Oleh Apriadi Gunawan

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) membuka klinik hukum bagi Masyarakat Adat dan komunitas lokal yang ingin mencari keadilan. Klinik hukum yang didirikan pada 12 Juni 2022 itu bertujuan untuk menerima pengaduan dan melakukan konsultasi hukum atas masalah hukum, terutama bagi Masyarakat Adat yang mengalami masalah hukum, namun tidak memiliki akses untuk mendapatkan bantuan hukum. 

Ketua Badan Pelaksana PPMAN Syamsul Alam Agus mengatakan bahwa Masyarakat Adat memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

“Pemberian bantuan hukum ini, kita lakukan secara gratis. Tidak terbatas untuk Masyarakat Adat, tapi juga komunitas lokal. Ini kita lakukan untuk menjamin terlaksananya dan tercapainya keadilan bagi masyarakat dalam memperjuangkan hak-haknya yang mengalami ketidakadilan hukum,” kata Syamsul Alam pada Selasa (14/6/2022).

Syamsul mengatakan, dalam praktiknya, PPMAN mengajak Indonesia Police Watch (IPW) untuk merespons dugaan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian, seperti yang terjadi di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia mengakui bahwa sejauh ini, kegiatan pengaduan dan konsultasi hukum telah berproses dengan baik. Masyarakat pun tetap melakukan pengaduan dan berkonsultasi dengan PPMAN dan IPW.

Berdasarkan catatan PPMAN dan IPW, pengaduan umumnya terkait dengan masalah hukum yang dialami dan dihadapi oleh Masyarakat Adat Rendu, khususnya pembangunan Waduk Lambo.

Masyarakat Adat Rendu melakukan penolakan atas penetapan lokasi pembangunan waduk itu karena berpotensi menghilangkan identitas Masyarakat Adat, di mana di wilayah adat tersebut terdapat area atau tempat untuk ritual, kuburan leluhur, pengembalaan, pertanian dan permukiman. Masyarakat Adat Rendu meminta agar pembangunan waduk dipindahkan ke Malawaka dan Lowopebhu.

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso membenarkan bahwa sejauh ini, klinik hukum banyak menerima pengaduan dari Masyarakat Adat Rendu, termasuk penangkapan paksa, pemborgolan, dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat setempat.

“Apa yang dilakukan aparat kepolisian terhadap Masyarakat Adat Rendu, merupakan tindakan unprocedural (tidak sesuai dengan ketentuan atau prosedur hukum yang berlaku), pelanggaran disiplin, dan pelanggaran kode etik karena ada penangkapan terhadap Masyarakat Adat Rendu yang menolak pembangunan Waduk Lambo,” kata Sugeng.

Ia menyatakan bahwa penolakan yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Rendu bukan merupakan tindak pidana. Sehingga, polisi tidak perlu bertindak represif dan melakukan penangkapan terhadap Masyarakat Adat Rendu.

Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia, kepolisian berkewajiban melindungi keyakinan Masyarakat Adat, bukan melakukan tindakan represif.

“Hak menyatakan pendapat dalam menolak pembangunan waduk yang dilakukan Masyarakat Adat Rendu, harus dihargai dan dihormati. Tidak boleh serta-merta diproses hukum,” ujarnya.

Sugeng juga mengkritik adanya kepala adat yang dilaporkan karena diduga melanggar Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan laporan Tipe A. Menurutnya, pelaporan itu salah kaprah karena pemimpin ritual adat memiliki hak untuk memegang parang adat.

“Kegiatan-kegiatan adat tidak dapat dikriminalkan,” tandasnya.

Ketua Region PPMAN Bali Nusra Anton Yohanis Bala yang hadir dalam kegiatan konsultasi hukum yang diselenggarakan oleh PPMAN, mengecam tindakan Lurah Danga yang berupaya menghentikan kegiatan itu dengan alasan warga yang hadir berasal dari luar Kelurahan Danga serta penyelenggaran kegiatan tidak dilaporkan kepada pihak kelurahan. Padahal, tuan rumah dan PPMAN telah memberitahukan kegiatan kepada pegurus RT (Rukun Tetangga) setempat.

“Lurah Danga (menyalahgunakan kekuasaan) abuse of power, dia telah melakukan pelanggaran hukum. Kewajiban advokat untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, sementara hak masyarakat untuk diperlakukan sama di hadapan hukum,” kata Yohanis Bala di lokasi berlangsungnya kegiatan klinik hukum yang diselenggarakan di rumah anggota PPMAN di Kelurahan Danga, Kabupaten Nagekeo, NTT.

Yohanis Bala mengatakan, seharusnya pihak kelurahan mendukung kegiatan klinik hukum itu karena sangat bermanfaat untuk masyarakat yang mencari keadilan. Ia menegaskan bahwa PPMAN berkomitmen untuk terus membantu masyarakat yang mengalami ketidakadilan hukum, khususnya Masyarakat Adat Rendu.

“PPMAN akan terus mendampingi Masyarakat Adat Rendu hingga mereka mendapatkan keadilan. Sebaliknya, kita akan melaporkan pihak-pihak yang selama ini menyalahgunakan kewenangannya untuk menindas Masyarakat Adat Rendu,” Yohanis Bala.

***

Writer : Apriadi Gunawan | Jakarta
Tag : PPMAN Masyarakat Adat Rendu Indonesia Police Watch