 2022 Berita Apriadi GunawanOleh Apriadi Gunawan
AMAN mengecam keras tindakan penembakan yang menimbulkan tewasnya korban dalam aksi protes menolak tambang emas PT Trio Kencana di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Lagi dan lagi, kita menyaksikan kekerasan di negeri yang katanya merdeka,” ungkap Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi menanggapi peristiwa tersebut. “Tahun lalu, terjadi penembakan Masyarakat Adat Toruat di Sulawesi Utara. Kali ini, di Sulteng. Penanganan berlebihan yang melibatkan aparat keamanan atas protes damai seperti ini, tidak bisa diterima akal sehat.”
Rukka berpesan bahwa polisi harus segera menarik seluruh pasukan yang saat ini berada di lokasi.
“Gubernur juga harus bertanggung jawab atas kejadian ini. Cabut IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Trio Kencana,” tegas Rukka. “Penembak harus diusut dan dihukum seberat-beratnya. Pemerintah dan aparat harus memastikan keamanan seluruh masyarakat yang ada di lokasi.”
Massa dari sejumlah organisasi Masyarakat Adat dan pendukungnya itu turun ke jalan menggelar aksi konvoi dari Bundaran Tabulako menuju Polda dan Kantor Gubernur Sulteng pada Senin (14/2/2022). Dalam aksinya, massa yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Rekognisi Masyarakat Adat (KARAMA) Sulteng, mendesak Kapolda dan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat untuk mengusut tuntas kasus penembakan yang menewaskan Erfaldi, warga berumur 21 tahun dari Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong. Erfaldi dilaporkan tewas setelah terkena tembakan peluru di perutnya saat aksi menuntut pencabutan izin tambang PT Trio Kencana pada Sabtu (12/2/2022).
Ketua AMAN Sulteng Asran Daeng Patompo selaku Koordinator KARAMA Sulteng, menyatakan bahwa kasus tindak kekerasan yang diduga dilakukan oleh polisi hingga menewaskan nyawa seorang peserta aksi, sudah tidak bisa ditolerir. Asran mendesak agar pelaku penembakan segera ditangkap dan diadili.
“Kita minta kasus penembakan ini diusut tuntas,” tuntut Asran Daeng Patompo jelang persiapan aksi konvoi ke Polda Sulteng pada Senin (14/2/2022). “Kapolri harus segera memproses secara hukum aparat kepolisian yang terduga (adalah) pelaku penembakan korban.”
Ia mengatakan bahwa pihaknya kecewa dengan sikap polisi yang bertindak represif dalam menangani aksi penolakan tambang tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan massa, merupakan hal yang wajar karena menyangkut wilayah adat yang hendak dijadikan lokasi tambang. Seharusnya, ia bilang, polisi tidak perlu mengedepankan kekerasan dalam menanggapi aksi massa, apalagi sampai mengorbankan nyawa seorang peserta aksi.
“Satu orang telah meregang nyawa dan ada kurang lebih 60 orang warga ditangkap paksa. Apakah seperti ini potret polisi kita menangani aksi massa?” tanya Asran sembari berucap syukur seluruh warga yang ditangkap telah dibebaskan pada Minggu malam (13/2/2022).
Ia menerangkan bahwa warga menolak keberadaan tambang emas PT Trio Kencana karena luas konsesi tambangnya mencakup hingga ke lahan pemukiman, pertanian dan perkebunan milik warga. Berdasarkan data, luas konsesi PT Trio Kencana mencapai 15.725 hektar. Ia sendiri telah membuka peta terkait lokasi wilayah adat yang ada di dalam izin konsesi PT Trio Kencana.
“Setelah saya cek dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), itu konsesinya sampai di bibir pantai, bahkan rumah-rumah warga kena semua, termasuk milik Masyarakat Adat,” kata Asran.
