Sambutan dari utusan Kementerian Lingkungan Hidup Jonny Purba
17 April 2013 Berita Infokom AMAN[caption id="" align="alignleft" width="480"] Kementerian Lingkungan Hidup | AMAN[/caption] Yang kami hormati Bupati Kabupaten Gunung Mas dan Camat Rungan, Yang terhormat Sekjen AMAN Abdon Nababan AMAN serta para hadirin, saya sampaikan permohonan maaf dan salam dari Menteri Lingkungan Hidup Prof DR Beltasar Kambuaya. Beliau adalah juga anggota komunitas adat dari Papua dan sangat memegang komitmen untuk melibatkan kelompok ini dalam perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup. Karena itu kenapa AMAN memberikan waktu bagi kami, karena sejak sepuluh tahun lalu Kementerian Lingkungan Hidup telah menjalin kerja sama membangun piagam kerja sama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.
Bunga mawar bunga melati, bawalah dan kandangi ke Kendari. Tidak boleh dibawa, tapi pasti masyarakat adat menjaga lingkungan menjadi lestari. Hotuuu...Hotuuu...Hotuuu...
Saya pernah di Kecamatan Timpah, di Gunung Purei dan kecamatan-kecamatan di Kalimatan ini saya selalu disuguhi tuak, dipupuri saya sedia. Setiap ada warga yang datang saya dipupur, saya bersedia, saya terima dan saya juga memupuri. Seluruh warga memberi saya tuak, satu gelas satu orang, saya setia meminumnya. “Ini luar biasa orang batak yang satu ini,” kata mereka. Lalu kemudian kami badeder (menyanyi), suruh saya menyanyi, saya pasti bisa. Maka secara spontan Joni Purba pun menyanyi.
Mula pertama Allah jadikan bumi langit dan laut, surya dan bintang bersinar terang, sempurna dan tenang. Namun semua itu kini hilanglah, damai dinodai oleh peran manusia yang diberi budi dan akal, membuat rusak ciptakan cemar. Saudaraku dari AMAN, marilah datang, Tanamlah pohon dan jaga, mari semua kelola sampah, Semoga kita bahagia....
Bapak dan ibu yang saya hormati, Undang-Undang 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup. Orang AMAN harus hapal itu, ada 7 pasal yang mengaitkan kearifan lokal dan masyarakat hukum adat. Termasuk Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Perikanan-Perairan dan yang terakhir Undang-Undang Lingkungan Hidup. Bahkan disebutkan bahwa salah satu asas pengelolaan lingkungan hidup adalah kearifan lingkungan. Salah satu kelompok masyarakat yang sangat berperan strategis dalam pola lingkungan hidup, sesuai pasal 70 disebutkan bahwa masyarakat itu berperan dalam pengawasan, mengajukan keberatan, mengajukan pendapat dalam pengambilan keputusan diantaranya adalah masyarakat hukum adat. Kalau AMAN menyebutnya Masyarakat Adat. Tapi banyak peraturan perundangan kita sesungguhnya adalah memberikan tempat, dalam rangka perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat. Jadi kalau ada yang pesimis dari antara bapak-bapak dari AMAN, itu salah. Kalau saya hitung-hitung ada sepuluh telah secara eksplisit dan tegas memberikan pengakuan. AMAN menyebutkan ada 1163 masyarakat hukum adat. Tapi Undang-Undang 32 menyebutnya bisa lebih dari itu, karena definisinya dalam pasal 1 Ketentuan Umum disebut; bahwa masyarakat adat adalah satuan sosial yang menempati wilayah geografis wilayah tertentu, terikat oleh nilai-nilai yang menentukan pranata budaya,sosial, ekonomi, politik dan lain-lainnya. Kenapa pasal adat penting? karena ada satu hal yaitu modal sosial kearifan lokalnya. Saya pernah ke Gunung Purei, di Barito Utara, perbatasan Bentian dengan Muara Teweh. Saya pernah tiga bulan riset di sana. Lalu saya tanya damang-nya, “bapak kenapa bisa buka baju tahan di hutan? lalu kata damang menjawab, makan buah ini. Satu akar yang panjangnya seukuran pinggang, kau habisin ini maka kamu tak akan digigit nyamuk, anti bodimu akan kuat. Saya makan satu mili