Marak Konflik Agraria Menjelang Pemilu
19 Maret 2013 Berita Infokom AMANDalam enam bulan terakhir saja setidaknya 218 orang anggota komunitas adat ditahan oleh aparat akibat konflik masyarakat adat. VHRmedia, Jakarta –Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat eskalasi konflik agraria dan pelanggaran HAM masih sangat tinggi dan makin marak di tahun 2013. Dalam enam bulan terakhir saja setidaknya 218 orang anggota komunitas adat ditahan aparat. Meski sebagian besar sudah dibebaskan namun 10 persen lainnya masih harus harus menjalani proses hukum. “AMAN memperkirakan eskalasi konflik agraria dan sosial akan semakin meningkat setahun ke depan. Hal ini seiring dengan dinamika politik yang makin tinggi menuju Pemilu dan Pilpres 2014,” kata Sekjen AMAN Abdon Nababan. Dia menyebut ijin-ijin Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah-wilayah adat akan lebih banyak dikeluarkan untuk mendapatkan dana segar demi bagi pembiayaan pemenangan jabatan-jabatan politik bagi pemilu atau pilpres. Terkait dengan Pemilu dan Pilpres 2014, Abdon Nababan mengatakan masyarakat adat akan memilih partai politik yang siap mengesahkan RUU Masyarakat Adat menjadi UU. “Setiap suara masyarakat adat tidak boleh mendukung, apalagi memilih calon legislator, calon presiden yang maju dari partai yang tidak mendukung pengesahan rancangan undang-undang tersebut,” kata Abdon Nababan. Selain soal pemilu, Abdon mendesak percepatan pemetaan wilayah adat dan pemulihan kekuatan hukum dan peradilan adat dan mengembalikan musyawarah adat sebagai lembaga pengambilan keputusan bersama yang tertinggi dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga adat. Dia menyebut putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Judicial Review UU No. 41/1999 tentang Kehutanan menjadi tonggak bagi paling sedikitnya 30 juta Masyarakat Adat yang saat ini kehilangan hak atas hutan adatnya. “Undang-Undang Masyarakat Adat akan menjadi cahaya terang yang menuntun langkah 70 juta masyarakat Indonesia menuju kehidupan yang lebih damai berkeadilan dan sejahtera,” kata Abdon. Gerakan Kebangkitan masyarakat adat diinisiasi 17 Maret 1999, ketika itu lebih dari 400 pemimpin adat dari seluruh penjuru Indonesia menyerukan semboyan “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Seruan tersebut adalah manifestasi perlawanan terhadap perampasan hak-hak masyarakat adat oleh negara dalam bentuk perampasan tanah, wilayah dan sumberdaya alam serta pelanggaran HAM serius yang terus terjadi. Sejak saat ini tanggal 17 Maret selalu diperingati sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat.(E2) Sumber: http://www.vhrmedia.com/new/berita_detail.php?id=2107