AMAN Tano Batak Soroti Perda & Hutan Adat
16 Januari 2023 Berita Risnan Ambarita dan Apriadi GunawanOleh Risnan Ambarita bersama Apriadi Gunawan
AMAN Tano Batak menyoroti lambatnya proses implementasi Peraturan Daerah (Perda) Masyarakat Adat di Tano Batak, Sumatera Utara (Sumut), khususnya kawasan Danau Toba. Selain itu, juga konflik agraria di sana yang masih terus terjadi karena minimnya penetapan hutan adat.
Ketua AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak menyatakan bahwa kedua hal tersebut masih mendominasi permasalahan sepanjang 2022 lalu. Roganda menyebut penerbitan Perda Masyarakat Adat sangat lambat, bahkan tidak berjalan di Kabupaten Toba.
Di Kabupaten Samosir, sebut Roganda, Perda Masyarakat Adat masih menunggu proses registrasi, padahal itu sudah diparipurnakan dua tahun lalu dari Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumut.
Sedangkan untuk Kabupaten Humbang Hasundutan, Perda bersifat khusus dan terbatas hanya untuk Pandumaan-Sipituhuta yang secara administrasi berada di Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, sehingga perlu direvisi lagi agar menjadi Perda payung untuk kabupaten tersebut.
Sementara itu, terkait penetapan hutan adat juga masih minim. Roganda mengungkap bahwa dari 74.157 hektar hutan adat yang ada di kawasan Danau Toba, hanya 7.200 hektar yang mendapat penetapan Surat Keputusan Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Lokasi Hutan Adat dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
“Ini bukti kemauan politik Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat sangat minim dalam mengakui dan melindungi hak Masyarakat Adat,” kata Roganda saat memaparkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2022 AMAN Tano Batak di Medan pada Senin (09/01/2023).
Roganda menuturkan bahwa luasan hutan adat yang diakui pemerintah saat ini masih sangat kecil dibandingkan pemberian izin kepada perusahaan PT Toba Pulp Lestari TPL), proyek food estate, dan proyek pembangunan pariwisata yang kerap menimbulkan banyak konflik di Tano Batak.
Direktur Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Delima Silalahi yang turut hadir dalam pemaparan Catahu AMAN Tano Batak, menyatakan kalau sebenarnya di Tano Batak, tidak ada marga yang tidak punya tanah. Ia menyebut, setidaknya ada 500-an marga yang sudah punya huta dan tanah di Tano Batak. Sedangkan, 60 persen daratan di kawasan Danau Toba masuk klaim kawasan hutan negara yang tidak pernah melibatkan Masyarakat Adat. Apalagi, sejak 1980-an, banyak industri yang masuk ke Tano Batak dan merampas ruang hidup Masyarakat Adat.
Janpatar Simamora, Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan, juga menyatakan bahwa semua orang tahu kalau jauh sebelum ada negara, Masyarakat Adat sudah hadir dan eksis. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pun sudah mengakui tanah adat. Kemudian, sebut Janpatar, keadilan restoratif justru memakai konsep hukumnya Masyarakat Adat.
“Tapi, mengapa kita sangat sulit mengakui keberadaan Masyarakat Adat serta hak-hak yang melekat pada mereka,” tutur Janpatar.
Dia menerangkan bahwa mandeknya RUU Masyarakat Adat saat ini sangat berpengaruh terhadap perjuangan teman-teman yang selama ini menyuarakan itu. Sadar atau tidak, hukum formal justru merujuk kepada hukum yang hidup di masyarakat, termasuk hukum adat.
“Masyarakat Adat butuh suara-suara yang mendukung mereka. Itu yang perlu kita seriusi,” tandasnya.
Kader AMAN Abdon Nababan yang saat ini maju menjadi calon anggota DPD RI dari Sumatera Utara, menyatakan bahwa ada lima manfaat ketika Masyarakat Adat mendapat pengakuan dan perlindungan, yaitu mendorong dan memperkuat konstitusionalisme dalam penyelenggaraan negara, mencegah dan menyelesaikan konflik sosial dan agraria yang terus meningkat, meningkatkan kapasitas berusaha, memperluas kewenangan dan meningkatkan akses Pemerintah Daerah terhadap pengelolaan sumber daya alam di daerahnya, serta memberi ruang untuk pemulihan jati diri (identitas budaya) bangsa yang beragam.
“Lima manfaat ini belum dirasakan oleh Masyarakat Adat sampai saat ini," kata Abdon sembari mengajak kita untuk terus memperjuangkan hak Masyarakat Adat.
***
Penulis (Risnan Ambarita) adalah jurnalis Masyarakat Adat di Tano Batak, Sumatera Utara