Oleh : Maruli Simanjuntak

Ratusan massa dari Masyarakat Adat, mahasiswa dan aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Sorbatua Siallagan menggelar aksi di depan Pengadilan Tinggi Medan pada Kamis, 10 Oktober 2024.

Massa aksi menuntut hakim agar memberikan putusan yang objektif dan adil terhadap Sorbatua Siallagan. Mereka membawa dokumen dan petisi 9.576 tandatangan dari pengurus organisasi dan komunitas Masyarakat Adat untuk pembebasan Sorbatua Siallagan.

Selain itu, massa aksi juga turut melayangkan surat permohonan kepada hakim Pengadilan Tinggi Medan yang menjabarkan Sorbatua tidak bersalah. Di surat ini terlampir daftar 321  organisasi dan komunitas yang mendaftar sebagai bagian dari Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Sorbatua Siallagan.

Koordinator aksi Doni Wijaya Munthe berharap agar berkas-berkas yang telah diserahkan dapat diproses dengan baik dan menjadi pertimbangan untuk keputusan membebaskan  Sorbatua Siallagan.

“Sorbatua Siallagan harus dibebaskan agar tidak terjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di negeri ini,” kata Doni saat memimpin massa aksi di Pengadilan Tinggi Medan, Kamis 10 Oktober 2024..

Dua bulan lalu, Sorbatua Siallagan selaku tetua adat Ompu Umbak Siallagan dari Simalungun divonis dua tahun penjara dan didenda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Negeri Simalungun. Atas putusan ini, pengacara Sorbatua Siallagan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Mdan.

Sorbatua dihukum atas tuduhan dugaan pembakaran hutan dan pendudukan lahan konsesi  PT Toba Pulp Lestari (TPL). Namun, hukuman tersebut tidak didukung fakta persidangan yang kuat. Bahkan, salah satu hakim memberikan dissenting opinion menyatakan bahwa Sorbatua tidak terbukti bersalah dan harus dibebaskan.

Ketua Pelaksana Harian Wilayah AMAN Tano Batak Jhontoni Tarihoran menyatakan komunitas Masyarakat Adat menghadapi ancaman serius dengan vonis yang dijatuhkan terhadap Sorbatua Siallagan. Masyarakat Adat berisiko kehilangan tanah adat yang telah mereka warisi secara turun-temurun.

Jhontoni menuturkan banyak pihak melihat putusan terhadap Sorbatua Siallagan ini sebagai upaya pelemahan hak-hak Masyarakat Adat, yang sudah lama berjuang mempertahankan wilayah adat dari ekspansi perusahaan besar.

Jhontoni mempertanyakan bagaimana mungkin Sorbatua dituduh melakukan pembakaran tanpa ada keterangan dari saksi yang dihadirkan oleh jaksa di pengadilan. Kemudian, salah satu hakim juga berbeda pendapat sembari menyatakan Sorbatua tidak terbukti melakukan sebagaimana tuntutan jaksa.

“Ini semua bukti bahwa putusan hukum Sorbatua direkayasa, kami mohon keadilan. Bebaskan Sorbatua Siallagan,” kata Jhontoni dalam orasinya di depan gedung Pengadilan Tinggi Medan.

Jerni Elisa Siallagan, putri Sorbatua Siallagan yang ikut dalam aksi damai ini menyatakan  sangat kecewa dengan putusan hakim. Menurut Jerni, orangtuanya telah jadi korban kriminalisasi, karena semua ini terjadi akibat kelalaian negara yang belum mengesahkan undang-undang perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat.

"Negara telah mengkriminalisasi orantua saya, kami akan lawan," tegasnya.

Respon Pengadilan Tinggi Medan

Menanggapi tuntutan massa, Humas Pengadilan Tinggi Medan John Pantas L.Tobing mengatakan agenda sidang putusan terkait banding Sorbatua Siallagan akan dilaksanakan pekan depan. John Pantas menambahkan sejauh ini musyawarah dari majelis hakim belum selesai, sehingga agenda putusan bandingnya diundur ke minggu depan. 

“Majelis hakim akan membuat putusan berdasarkan berkas perkara," katanya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Maruli Simanjuntak | Tano Batak, Sumatera Utara
Tag : Sorbatua Siallagan Solidaritas Masyarakat Sipil Tuntut Keadilan