Oleh Dika Setiawan

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memfasilitasi kegiatan penguatan kapasitas Pemerintah Desa dalam mendorong kerjasama antara desa dalam wilayah adat Kasepuhan Citorek.

Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka untuk melaksanakan pembangunan berbasis wilayah adat Banten ini berlangsung di Rest Area Gunung Kendeng, Kasepuhan Citorek, Desa Citorek Timur, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten pada Minggu, 20 Oktober 2024.

Kegiatan diikuti oleh Jaro Adat dan 5 Kepala Desa beserta perangkat Desa yang berbeda di Wewengkon Citorek yaitu Desa Citorek Timur, Desa Citorek Kidul, Desa Citorek Barat, Desa Citorek Tengah, Desa Citorek Sabrang. Sejumlah perangkat desa hadir diantaranya Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan Keuangan dan Badan Permusyawaratan Desa.

Direktur Perluasan Politik Masyarakat Adat PB AMAN, Abdi Akbar menjadi fasilitator dalam kegiatan diskusi penyusunan Peraturan Desa (Perdes) pembangunan berbasis wilayah adat. Ia mendampingi dua narasumber masing-masing mantan staf khusus Menteri Desa (Kemendes) Nasrun Annahar dan fasilitator desa AMAN, Agung Wijaya.

Nasrun Annahar dalam paparannya menyatakan membahas Masyarakat Adat tidak bisa di lepas dari Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negri. Nasrun menganalogikan desa itu seperti anak sekolah, anak yang memiliki kemampuan dalam bidang seni dan budaya akan tetapi matematikanya lemah. Orang tua si anak karena menganggap matematikanya lemah, sehingga orang tua memasukan anak ini ke les matematika tiap hari supaya pintar matematika. Kemudian nilai matematikanya naik tapi bakat keseniannya, melukisnya ketinggalan gara-gara setiap hari anak ini dipaksa untuk belajar matematika.

Begitupun demikian dalam membangun desa, sebutnya, kalau kita kebanyakan memikirkan masalah akan jadi pusing sendiri seperti anak yang tiap hari disuruh belajar matematika. Nasrun menyarankan kalau ada masalah dipikir tipis-tipis saja masalahnya.

Dikatakannya, kita punya potensi besar, namun terkadang karena kita kebanyakan memikirkan masalah, potensinya jadi lupa dan hilang tidak dikembangkan.

Suasana pelatihan di Rest Area Gunung Kendeng. Dokumentasi AMAN

Nasrun menerangkan kita punya adat tradisi, kita punya kelekatan emosi antar desa di satu Kasepuhan, kita ada budaya yang begitu banyak, kita bisa disatukan disini dalam satu perencanaan kerjasama. Menurutnya, ini unik. Masyarakat di Indonesia macam-macam kondisinya. Ada satu desa satu wilayah adat, satu kesatuan Masyarakat Adat.  Ada yang seperti disini, ada beberapa desa satu wilayah adat. Ada sebuah desa sebagaian wilayah adat sebagian tidak.

“Kebetulan disini, semua lima desa dalam satu wilayah adat Kasepuhan Citorek. Ini satu potensi yang luar biasa kalau kita jahit bersama-sama, kompak antar desanya dijadikan satu semacam kawasan pedesaan yang diikat oleh satu kesamaan budaya atau adat,” ujarnya.

Nasrun menjelaskan Kementerian Desa punya program membuat kawasan pedesaan. Karena dibuat dari atas, dibuat dari Kementerian, dibuat dari Pemerintah Daerah Kabupaten,  konsekuensinya tidak ada kedekatan emosi antar warga desanya. Akhirnya, sebut Nasrun, semua kawasan desa yang diciptakan oleh Kementerian Desa gagal.

Baca Juga AMAN Gelar Training of Trainer Perencanaan Wilayah Adat di Banten

Ia menambahkan kalau disini (Kasepuhan), sudah sejak dulu satu wilayah adat kemudian dipecah-pecah oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi desa-desa.

“Ayo kita persatukan lagi dengan kondisi dan perkembangan sekarang yang ada. Kondisinya ada desa-desa kita terima dengan desa-desa. tapi ada potensinya disana yaitu potensi kerjasama antar desa,” ungkap Nasrun.

Agung Wijaya selaku fasilitator desa AMAN menerangkan untuk mengelola desa itu hanya butuh dua hal yaitu baik dan benar.

“Baik itu ukurannya adalah setiap kepentingan yang ada di desa, Benar ukurannya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sesederhana itu,” terangnya.

Agung menekankan membaca menjadi hal penting di desa. Dikatakannya, desa harus sering membaca tentang peraturan agar tidak bermodalkan: “katanya”. Sebab, apabila ada temuan terus ada pemeriksaan tidak bisa berdasarkan “katanya”.

Agung mengatakan jika berbicara tentang desa, tidak bisa hanya berbicara tentang teori, berbicara wacana dan berbicara yang “besar besar”.

“Berbicara desa harus berbicara sesuatu yang nyata, yang konkrit, karena persoalan-persoalan yang dihadapi (desa) adalah persoalan-persoalan yang nyata,” tuturnya.

Kepala Urusan Keuangan Desa Citorek Barat  Ruhendi mengatakan sinergitas antara Kementerian Desa  (Kemendes) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah hal yang kami (perangkat desa) tunggu-tunggu. Dikatakannya, banyak keresahan yang dihadapi oleh perangkat desa tentang regulasi dari Kemendes dan Kemendagri dalam penganggaran dana desa terkait tentang adat dan tradisi.

“Terkadang dari Kemendes begini, terus dari Kemendagri begitu. Jadi kami sebagai pelaksana bingung, banyak file yang membingungkan,” akunya.

Ruhendi menyatakan sebagai pemerintahan desa, mereka diatur secara kedinasan tapi juga diatur oleh adat. “Sebab, kami Masyarakat Adat,” pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Banten Kidul

Writer : Dika Setiawan | Banten Kidul
Tag : Masyarakat Adat AMAN Daerah Banten Kidul Training Kepala Desa