Komunitas Masyarakat Adat Dodaga Kehilangan Hutan Adat
07 November 2013 Berita Abe NgingiDodaga, 28 Oktober 2013 -- Hutan bagi masyarakat adat adalah kehidupan itu sendiri, oleh karenanya sejak ratusan tahun lalu praktek pengelolaan hutan dengan tata cara kearifan lokal sudah dilakukan oleh leluhur masyarakat adat. Bagi mereka, hutan harus diwariskan demi keberlangsungan hidup anak-cucu. Sebab bumi tanpa hutan bisa mendatangkan masalah yang mengancam kehidupan manusia, seperti isu pemanasan global dan perubahan iklim yang hangat dibahas saat ini. Tema inilah yang muncul saat diskusi masyarakat adat Dodaga dengan AMAN Maluku Utara pada Oktober 2013 lalu di Desa Dodaga, Wasile, Halmahera Timur. Bagi masyarakat adat Dodaga, hutan merupakan titipan leluhur dan menjadi tempat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari dalam hutan dapat diambil rotan, gaharu, kayu, obat-obatan tradisional, air, dan hasil hutan lainnya. Inilah kekayaan ekosistem dalam hutan mereka. Menurut warga, hubungan antara masyarakat adat Dodaga dengan hutan adat mulai terganggu ketika pemerintah menunjuk wilayah hutan adat mereka dimasukan ke dalam kawasan konservasi yakni Taman Nasional Lolobata. Tapal batas Taman Nasional dipancang di berbagai tempat, bahkan di kebun-kebun masyarakat sendiri. Situasi tersebut membuat masyarakat adat sulit untuk memasuki hutan adat mereka sendiri karena dijaga oleh polisi hutan dan Dinas Kehutanan. Warga mengungkapkan, Dinas Kehutanan Halmahera Timur beberapa waktu lalu telah melakukan pemancangan tapal batas kawasan hutan tanpa sosialisasi kepada masyarakat. Masyarakat hanya dilibatkan untuk kerja pasang tapal tersebut dan yang mengherankan tapal-tapal itu ada yang di dalam kebun-kebun masyarakat. “Hutan dan wilayah adat kami telah dikuasai perusahaan tambang nikel yaitu PT Harita dan PT Indo Bumi Nikel. Mereka merusak hutan adat kami, mereka masuk tanpa melalui persetujuan dengan masyarakat,” kata Aloisius Cinde, seorang tokoh adat komunitas Dodaga. Alosius menambahkan, luas wilayah adat mereka kini berkurang karena dikuasai oleh transmigrasi Subaim, padahal di situ dulunya adalah hutan sagu yang menjadi makanan pokok Suku Tobelo Dalam. Mereka meminta pemerintah mengakui dan melindungi wilayah adat mereka serta tidak membuat kebijakan yang merugikan mereka. (Abe Ngingi)