Kampung Sebagai Kekuatan Ekonomi Masyarakat Adat
12 Agustus 2022 Berita Apriadi GunawanOleh Apriadi Gunawan
Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMAN Rukka Sombolinggi menyatakan bahwa kekuatan ekonomi Masyarakat Adat berada di kampung. Oleh karena itu, Masyarakat Adat harus memastikan keberadaan sumber-sumber ekonomi di wilayah adat.
Rukka menyebut kalau setiap kampung sebenarnya punya kekuatan dengan pasarnya masing-masing. Tidak usah mimpi ekspor-impor, hitung saja dulu belanja di dapur, katanya.
“Itu cara menghitung kekuatan kita,” Rukka menambahkan pada sambutannya dalam acara “Training Kelembagaan Ekonomi dan Pemasaran” di Bogor, Jawa Barat pada 10-12 Agustus 2022. “Ini daya tahan sistem di kampung. Sesederhana itu kita mengukur kekuatan ekonomi Masyarakat Adat di kampung.”
Pelatihan yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengembangan Ekonomi dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari (PEPSAL) itu diikuti oleh sejumlah perwakilan dari Kelompok Usaha Milik Masyarakat Adat (KUMA) dan Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) serta bertujuan untuk memberikan penguatan pemahaman dan ketangkasan teknis kepada pelaku KUMA maupun BUMMA mengenai kelembagaan ekonomi dan pemasaran produk Masyarakat Adat.
Sejauh ini, AMAN telah mendukung lebih dari 190 kelompok usaha di berbagai komunitas Masyarakat Adat yang telah menjadi anggota AMAN serta 21 BUMMA di tingkat Komunitas Masyarakat Adat, daerah, wilayah, dan nasional. Bermacam kelompok usaha tersebut dimotori oleh kader-kader dari wilayah adat yang memiliki semangat untuk mengembangkan potensi ekonomi dan usaha yang ada di wilayah adat, termasuk produk Masyarakat Adat di bidang pangan, kerajinan, hasil pertanian atau perkebunan, dan pengembangan jasa lingkungan lainnya.
Rukka menyatakan, jangan menyebut mandiri meski sudah punya BUMMA besar, tapi dari sisi evaluasi ekonomi, masih kecil. Kita harus cek agar BUMMA bisa beroperasi dengan biaya paling murah, namun efektif merebut kedaulatan ekonomi di kampung. Ia mencontohkan, di Kalimantan Tengah, terdapat produk ikan asin dengan kualitas ekspor. Menurutnya, produk kita harus ada yang premium, tapi jangan diproduksi massal karena bisa membuat kampung rusak.
Rukka juga mengajak Masyarakat Adat untuk memastikan agar komoditi yang primer itu yang dimakan (dikonsumsi kampung), sementara kelebihannya bisa dijual keluar kampung. Itu penting dikelola karena kita semua sudah mengikuti ekonomi global dan modern, komentarnya. Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa kegiatan ekonomi yang dikelola tersebut memiliki tujuan untuk memulihkan diri dan memuliakan diri kita sebagai Masyarakat Adat.
Produk tenun karya Masyarakat Adat Kajang yang didistribusikan di Gerai Nusantara. Sumber foto: Dokumentasi AMAN.
Ia pun mengingatkan agar kita meletakkan gerakan ekonomi dalam kehidupan kita sebagai Masyarakat Adat. Menurutnya, gerakan ekonomi itu tidak bisa dimaknai hanya sebagai upaya untuk menghasilkan uang, tapi terhubung dengan pemetaan wilayah adat. Setelah wilayah adat ditetapkan, baru kita bisa duduk bersama merancang rencana hidup kita seperti apa ke depan, katanya.
Rukka menjelaskan bahwa di AMAN, ada yang disebut dengan lestari (berkelanjutan) dan adil. Lestari artinya bagaimana kita memastikan ilmu pengetahuan tetap berlanjut, sistem adat tetap berlanjut, termasuk modal produksi tetap berlanjut dan nilai keramat terhadap alam.
“Jadi, kalau kita mau buat usaha dengan memotong gunung, itu tidak berkelanjutan karena sudah jahat terhadap alam. Buat usaha, tapi mengalihkan sungai, itu tidak benar,” katanya.
Sementara itu, adil adalah bagaimana kita berjalan bersama dan manfaatnya digunakan pula bersama-sama.
Ia juga menerangkan bahwa Masyarakat Adat harus melakukan pemulihan. Ciri khas yang paling mendasar untuk itu, salah satunya adalah masih melaksanakan ritual, musyawarah adat, dan bergotong-royong. Kalau di kampung sudah tidak ada ketiga hal itu, maka kita harus cari penyebabnya dan menggunakan seluruh aktivitas kita untuk memulihkannya.
“Gotong royong itu bukan hanya sekedar kumpul-kumpul dan bersih-bersih, tapi bagian untuk memperkuat identitas dari kampung,” katanya dengan mengakui bahwa perihal itu ia pelajari dari kedua orangtuanya yang pula pernah menerapkan hal serupa ketika membangun jalan di kampung. Baginya, gotong-royong adalah bagian dari kekuatan Masyarakat Adat.
Rukka mengatakan bahwa sesungguhnya Masyarakat Adat telah memastikan ketersediaan pangan dan logistik bagi masyarakat, sehingga pekerjaan kita di ekonomi menjadi sangat penting karena dari sisi pasar, kita selalu di pihak yang dipaksa kalah atau dikuras supaya tidak berdaya. Ia pun menegaskan bagaimana berbagai kebijakan yang ada saat ini tidaklah berpihak kepada Masyarakat Adat.
“Mari, kita bergotong-royong!”
***