Oleh Apriadi Gunawan

Pada awalnya, Dewi Kustina sempat merasa pusing dan tubuhnya panas dingin usai mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 dosis pertama. Kondisi itu dirasakannya selama tiga hari berturut-turut. Namun, setelah minum jamu racikan leluhur, tubuhnya lekasi pulih dan menjadi segar.

“Itu saya alami sendiri saat vaksin pertama. Saya tidak minum jamu, tiga hari berturut-turut (pusing dan panas dingin) tidak sembuh, tapi setelah minum jamu ini saya segar,” kata Dewi, perempuan adat asal Masyarakat Adat Montong Baan, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) saat menceritakan pengalamannya mengonsumsi jamu tradisional.

Ia mengaku, bukan hanya dirinya yang telah merasakan khasiat dari jamu olahan para perempuan adat dari Desa Montong Baan Selatan, Kecamatan Sikur itu, tetapi juga banyak orang di berbagai Nusantara, bahkan luar negeri.

“Tiga minggu lalu, ada yang inbox (kirim pesan melalui media sosial) dari Malaysia. Dia orang Lombok, tanya ke saya untuk pesan jamu. Kemudian, saya kirim jamunya,” ungkap anggota PEREMPUAN AMAN Pengurus Harian Komunitas (PHKom) Montong Baan itu.

Ia menerangkan bahwa kebanyakan orang yang mengonsumsi jamu racikan khas para perempuan adat dari Montong Baan, memang sudah tahu atau mengalami khasiat dari jamu tersebut. Para pemesan dari negara tetangga itu umumnya adalah para pekerja perkebunan sawit.

Ramuan herbal yang menjadi warisan leluhur Masyarakat Adat Montong Baan tersebut, telah diproduksi, dikemas, dan didistribusikan dalam skala usaha kecil oleh sejumlah kelompok perempuan adat. Sejak tahun lalu, khususnya ketika pandemi melanda, jamu-jamu itu kian memiliki peminat yang luas. Selain untuk pasar lokal di NTB, bermacam produk jamu pun dipasarkan ke Bali.

“Ada yang minum jamu setelah vaksin. Mereka tidak merasakan apa-apa, dalam arti tidak merasakan efek dari vaksin itu. Lalu, cerita berkembang dari satu orang ke orang lain soal khasiat jamu. Akhirnya, berbondong-bondong orang cari jamu,” kata Dewi. Produk-produk perempuan adat tersebut akhirnya semakin dikenal orang dengan sebutan Jamu Erot. “Alhamdulillah, mereka sehat. Tidak ada komentar buruk.”

Pembuatan jamu menjadi salah satu kegiatan yang hingga sekarang ditekuni oleh para perempuan adat di Lombok. Mereka menjadi perajin jamu yang terbuat dari olahan jahe merah, kunyit, temu lawak, dan beragam rempah yang ditanam di kebun-kebun di wilayah adat. Dengan usaha yang tekun, perempuan adat seolah menyulap jamu menjadi komoditi yang bernilai untuk mendukung kesehatan masyarakat sekaligus menopang perekonomian.

Para perempuan adat yang tergabung dalam PEREMPUAN AMAN PHKom Montong Baan pun semakin berkembang dari yang awalnya beranggotakan hanya 30 orang pada 2019 lalu, kini menjadi 50 orang.

Dewi bercerita bahwa ide dan upaya dalam mengembangkan jamu, terinspirasi dari ketangguhan para perempuan adat sendiri di masa pandemi. Mereka rajin mengonsumsi jamu dengan resep yang diwariskan dari generasi ke generasi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

“Jadi, jamu yang kami kembangkan ini resep leluhur,” tandasnya.

Dewi menerangkan bahwa mulanya, mereka tidak buat banyak, tapi sekitar 30 kg sebagai percobaan. Awalnya, jamu-jamu dikonsumsi pribadi untuk anggota PEREMPUAN AMAN di sana. Namun, dalam perkembangannya, respons positif dan permintaan berdatangan.

“Sekarang, kita sudah bisa memasarkannya lewat online,” ujar Dewi. Ia menyatakan kalau produksi awal tersebut masih dilakukan secara manual. “Kita masih memakai alat seadanya. Belum ada penggilingan. Masih manual, mulai dari cara pengupasan,

penumbukan, dan pelembutannya.”

Pembuatan jamu diawali dengan cara mengumpulkan bahan-bahan, kemudian bahan-bahan tersebut dikupas, dicuci bersih, dan diiris tipis-tipis untuk masuk ke tahap pengeringan di bawah terik matahari langsung selama empat sampai lima hari, tergantung kondisi cuaca. Produksi jamu sempat meroket hingga lima ribu kemasan, di mana keuntungan sebesar 30 persen dari modal kini telah mampu membantu perekonomian perempuan adat dan keluarganya di tengah krisis Covid-19. Semua keuntungan dibagi rata kepada anggota.

“Kita kerja kelompok, jadi hasilnya juga dibagi bersama. Tidak ada yang merasa kelebihan dan kekurangan, semua dibagi rata,” ujarnya.

***

Writer : Apriadi Gunawan | Jakarta
Tag : PEREMPUAN AMAN PHKOM Montong Baan Perempuan Adat