
Masyarakat Adat Tikala Protes Aktivitas Pertambangan di Tanah Adat Toraja Utara
05 Juni 2025 Berita Arnold Prima BuraraOleh Arnol Prima Burara
Masyarakat Adat Tikala di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan protes terhadap maraknya aktivitas pertambangan di atas tanah adat yang selama ini menjadi simbol benteng pertahanan leluhur Masyarakat Adat saat terjadi peperangan.
Aktivitas pertambangan galian C yang dilakukan perusahaan CV Bangsa Damai di atas areal lahan seluas 22 hektar tersebut dinilai merusak tanah adat dan juga mengancam lingkungan hidup.
Bukan hanya itu, beberapa situs sejarah penting juga akan terancam porak-poranda seperti yang terjadi pada situs kuburan batu gua alam yang berumur ribuan tahun, tadinya terpelihara akhirnya rusak akibat aktivitas penambangan.
Kemudian, kehadiran tambang CV Bangsa Damai juga disinyalir memicu konflik horizontal di rumpun keluarga. Beberapa anggota keluarga memberi izin sepihak kepada perusahaan untuk beroperasi tanpa melalui musyawarah besar. Hal ini dinilai bertentangan dengan hukum adat dan hukum nasional.
Kristal Pabidang, salah seorang tokoh pemuda adat Tikala menyatakan hampir seluruh tanah yang ada di wilayah Sangtorayaan merupakan bagian dari tanah adat.
Dikatakannya, tidak ada sejengkal tanah di Sangtorayan yang tidak bertuan. Semua dibawah naungan Tongkonan, yang artinya bahwa setiap tanah adat adalah hak kolektif yang tidak bisa diberikan secara sepihak kepada pihak lain tanpa melalui musyawarah besar rumpun keluarga.
Kristal mengatakan kasus penguasaan tanah adat untuk pertambangan di wilayah Sangtorayaan sudah lama berlangsung. Bahkan, beberpa warga mendapat ancaman dan intimidasi, salah satu korbannya adalah Helena Tiranda Kalalinggi.
Perempuan adat ini dilaporkan ke Polres Toraja Utara karena menginisiasi perbaikan jalan yang rusak akibat hilir mudik kendaraan milik CV. Bangsa Damai yang membawa material produksi tambang. Pihak yang melaporkan Helena kabarnya TB dari pihak perusahaan CV Bangsa Damai dan oknum Kepala Lingkungan berinisial PP.
“Saya tidak gentar, jalan itu kami bangun dari hasil swadaya masyarakat, tapi mereka rusak. Ironisnya, kami diancam untuk tidak memperbaiki jalan yang rusak tersebut. Apabila diperbaiki akan ada pertumpahan darah,” ungkap Helena dengan suara gemetar saat melakukan aksi protes baru-baru ini.
Kristal menjelaskan kasus intimidasi yang dialami Helena telah memicu kemarahan Masyarakat Adat Tikala. Semangat mereka untuk melawan tindakan represif yang dilakukan perusahaan semakin total.
Aktivitas pertambangan di wilayah adat Tikala, Kabupaten Toraja Utara. Dokumentasi AMAN
“Masyarakat Adat Tikala akan total melawan keberadaan perusahaan tambang yang telah merusak tanah adat kami,” tandasnya.
Kristal berharap pemerintah dapat bertindak tegas dalam mengatasi permasalahan ini sehingga dapat secepatnya menghentikan aktivitas pertambangan yang semakin merajalela di wilayah adat Tikala.
“Kami menuntut secara tegas segala aktivitas pertambangan CV. Bangsa Damai di wilayah adat kami segera dihentikan dan ditutup,” tegasnya.
Menanggapi protes Masyarakat Adat Tikala, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Toraja Utara Marthen Bida langsung turun meninjau lokasi tambang. Marthen berjanji akan memfasilitasi pertemuan kedua pihak yang berkonflik.
“Semua keluhan akan kami tampung dan tindaklanjuti. Kami akan panggil kedua pihak untuk mendengar lebih mendalam terkait persoalan ini,” ujarnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Toraya, Sulawesi Selatan