saja, pahitnya luar biasa. Kalau pasak bumi pahit, ini luar biasa pahitnya, saya sampai muntah-muntah dan harus dimakan dan harus saya makan seukuran pinggang kita. Ini namanya pengetahuan tradisional yang terkait dengan sumber daya genetik. Protokol Nagoya akan segera di-undang-undangkan, Undang-Undang 32, konvensi diversity yang telah kita ratifikasi, memberikan ruang bahwa pengetahuan tradisional yang terkait dengan sumberdaya genetik akan diberikan penghargaan, akan dilindungi hak-hak pemiliknya. Tinggal persoalannya adalah; siapa masyarakat hukum adat pemilik tersebut? Apa pengetahuan tersebut? Katakanlah sebagai contoh tadi akar gantung, yang memiliki adalah Dayak Tebuyan di Gunung Purei. Data ini yang belum ada. Nah karena itu di pasal 63 poin 1,2,3 Undang-Undang 32. Poin 1 mengatur tugas pemerintah untuk membangun kebijakan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat. Memberi pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat kearifan lokal dan hak-hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolan lingkungan hidup. Lalu pemerintah Propinsi diberi tugas tanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan yang sifatnya lokal. Lalu pemerintah Kabupaten diberi kebijakan melaksanakan kebijakan tersebut. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab kita, termasuk Menteri Lingkungan Hidup. Bahwa kebijakan yang telah kita bangun dari berbagi peraturan perundangan hendaknya kita tindak lanjuti. Saya punya mimpi sebagaimana yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Lebak telah mengeluarkan Perda no 32 tahun 2001, tentang perlindungan pengakuan hak-hak masyarakat adat Baduy. 5000 hektar wilayah kearifan Baduy bisa terjaga dengan baik. Seperti apa yang tadi disebutkan oleh pak Abdon Nababan, ada kurang lebih empat puluh juta hektar, hal seperti itu yang bisa terlindungi dan juga banyak hal di dalamnya, termasuk pengetahuan tradisional. Rezim HAKI kita, perlindungan hak-hak intelektual, apakah itu copyright , patenkah , merekkah, disain industri, seluruhnya memberikan perlindunagn pada hak-hak individu. Tetapi yang namanya pengetahuan tradisional, produk budaya adalah publik domain, milik banyak orang, milik komunitas tertentu, itu tidak ada yang mengaturnya. Karena itulah banyak yang dicuri orang, ini gejalanya saat ini. Banyak produk budaya kita, modal sosila kita dicuri oleh negara tetangga, baik secara institusi maupun secara perorangan. Nah karena itulah, tugas AMAN juga kita dari pemerintah pusat maupun Kabupaten, Kota, Propinsi, jika kebijakannya sudah bagus maka kita harus bersama-sama melakukan inventarisasi. Harus mendaftar masyarakat hukum adat itu sesuai dengan kriteria, sub kriteria indikasi parameter yang telah kita sepakati. Karena AMAN bukan bekerja sendiri, tapi banyak pihak, sektor, daerah. Menurut Baharudin Lopa bahwa hak-hak seseorang dibatasi oleh hak orang lain. Karena itu AMAN juga harus bisa mengapresiasi hak-hak orang lain. Kita harus membangun konsep-konsep, peraturan, pedoman, baku mutu agar bisa bersingkronisasi dalam hal pengelolan perlindungan lingkungan hidup. Kami menantang AMAN dan Kementerian Lingkungan Hidup kerjasama, mari kita inventarisasi seluruh pengetahuan tradisional yang terkait diversity, terkait dengan tata ruang, terkait dengan bencana alam, berkait dengan ketahanan pangan, kelompok mana costudiannya. Lalu kita mendorong peraturan-peraturan daerahnya, penguatan kelembagaan. Masyarakat adat ini harus disiapkan untuk menyongsong era ke depan. Masyarakat adat harus bisa melihat dan memanfaatkan peluang. Saya kira AMAN tidak boleh berpuas diri, harus bisa menjalin kerjasama dengan pemerintah tidak hanya lembaga donor. Hotuu...Hotuu...Hotu....//*****