”Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat” Tepat tanggal 17 Maret tahun 1999, lebih dari empat ratus pemimpin adat dari berbagai penjuru Nusantara berkumpul di Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyerukan “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Seruan tersebut adalah wujud perlawanan terhadap perampasan hak-hak Masyarakat Adat oleh negara dalam bentuk perampasan tanah, wilayah dan sumberdaya alam serta pelanggaran HAM serius yang terus terjadi. Tanggal 17 Maret kemudian dimaknai oleh Masyarakat adat sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara serta terbentuknya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Seiring bergulirnya perjalanan waktu, pada usia AMAN ke-14 ini ada banyak peristiwa dan catatan Masyarakat adat dalam perjuangannya untuk meraih pengakuan hak-hak yang diwariskan oleh leluhurnya. Cahaya dan harapan mulai menyinari Masyarakat adat, namun Masyarakat Adat masih menunggu dan harus tetap memperjuangkan harapan itu. AMAN berterima kasih kepada DPR RI yang sedang menggodok RUU Masyarakat Adat yang merupakan mandat dari UUD 1945 khususnya pasal 18B ayat 2. AMAN juga berterima kasih kepada Kepala UKP4 dan Kepala BIG yang telah menerima 2,4 juta hektar peta wilayah adat untuk diintegrasikan dalam “Satu Peta Indonesia”. Penerimaan peta wilayah adat ini adalah sebuah sejarah dimana akhirnya masyarakat adat secara resmi mulai terlihat hadir dalam negara Indonesia. Namun, AMAN juga mencatat eskalasi konflik agraria dan pelanggaran HAM masih sangat tinggi, bahkan cenderung makin marak pada tahun 2013 ini. Dalam enam bulan terakhir ini saja AMAN mencatat ada 218 orang anggota komunitas. Sebagian besar diantaranya sudah dibebaskan atau tahanan luar. Sementara sekitar 10% lagi masih dalam proses Kepolisian atau ditahan dan selebihnya masih dalam tahanan menunggu proses kepolisian. AMAN memperkirakan eskalasi konflik agraria dan sosial akan semakin meningkat setahun ke depan. Hal ini seiring dengan dinamika politik yang makin tinggi menuju Pemilu dan Pilpres 2014 dimana ijin-ijin dan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah-wilayah adat akan lebih banyak dikeluarkan untuk mendapatkan uang segar demi membiayai pemenangan jabatan-jabatan politik saat Pemilu maupun Pilpres. Di tengah-tengah meningkatnya konflik agraria dan pelanggaran HAM ini, AMAN menyesalkan konflik internal yang terjadi di KOMNAS HAM. AMAN memandang konflik ini sebagai upaya untuk melemahkan lembaga yang seharusnya menjadi harapan sebagai ujung tombak penegakan HAM di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah dan KOMNAS HAM perlu segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk segera menyelesaikan konflik internal tersebut demi tegaknya pemenuhan HAM di Indonesia. AMAN menyerukan percepatan pemetaan wilayah adat dan pemulihan kekuatan hukum dan peradilan adat! Masyarakat Adat mengembalikan musyawarah adat sebagai lembaga pengambilan keputusan bersama yang tertinggi dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga adat. Terkait dengan Pemilu dan Pilpres 2014, Kongres dan Rakernas AMAN menyatakan bahwa Masyarakat Adat akan memilih partai politik yang sudah jelas mendukung pengesahan RUU PPHMA menjadi UU. Masyarakat Adat sudah sepakat bahwa pada Pemilu dan Pilpres 2014, setiap suara yang dimiliki oleh Masyarakat Adat tidak boleh mendukung, apalagi memilih calon legislator, calon presiden yang maju dari partai yang tidak mendukung pengesahan RUU Masyarakat adat. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Judicial Review UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, akan menjadi cahaya besar yang menuntun kehidupan paling sedikit 30 juta Masyarakat Adat yang saat ini kehilangan hak atas hutan adatnya. Undang-Undang Masyarakat Adat akan menjadi cahaya terang yang menuntun langkah 70 juta Masyarakat adat Indonesia menuju kehidupan yang lebih damai berkeadilan, sejahtera dan mengakhiri 68 tahun kemerdekaan yang tertunda dan menjadi warga negara Indonesia sepenuhnya. Jakarta, 17 Maret 2013 Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kontak Person : Abdon Nababan (Sekjend AMAN): 0811111365

Writer : Infokom AMAN | Jakarta