Masyarakat Adat Selamat dari Bencana Gempa Cianjur
22 November 2022 Berita Apriadi GunawanOleh Apriadi Gunawan
Yayan Hermawan panik saat lingkungan di sekitar tempat tinggalnya dilanda gempa. Orang-orang berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri sambil berteriak histeris: “Gempa!”
Yayan langsung bergegas menuju rumahnya di Garut. Ia ingin memastikan keluarganya yang sedang berada di dalam rumah, dalam keadaan selamat.
“Alhamdulillah, semua keluarga saya selamat. Tidak ada yang terluka,” katanya saat dihubungi usai terjadi gempa pada Senin (21/11/2022).
Gempa bumi berkekuatan 5,6 Skala Richter (SR) melanda Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin, 21 November 2022. Sumber gempa di kedalaman 10 kilometer itu terjadi sekitar pukul 13.21 WIB. Gempa tersebut tergolong sebagai gempa dangkal. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa penyebab gempa diduga akibat aktivitas sesar Cimandiri atau sesar Padanglarang.
Yayan menuturkan bahwa lokasi gempa yang terjadi di Cianjur itu tergolong jauh dari rumahnya di Garut. Butuh waktu sekitar 4-5 jam perjalanan darat untuk sampai ke pusat gempa. Namun, getaran gempa dirasakan cukup kuat oleh masyarakat Garut dan sekitarnya, bahkan hingga ke Jakarta.
Ia menerangkan bahwa Garut merupakan wilayah dengan skala intensitas gempa tertinggi kedua setelah Cianjur. Garut memiliki skala IV-V Modified Mercalli Intensity (MMI), sementara Cianjur dengan skala V-VI MMI yang berarti getaran gempa dirasakan hampir oleh semua penduduk dan membuat penduduk terbangun. Daerah-daerah lain, meliputi Cimahi, Lembang, Kota Bandung, Cikalong Wetan, Rangkasbitung, Bogor, dan Bayah, masuk ke dalam daerah dengan kategori skala III MMI.
Yayan yang kini menjabat sebagai Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Garut mengaku sudah menghubungi beberapa tokoh Masyarakat Adat yang daerahnya terkena dampak gempa.
“Saya sudah cek setiap daerah yang terdampak gempa. Tidak ada satu pun Masyarakat Adat kita yang menjadi korban. Semuanya selamat,” katanya dengan napas lega.
Yayan menambahkan bahwa itu terjadi karena sebagian besar Masyarakat Adat kita banyak yang tinggal di pinggiran kota. Selain itu, rumah yang ditempati oleh Masyarakat Adat kita, sebagian besar masih terbuat dari kayu, sehingga tidak mudah rusak saat diguncang gempa.
Yayan menyatakan bahwa hal tersebut berbeda dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan yang sebagian besar tempat tinggalnya terbuat dari beton.
“Umumnya, yang banyak korban (berada) di perkotaan. Rumah mereka hancur diguncang gempa,”ungkapnya.
Yayan menyatakan meski saat ini intensitas gempa sudah menurun, namun dirinya terus mengingatkan Masyarakat Adat, terutama yang tinggal di pinggir laut, untuk tetap meningkatkan kewaspadaan. Sebab, katanya, sekarang air sedang membesar di pinggir laut.
“Saat ini, air laut membesar. Saya sudah pesankan kepada kawan-kawan agar jangan banyak main di laut, (sementara) yang punya perahu, (aktivitas sementara dihimbaukan agar) dihentikan,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cianjur, jumlah korban meninggal dunia akibat gempa bumi Cianjur, telah bertambah menjadi 162 orang, sementara yang luka-luka 326 orang dan yang mengungsi mencapai 13.784 orang. Selain itu, ada 2.345 rumah mengalami rusak sedang hingga berat. Kemudian, ada tiga titik jalan nasional yang tertutup akibat tanah longsor.
“Mohon izin saya akan menyampaikan berita buruk,” kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat menggelar konferensi pers di Kantor Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/2022) malam. “Berdasarkan data yang diperoleh dari call center BPBD Cianjur, tercatat 162 orang meninggal dunia dan 326 lainnya luka-luka."
Ridwan Kamil menerangkan bahwa rata-rata korban yang meninggal dunia, merupakan anak-anak karena saat persitiwa gempa terjadi, anak-anak tengah berada di dalam ruang kelas sekolah dan madrasah.
“Kita prihatin banyak anak yang meninggal karena ketika kejadian mereka tengah mengikuti pembelajaran di sekolah dan madrasah," katanya.
***