AMAN Flores Bagian Barat, Tengah, & Timur Desak DPR RI Sahkan RUU Masyarakat Adat
29 Maret 2022 Berita Simon WelanOleh Simon Welan
Tiga Pengurus Harian AMAN Daerah di AMAN Wilayah Nusa Bunga di Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu AMAN Flores Bagian Barat, AMAN Flores Bagian Tengah, dan AMAN Flores Bagian Timur, mendesak Pemerintah Pusat dan DPR RI segera mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang sudah terparkir selama sekitar satu dekade. Bagi AMAN Nusa Bunga, kehadiran UU Masyarakat Adat penting sebagai payung hukum bagi Masyarakat Adat.
Hal tersebut disampaikan oleh para perwakilan Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Flores Bagian Barat Ferdi Danse, AMAN Flores Bagian Tengah Willybrodus Bei Ou, dan AMAN Flores Bagian Timur Marsel Djagong saat dihubungi melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.
Menurut mereka, RUU Masyarakat Adat sangat penting untuk disahkan karena hampir seluruh wilayah di Nusantara ini dihuni oleh Masyarakat Adat, sehingga itu dibutuhkan sebagai payung hukum yang mengatur tentang kehidupan Masyarakat Adat dari berbagai unsur kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan, Sang Pencipta, dan sesama manusia yang ada di sekitarnya.
“Kita sebagai Masyarakat Adat sangat menantikan RUU Masyarakat Adat ini segera disahkan, namun hingga saat ini belum juga disahkan. Kami sangat kecewa dengan kinerja pemerintah dan DPR RI,” kata Ferdi Danse, Ketua AMAN Flores Bagian Barat.
Ferdi menyebutkan bahwa RUU Masyarakat Adat sesungguhnya telah masuk dalam daftar RUU yang hendak dibahas sejak 2020 lalu. Namun, hingga kini, belum ada perkembangan kemajuan untuk pengesahannya. Padahal, RUU tersebut bisa menjadi jaminan perlindungan dan pengakuan terhadap Masyarakat Adat dan juga mengatasi konflik-konflik yang berkaitan dengan Masyarakat Adat.
Ia melanjutkan, dalam Perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan 23 Tahun AMAN yang lalu, pihaknya telah meminta kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur untuk segera membentuk dan melaksanakan tugas terkait dengan Tim Panitia Masyarakat Adat sesuai dengan mandat Surat Keputusan (SK) Bupati No. 199 Tahun 2019.
“Di samping meminta SK Bupati No. 199 Tahun 2019 (untuk) segera dijalankan, AMAN Flores Bagian Barat juga mendesak bupati untuk segera mengeluarkan Peraturan Bupati tentang Pengakuan Hak Masyarakat Adat Kabupaten Manggarai Timur,” tutur Ferdi.
Sementara itu, Willybrodus Bei Ou menuturkan bahwa AMAN Flores Bagian Tengah secara organisasi juga mendorong pemerintah dan DPR RI untuk segera mensahkan RUU Masyarakat Adat. Menurutnya, dengan adanya RUU Masyarakat Adat, berbagai konflik agraria, kehutanan, dan sumber daya alam lainnya dapat diatasi karena kehidupan Masyarakat Adat erat kaitannya dengan Tuhan, manusia, dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki setiap komunitas Masyarakat Adat.
Willy mengungkapkan, konflik-konflik yang menimpa Masyarakat Adat kerap terjadi akibat dominasi negara maupun perusahaan yang merampas hak Masyarakat Adat. Ia bilang, investor-investor yang terkadang datang membawa uang, menganggap diri sebagai penguasa.
“Kita lihat saja kasus-kasus perlawanan dari Masyarakat Adat yang selama ini terjadi,” ucap Willy. “Salah satunya adalah kasus pembangunan Waduk Lambo di Rendu, Nagekeo, NTT yang menjadi bukti nyata betapa negara tidak mampu melindungi rakyatnya. Sebaliknya, melakukan diskriminasi, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat Rendu, Ndora, dan Lambo.”
Menurut Willy, ketiga komunitas Masyarakat Adat itu sejak awal muncul wacana pembangunan Waduk Lambo, telah melakukan penolakan terhadap lokasi pembangunan waduk yang terletak di Lowo Se tersebut akan menenggelamkan permukiman, kuburan leluhur, area pertanian, lahan peternakan, sekolah, dan gereja serta berpotensi akan menimbulkan kerugian bagi Masyarakat Adat yang terdampak.
“Apabila waduk itu dipaksakan untuk dibangun, maka Masyarakat Adat Rendu, Ndora, dan Lambo akan kehilangan tanah warisan leluhur, mata pencaharian, entitas budaya, dan tempat tinggal,” tutur Willy.
Ketua AMAN Flores Bagian Tengah itu juga mengungkapkan bahwa dalam persoalan Waduk Lambo, negara benar-benar tidak melindungi Masyarakat Adat. Namun, sebaliknya, negara justru hadir bersama investor dan mengerahkan kekuatan aparat untuk memaksakan diri membangun waduk di atas wilayah adat milik Masyarakat Adat Rendu, Ndora, dan Lambo.
Sementara itu, Ketua AMAN Flores Bagian Timur Sius Nadus - melalui Koordinator Pelaksana Harian Marsel Djagom - mendukung penuh percepatan pembahasan RUU Masyarakat Adat mengingat meningkatnya konflik-konflik yang melibatkan Masyarakat Adat belakangan ini.
Di Flores dan Lembata, lanjut Marsel, perampasan hak Masyarakat Adat terjadi di mana-mana dari ujung barat hingga timur Flores dengan dalih pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat melalui proyek-proyek strategis nasional. Hak Masyarakat Adat diabaikan, pemaksaan dengan menggunakan aparat kepolisian dengan dalih pengamanan, tindakan kekerasan terhadap Masyarakat Adat, dan pelanggaran-pelanggaran lain pun terjadi, sehingga tidak heran jika kerap terjadi konflik antara Masyarakat Adat dan aparat di lapangan.
Marsel Djagom. Sumber foto: Dokumentasi AMAN.
“Kita lihat saja kasus pembangunan Waduk Lambo di Nagekeo yang saat ini kian memanas, kasus HGU Nangahale, kasus HGU Hokeng, dan masih banyak kasus Masyarakat Adat yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah,” tutur Marsel.
Ia berharap maraknya kasus-kasus yang menimpa Masyarakat Adat, para pemangku kebijakan - dalam hal ini Pemerintah Daerah dan DPRD di setiap kabupaten di NTT, khususnya Flores dan Lembata - dapat segera membentuk Peraturan Daerah masing-masing agar hak konstitusi Masyarakat Adat, dapat dilindungi.
“Kita berharap agar setiap kabupaten sudah bisa memiliki Peraturan Daerah tentang Pengaturan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat agar hak konstitusi Masyarakat Adat dapat dijamin dan diatur dalam peraturan itu,” pungkas Marsel.
***
Penulis adalah Staf Biro Infokom AMAN Nusa Bunga.