Oleh : Maruli Simanjuntak

Aliansi Gerak Tutup Toba Pulp Lestari (TPL) bersama mahasiswa dan pemuda menggelar aksi unjukrasa damai di Pengadilan Negeri Simalungun, Selasa (12/11/2024), menuntut empat orang korban kriminalisasi Masyarakat Adat Sihaporas segera dibebaskan.

Para pengunjukrasa mengenakan ulos sambil membawa spanduk dan poster menyerukan pengadilan harus menegakkan keadilan. Mereka meminta agar hukum berpihak pada korban Masyarakat Adat yang dikriminalisasi karena berkonflik dengan TPL.

Pengunjukrasa bertahan di depan pengadilan, sementara pada saat bersamaan sedang berlangsung pembacaan nota keberatan atau eksepsi dari tim kuasa hukum Masyarakat Adat Sihaporas.

Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus kriminalisasi Masyarakat Adat Sihaporas di Pengadilan Negeri Simalungun. Nota keberatan ini diajukan atas tuduhan yang disangkakan terhadap empat orang Masyarakat Adat Sihaporas yaitu Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Giovani Ambarita, Frando Tamba.

Hendra Sinurat, salah satu perwakilan Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara menyatakan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak memenuhi ketentuan hukum yang sah, khususnya dalam aspek lokasi kejadian (locus delicti) dan waktu kejadian (tempus delicti).  Disebutnya, dakwaan menyebutkan kejadian berlangsung di tempat umum dalam area konsesi PT Toba Pulp Lestari. Namun, imbuhnya, klaim ini tidak relevan karena area konsesi perusahaan TPL tidak dapat dianggap sebagai tempat umum.

“Ketidakjelasan ini menghambat hak terdakwa dalam mempersiapkan pembelaan dengan optimal,” kata Hendra Sinurat dalam eksepsinya di Pengadilan Negeri Simalungun.

Hendra juga mempertanyakan dalam eksepsinya tentang keabsahan dakwaan terkait identifikasi kendaraan yang dianggap tidak cermat karena hanya mencantumkan nomor polisi dan plat kendaraan tanpa nomor registrasi resmi. Menurutnya, hal ini melanggar Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2021 tentang registrasi kendaraan bermotor.

“Atas dasar ketidaklengkapan dan ketidakcermatan ini, Tim Advokasi meminta Majelis Hakim mempertimbangkan pembatalan dakwaan,” tegasnya.

Salah satu korban kriminalisasi sedang memeluk anaknya usai persidangan di Pengadilan Negeri Simalungun. Dokumentasi AMAN

Kronologi Penangkapan

Empat orang Masyarakat Adat Sihaporas menjadi korban kriminalisasi dari perusahaan Toba Pulp Lestari. Kasus kriminalisasi ini melibatkan tuduhan perusakan oleh Thomson Ambarita dan Jonny Ambarita pada 18 Juli 2022 di area konsesi Toba Pulp Lestari, sementara Giovani Ambarita dan Frando Tamba dituduh melakukan penganiayaan.

Mereka ditangkap ditengah Masyarakat Adat Sihaporas tengah berjuang mempertahankan tanah leluhur mereka yang dirampas oleh TPL.

Saat itu 22 Juli 2024 sekitar pukul 03.00 Wib, lima orang Masyarakat Adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di desa Sihaporas ditangkap secara paksa. Kelimanya sedang tidur bersama anggota keluarga di rumah masing-masing. Namun, sekitar 50 orang tak dikenal datang menggunakan dua unit mobil dan satu truk menculik para korban dari rumahnya masing-masing.

Kelima korban adalah Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Giovani Ambarita, Prando Tamba, Kwin Ambarita.

Kelimanya diculik dari rumah masing-masing tanpa penjelasan. Tangan mereka diborgol dan dibawa pergi dari rumah masing-masing.  Sekitar 10 jam kemudian, Masyaraka Adat Sihaporas mendapat kabar bahwa kelima orang tersebut dibawa ke Polres Simalungun. Namun sekitar pukul 23.30 Wib, satu dari lima orang yang diculik akhirnya dibebaskan oleh pihak kepolisian. Empat orang lainnya kini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Simalungun.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Maruli Simanjuntak | Tano Batak, Sumatera Utara
Tag : Masyarakat Adat Sihaporas Aliansi Gerak Tutup TP Bebaskan Korban Kriminalisasi