Ia menjelaskan, meski belum terlihat ada dampak yang signifikan terhadap Masyarakat Adat yang tinggal di pegunungan, namun jika penambangan benar-benar akan dilakukan terhadap kawasan pesisir, maka Masyarakat Adat yang tinggal di kawasan pesisir akan langsung menerima dampaknya dan kelak berlanjut ke warga yang tinggal di sekitarnya.
“Lama-lama, pasti semua kampung itu habis. Di situ (kawasan pesisir), ada Masyarakat Adat kita. Di daerah atas juga ada Masyarakat Adat kita,” ungkapnya.
Asran menerangkan bahwa KARAMA Sulteng telah menyatakan sikapnya. Pernyataan sikap itu, selain mengutuk keras tindakan penembakan dan mendesak Kapolda dan Pemda Sulteng untuk mengusut tuntas kasus tersebut, pihaknya juga menyatakan sikap agar anggota atau aparat pelaku penembakan itu ditangkap dan diadili, membebaskan massa aksi yang ditahan, serta mencabut IUP PT Trio kencana.
Tuntutan yang sama juga disampaikan oleh sejumlah organisasi, antara lain Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Konsorsiun Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), dan lainnya. Mereka menyerukan pencabutan izin PT Trio Kencana sembari mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menghentikan operasi dan mencabut IUP PT Trio Kencana.
Kronologi Penembakan
Ratusan warga menggelar aksi penolakan tambang PT Trio Kencana. Mereka berasal dari berbagai kecamatan di Kabupaten Parigi Moutong pada Sabtu, (12/2/2022). Aksi massa yang awalnya berlangsung damai itu berujung duka ketika seorang peserta aksi, tewas. Ia diduga tertembak peluru aparat kepolisian.
Berbagai warga yang menggelar aksi tolak tambang pada 7 Februari 2022 pun menuntut Gubernur Sulteng Rusdy Mastura untuk lekas mencabut izin tambang PT Trio Kencana. Rusdi - melalui Tenaga Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan Antar-Lembaga dan HAM Ridha Saleh - berjanji untuk menemui massa aksi untuk bisa mendengar aspirasi dan tuntutan warga.
Janji gubernur itu kemudian ditagih oleh masyarakat pada aksi Sabtu, 12 Februari 2022. Warga menggelar aksi sejak pagi pukul 10:30 WITA hingga malam hari. Warga terus menunggu, namun gubernur tak kunjung memenuhi janjinya untuk menemui massa. Warga yang kecewa lantas memblokir jalan di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan. Pemblokiran itu diharapkan bisa memantik respon gubernur untuk segera bertemu dan mengabulkan tuntutan warga untuk mencabut izin PT Trio Kencana.
Warga yang enggan membubarkan diri sebelum bertemu gubernur, kemudian dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian yang berjaga. Dari video yang beredar, terdengar letusan tembakan yang berulang-ulang dari arah aparat kepolisian. Dalam insiden tersebut, seorang peserta aksi massa, didapati tewas dengan luka tembakan.
Perjuangan warga menolak keberadaan tambang emas PT Trio Kencana, sebetulnya telah berlangsung sejak lama. Sejumlah aksi penolakan juga sudah dilakukan pada pada 31 Desember 2020, berlanjut pada 17 Januari 2020, 7 Februari 2022 hingga 12 Februari 2022. Namun, tidak satu pun aksi yang membuahkan hasil.
Menanggapi tewasnya seorang warga dalam aksi tersebut, Kapolda Sulteng Irjen Pol Rudy Sufhariadi mengatakan bahwa pihaknya akan mengusut insiden yang menimbulkan korban jiwa itu. Ia menegaskan siapa pun yang bersalah, akan diganjar hukuman sesuai peraturan.
"Sangat disayangkan insiden ini,” ungkap Rudy saat konferensi pers di Polres Parigi Moutong, Minggu (13/2/2022). “Namun, kami bekerja profesional. Siapa pun yang bersalah, akan kami hukum sesuai aturan dan perundang-undangan berlaku."
***