Oleh Isnah Ayunda bersama Apriadi Gunawan

Syamsiah kesal. Perempuan adat dari Masyarakat Adat Suku Balik di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur itu, tidak bisa menyimpan rasa kecewa ketika Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pengujian yudisial (judicial review) atas Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang diajukan oleh AMAN. Ia heran atas putusan tersebut.

Tak hanya Syamsiah, putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi pada 31 Mei 2022, juga menimbulkan rasa kecewa yang mendalam bagi warga Masyarakat Adat Suku Balik lainnya yang tidak pernah dilibatkan dalam rencana pembangunan IKN.

“Masyarakat Adat Suku Balik tidak pernah dilibatkan dalam IKN. Padahal, saya penduduk asli daerah sini. Aneh rasanya, penduduk asli hanya jadi penonton di kampungnya sendiri,” kata Syamsiah dengan nada geram.

Ia mengaku bahwa sampai saat ini, ia tidak pernah diberi tahu, apalagi dimintai pendapat soal pemindahan IKN ke PPU. Menurutnya, itu tidak lazim untuk sebuah proyek raksasa.

Boro-boro diminta pendapat, diajak diskusi saja tidak pernah. Tiba-tiba dengar IKN sudah dipindah ke sini,” katanya pada Senin (13/6/2022).

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan serangkaian kegiatan simbolik di kawasan IKN sebagai wujud dimulainya pembangunan IKN. Rangkaian kegiatan itu diawali dengan prosesi penyatuan tanah dan air yang diambil dari 34 provinsi di Indonesia. Jokowi memimpin jalannya prosesi penyatuan tanah dan air di Titik Nol IKN pada 14 Maret 2022 lalu.

Proses pembangunan IKN pun diprotes oleh Masyarakat Adat di PPU. Mereka menyatakan kecewa atas sikap pemerintah yang terkesan terburu-buru membangun IKN yang secara substansi tidak mengakomodir pengakuan dan perlindungan hak Masyarakat Adat.

Tidak cukup dengan melampiaskan rasa kecewa, Masyarakat Adat Suku Balik menggugat UU IKN dengan diwakili oleh Yati Dahlia dan 83 kepala keluarga yang tinggal di kawasan yang berjarak hanya sekitar enam kilometer dari Titik NoL. Gugatan tersebut diajukan bersama berbagai organisasi dan individu yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Gugat Pemindahan Ibu Kota Negara (ARGUMEN), di mana terdapat AMAN, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, dan lain-lain. Namun, gugatan tersebut kandas.

MK menolak enam perkara pengujian atas UU IKN pada sidang yang berlangsung pada Selasa (31/5/2022). Salah satu perkara yang tidak diterima, adalah permohonan ARGUMEN.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa permohonan uji formil UU IKN yang diajukan Busyro dan kawan-kawan itu tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan di MK. MK memandang bahwa tenggat 45 hari setelah UU dimuat dalam Lembaran Negara, sebagai waktu yang cukup untuk mengajukan pengujian formil terhadap UU. Sementara itu, MK menganggap pengajuan uji formil yang dilayangkan, sudah melewati tenggat waktu 45 hari, di mana pemohon mengajukan permohonan pada hari ke-46.

Masyarakat Adat di PPU adalah pihak yang terdampak langsung dari pemindahan maupun pembangunan IKN. Mereka khawatir digusur dari wilayah adat atau tempat tinggal mereka saat ini. Mereka juga resah jika suatu saat harus direlokasi dari tempat tinggal mereka karena tidak ingin tercerabut dari sejarah dan identitas sebagai Suku Balik.

Sekarang, kabarnya, seluruh masyarakat di sana tidak diperbolehkan mengurus surat tanah. Fakta itu menunjukan bahwa UU IKN tidak memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang tinggal di wilayah IKN.

Pemangku adat dari Suku Balik, yaitu Sibukdin, menyatakan bahwa Masyarakat Adat tidak pernah menentang pembangunan IKN. Masyarakat Adat Suku Balik hanya menentang adanya peminggiran dan penghilangan identitas budaya Masyarakat Adat dan hak atas wilayah adat.

“Masyarakat Adat Suku Balik ingin ada pengakuan maupun perlindungan dari pemerintah, terutama pengakuan dan perlindungan terhadap wilayah adat yang masih tersisa,” kata Sibukdin.

Ia berharap tempat tinggal, wilayah kelola, dan situs-situs sejarah tidak diganggu oleh pembangunan IKN.

“Silahkan berjalan, tetapi hak-hak kami jangan diganggu! Kami tidak mau dipindahkan (relokasi) dari tempat kami. Ini Tanah Air kami. Kami tidak mau menjadi orang asing di Tanah Air kami sendiri,” tandasnya.

Sibukdin mengatakan, mereka ingin diperhatikan oleh pemerintah, baik pengakuan hak atas wilayah adat, hak pendidikan yang layak, maupun hak atas pekerjaan yang memadai. Ia menegaskan bahwa secara prinsip, mereka tidak ingin mengganggu pemindahan IKN di PPU.

Hal senada disampaikan oleh tokoh Masyarakat Adat Suku Balik lainnya, yaitu Medan. Ia menuturkan, sejak beredar kabar bahwa IKN dipindah ke PPU, Masyarakat Adat tidak pernah dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan.

“Suku Balik mengenal befekat (semacam musyawarah adat) dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga hal itu selalu tertanam dalam diri kami. Ketika IKN dipindahkan ke daerah kami tanpa melibatkan dan mendengarkan apa yang diharapkan oleh Suku Balik, itu membuat kami kecewa,” ungkapnya.

***

Penulis adalah jurnalis rakyat dari PPU

Writer : Isnah Ayunda dan Apriadi Gunawan | Jakarta
Tag : UU IKN Penajam Paser Utara Suku Balik