Oleh Apriadi Gunawan 

Empat ekor sapi milik Lalu Kesuma Djayadi sudah hampir sebulan ini terbaring lemas di kandangnya. Sapi-sapi itu tidak mau bangun, bahkan tidak punya selera makan. Rumput hijau yang ditumpukkan di samping kandang, tidak disentuh oleh hewan herbivora tersebut.

Djayadi prihatin melihat kondisi kesehatan sapi-sapinya yang kian hari semakin memburuk. Setelah diperiksa, sapi-sapi kesayangannya itu ternyata telah terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK) yang sedang mewabah di Tanah Air.

Namun, mantan Dewan Pemuda Adat Region Bali-Nusra itu punya teman-teman di Komunitas Masyarakat Adat Segala Anyar Paer Pujud yang punya pengalaman menyembuhkan penyakit sapi tersebut. Berbekal ramuan tradisional berupa daun sirih dan garam, kesehatan sapi-sapi Djayadi dapat berangsur-angsur pulih.

“Ramuan tradisional itu saya semprotkan di bagian kuku dan mulut sapi agar tidak infeksi. Beberapa hari kemudian, sapinya sehat,” kata Djayadi pada Jumat (24/6/2022).

Djayadi mengutarakan bahwa sapi-sapinya kini mulai mau makan setelah diberi ramuan tradisional dan mendapat tiga kali suntikan dari petugas kesehatan. Ia mengaku tidak percaya sapi-sapinya bisa sembuh secepat itu karena sebelumnya kondisi kesehatan sapi miliknya sudah parah.  

“Kukunya sudah dipenuhi ulat belatung karena infeksi, mulutnya berliur. Parahnya, sapi tidak mau makan. Tipis untuk bertahan hidup. Saya sudah pasrah,” ujarnya.

Kini, Djayadi bisa bernapas lega karena berkat ramuan tradisional dan dukungan dari petugas kesehatan setempat, sapi miliknya sudah sembuh dari PMK. Ia mengatakan bahwa sejauh ini, belum ada ternak sapi yang mati karena PMK di kediamannya di Desa Segala Anyar, Kecamatan Pujud, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

“Dari sekitar 10 ribu ternak sapi yang terjangkit PMK, satu pun belum ada yang mati di kampung kami,” kata Djayadi.

Pria berusia 33 tahun itu mengaku, selama puluhan tahun beternak sapi, baru kali ini merasakan dampak yang parah akibat PMK. Selain harga jual sapi anjlok, masyarakat juga tidak berani mengonsumsi daging sapi akibat wabah PMK.

Djayadi menyebut, biasanya, saat kondisi normal harga jual sapi bisa mencapai Rp15-30 juta per ekor. Tetapi, ketika wabah terjadi, harga sapi di Lombok Tengah anjlok di kisaran Rp7 juta per ekor. Meski sudah anjlok, peternak tetap susah menjual sapi-sapinya ke masyarakat.

“Masyarakat takut mengonsumsi daging sapi. Mereka lebih memilih beli ikan atau udang sebagai pengganti daging sapi sejak merebaknya wabah PMK,” ungkapnya.

Kondisi yang sama terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Para peternak sapi di daerah tersebut resah dengan merebaknya wabah. Sementara itu, ketersediaan obat dan vaksin masih terbatas. Akibatnya, para peternak harus ekstra waspada menjaga sapi-sapinya agar tidak terpapar PMK.

Ayi, seorang peternak sapi asal Kampung Cidadap di Kecamatan Lembang, mengatakan bahwa untuk mengantisipasi wabah PMK, ia dan para peternak lainnya membuat ramuan yang terbuat dari bahan-bahan tradisional, seperti olahan jahe, kunyit, jeruk lemon, gula merah, telur, dan madu. Pria berusia 56 tahun itu mengaku kalau ramuan tersebut manjur untuk menyembuhkan penyakit mulut dan kuku yang menyerang sapi.

"Tadinya, sapi saya tidak mau makan, tapi setelah diberi ramuan tradisional itu, sekarang sapi-sapi saya sudah mulai mau makan," katanya dengan nada gembira.

Ayi menyebut, dari sembilan ekor sapi miliknya, tujuh di antaranya terserang PMK dan sekarang berangsur sembuh. Ia mengungkap bahwa bukan hanya sapi miliknya yang terjangkit PMK, tapi hampir semua ternak sapi di Desa Cibodas dan Suntenjaya juga terserang PKM.

“Jumlahnya ratusan,” katanya singkat.

Pemerintah sedang melakukan berbagai upaya untuk penanganan wabah PMK. Berdasarkan data per 22 Juni 2022 pada pukul 24:00 WIB, PMK telah terjadi di 19 provinsi, 213 kabupaten/kota, dan 1.755 kecamatan. Sedangkan jumlah peternak yang terdampak PMK, - sampai ketika tulisan ini dibuat (23/06/2022) - diperkirakan telah mencapai sekitar 200 ribu peternak dengan jumlah hewan ternak yang terjangkit (terutama sapi) sebanyak 226.317 ekor (sakit). Dari jumlah ternak yang terpapar, sebanyak 71.711 ekor sembuh, 2.154 ekor dipotong bersyarat, dan 1.262 ekor mati.

Selain sapi, PMK juga sudah terdeteksi secara terbatas mulai menyerang ternak kerbau, kambing, domba, dan babi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, untuk penanganan PMK di daerah, akan berbasis level mikro, seperti yang dilakukan dalam penanganan Covid-19, di mana terdapat larangan bergerak atau berkeliaran untuk hewan ternak hidup di level kecamatan yang terdampak PMK.

Airlangga menyebut bahwa hingga 23 Juni 2022, ada 1.755 kecamatan (38 persen dari total 4.614 kecamatan) yang terdampak PMK di 213 kabupaten/kota. Ia mengatakan, untuk mengatasi wabah PMK, pemerintah telah membentuk Satgas Penanganan PMK yang akan dipimpin oleh Kepala BNPB.

Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto yang akan ditugaskan sebagai Ketua Satgas Penanganan PMK, menegaskan bahwa satgas yang terdiri dari unsur lengkap BNPB, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, TNI/Polri, dan Pemerintah Daerah akan segera bekerja untuk menangani wabah PMK.

"Hal-hal yang dilakukan dalam penanganan Covid-19, akan diterapkan dalam penanganan PMK, dan (kami) akan langsung turun ke daerah merah, sehingga penanganan PMK bisa dilakukan secepat mungkin," kata Suharyanto.

***

Writer : Apriadi Gunawan  | Jakarta
Tag : Masyarakat Adat BPAN PMK