Oleh Apriadi Gunawan

Perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan 23 Tahun AMAN yang akan berlangsung pada 17 Maret 2022, akan diisi oleh berbagai rangkaian acara secara virtual (daring) dengan melibatkan para penampil maupun pembicara dari Masyarakat Adat, mulai dari ritual adat, pidato, pemutaran video, peluncuran buku, hingga bincang-bincang. AMAN juga mengundang berbagai aktivis dan pemimpin organisasi masyarakat sipil lintas bidang.

Ketua Panitia Perayaan HKMAN dan 23 Tahun AMAN Abdi Akbar menyatakan bahwa perayaan tahun ini akan dikemas semenarik mungkin sesuai tema yang telah dipilih, yaitu “Tangguh di Tengah Krisis, Perkuat Solidaritas, Pulihkan Kedaulatan.”

Ia menerangkan kalau tema tersebut menjadi sangat relevan dengan situasi yang saat ini dihadapi Masyarakat Adat, terutama di tengah krisis yang tidak terbatas pada situasi pandemi saja, melainkan juga berbagai macam bencana, konflik, dan kemunduran demokrasi yang diwarnai oleh politik pecah belah yang merusak keberagaman dan keakraban sesama bangsa. Hal tersebut pula diikuti dengan tingginya kasus perampasan wilayah adat yang disertai tindak kekerasan dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat yang secara rinci telah diulas dalam Catatan Akhir Tahun AMAN 2021.

Oleh karenanya, kata Abdi, penguatan solidaritas dan pemulihan kedaulatan menjadi syarat bagi ketangguhan Masyarakat Adat untuk saat ini dan di masa yang akan datang.

Abdi mengatakan, melalui tema itu, kita ingin menegaskan bahwa Masyarakat Adat terbukti mampu mengarungi berbagai macam situasi dan perubahan, terutama di tengah krisis yang sedang kita hadapi. Selanjutnya, kita juga ingin menegaskan harapan untuk terus melawan dan menunjukkan bahwa Masyarakat Adat menolak tunduk dan punah.  

Di sisi lain, kita juga menyadari bahwa saudara-saudara kita - kaum buruh, masyarakat miskin kota, tani, dan kelompok tertindas lainnya - juga sedang menghadapi penderitaan yang sama.

“Melalui perayaan HKMAN dan 23 Tahun AMAN ini, kita harus menggalang dan memperkuat solidaritas dan persatuan dengan ragam masyarakat lainnya,” kata Abdi.  

Ia berharap perayaan itu dapat menjadi momentum bagi kita semua untuk menegaskan ketangguhan, memperkuat solidaritas, dan memulihkan kedaulatan untuk seluruh umat manusia.

“Perayaan HKMAN dan 23 Tahun AMAN ini merupakan perayaan untuk kita mempersatukan semua. Mari kita rayakan dengan penuh suka cita,” kata Abdi pada Senin (14/3/2022).

Abdi menyebutkan bahwa itu merupakan tahun kedua untuk penyelenggaraan perayaan di tengah pandemi Covid-19. Namun, AMAN di daerah, wilayah, dan komunitas tetap melakukan kegiatan ritual dan berkumpul dengan penerapan protokol kesehatan.

Ia menerangkan bahwa pada perayaan HKMAN tahun ini, AMAN akan meluncurkan buku Kisah dari Kampung yang digagas untuk menghadirkan realitas Masyarakat Adat, termasuk di masa pandemi.   

Abdi menuturkan bahwa kisah-kisah tentang Masyarakat Adat dari berbagai pelosok Nusantara, sesungguhnya sudah mulai muncul dalam dua dekade terakhir. Namun, itu belum mampu bersanding sejajar dengan isu-isu populer. Oleh karena itu, kata Abdi, penting bagi Masyarakat Adat untuk menuliskan kisahnya sendiri dan menceritakan kisah tersebut kepada semua pihak sebagai bagian dari realita kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, bahkan spiritualitas tentang bagaimana sebenarnya Masyarakat Adat mengelola wilayah adatnya secara adil, mandiri, dan berkelanjutan. 

Menurutnya, narasi tentang Masyarakat Adat banyak dikonstruksi oleh pihak lain dengan sudut pandang kolonial dan disebar melalui tulisan. Hingga saat ini, mayoritas Masyarakat Adat terus bergulat dengan stereotipe dan stigma.  Kita terlalu sering disebut anti-pembangunan, anti-kemajuan, kolot, terbelakang, dan berbagai cap negatif lainnya. Stereotipe dan stigma itu dibangun untuk menyingkirkan dan digunakan untuk membenarkan perampasan wilayah adat. 

Maka, AMAN menilai hal tersebut perlu diluruskan dalam bentuk pembuatan buku yang menggambarkan tentang realitas sesungguhnya dari Masyarakat Adat di Nusantara.  

“Jadi, Inisiatif pembuatan buku ini merupakan bagian dari gerakan pendokumentasian wilayah adat dengan melibatkan beragam prespektif sosial yang ada di Masyarakat Adat, baik dari para tetua adat, perempuan adat, pemuda adat, dan seluruh elemen Masyarakat Adat,” ungkap Abdi. 

Abdi menyebut proses penyusunan buku Kisah dari Kampung dilakukan dari hasil perkawinan dua tradisi bercerita, yakni tradisi lisan di Masyarakat Adat dan tradisi tulisan di kalangan jurnalis.

“Buku ini juga merupakan bukti resilensi bekerja di tengah pandemi,” ujarnya.

**

Writer : Apriadi Gunawan | Jakarta