AMAN Dukung Keberadaan Kampung Adat di Jayapura
07 Februari 2023 Berita Nesta MakubaOleh Nesta Makuba
AMAN mendukung keberadaan kampung adat di Kabupaten Jayapura, Papua sebagai bentuk implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) terhadap keberpihakan Masyarakat Adat.
Ketua AMAN Jayapura Benhur Wally menyatakan bahwa kampung adat yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura bersama Gugus Tugas Masyarakat Adat serta NGO (organisasi masyarakat sipil), patut didukung keberadaannya. Ia mengatakan, langkah itu harus diapresiasi sebagai wujud implementasi UU Otsus yang berpihak kepada Masyarakat Adat.
“Kampung adat di Jayapura patut didukung. Ini wujud dari implementasi UU Otonomi Khusus,” kata Benhur Wally pada Senin, 7 Februari 2023.
Benhur menyatakan kalau pihaknya menghormati jika ada sebagian kelompok yang masih menolak dan tidak menginginkan adanya kampung adat di Jayapura. Menurutnya, penolakan itu bagian dari aspirasi yang harus dihargai.
“Kami menghargai aspirasi sebagian kelompok yang menolak dan tidak menginginkan kampung adat. Itu bagian dari cara pandang mereka,” ujarnya.
Benhur menyebut bahwa lembaga adat, kampung adat, hutan adat, tanah adat, dan sekolah adat perlu diselamatkan karena keberadaanya dirasa penting di setiap wilayah adat. Untuk itu, AMAN Jayapura mencoba untuk terus mendampingi agar proses eksekusi dari perwujudan UU Otsus tersebut berjalan sesuai harapan.
Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Sentani Tumur (Ralibhu) Irenius Pepuho menjelaskan bahwa pembentukan kampung Adat di Kabupaten Jayapura, merupakan kesepakatan awal dengan almarhum Demas Tokoro. Mantan Ketua DAS Sentani Bhuyaka itu mengusulkan agar seluruh kampung di bawah Keondofoloan Sentani atau Bhuyaka, harus menjadi kampung adat.
“Ini sudah dicanangkan oleh Dewan Adat Suku pada saat kebangkitan Masyarakat Adat yang pertama di Kabupaten Jayapura,” ungkapnya.
Irenius menyarankan kepada pihak-pihak yang berbeda pandangan soal kampung adat, harus melihat kampung adat dari kacamata Masyarakat Adat karena itu merupakan jati diri atau eksistensi dari Masyarakat Adat di atas wilayah adatnya.
“Orang-orang tertentu yang menolak kampung adat, harus melihat kampung adat merupakan jati diri Masyarakat Adat,” imbuhnya.
Irenius menerangkan bahwa saat ini Masyarakat Adat menjadi korban dari penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Desa, sehingga kapasitas dan kewenangan ondofolo tidak lagi dihargai sebagai pemilik dan leluhur atas tanah, air, hutan, dan manusia.
Sebelumnya, puluhan warga yang mengatasnamakan “Masyarakat NKRI” melakukan aksi menolak kampung adat yang disahkan oleh Pemerintah Pusat untuk Kabupaten Jayapura. Aksi damai tersebut digelar di halaman parkir Kantor Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jayapura, Sentani, pada Selasa (24/1/2023).
Para pengunjuk rasa berasal dari enam kampung adat, antara lain Kampung Yokiwa, Ayapo, Babrongko, Homfolo, Ifar Besar, dan Yoboi. Keenam kampung tersebut berasal dari tiga distrik di Kabupaten Jayapura, di mana Kabupaten Jayapura sendiri memiliki 19 distrik dan 139 kampung.
***
Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat dari Jayapura, Papua.