Masyarakat Adat dan Energi Terbarukan
17 September 2013 Berita Infokom AMANSecara umum, masyarakat adat di Indonesia bergantung energi yang mahal seperti bahan bakar fosil dengan generator diesel listrik yang tidak efisien (National Wildlife Federation 2010). Selain itu, di Indonesia, bahan bakar fosil (solar, minyak tanah, dan bensin) tidak selalu tersedia di pasaran, khususnya di daerah pedesaan yang sangat terpencil. Jika bahan bakar tersedia, biaya hampir dua kali lipat dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga tidak ada pilihan energi yang terjangkau untuk masyarakat pedesaan. Disisi lain pasokan energi sebagian besar dipenuhi dari energi fosil yang nota bene cadangannya semakin terbatas. Minyak sebagai bahan energi terbanyak (48,4%), disusul batubara (24,7%) dan gas (20%). Energi terbarukan, adalah pasokan energi yang menjanjikan bagi Indonesia karena potensinya untuk menyediakan pasokan energi yang aman dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia yang permintaannya terus meningkat (Wirawan dan Tambunan 2006). Sebaran masyarakat adat anggota AMAN Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan populasi masyarakat adat di Indonesia 50 – 70 juta jiwa, dimana sebagian besar jiwa hidup di wilayah adat yang sulit dijangkau seperti pegunungan, pedalaman dan pulau-pulau kecil. Dengan kondisi geografis tersebut, pembangunan infrastruktur energi, khususnya listrik dari pemerintah (PLN) dianggap tidak efektif dan memerlukan biaya yang sangat tinggi. Rasio elektrifikasi di Indonesia 72,95 % (ESDM 2011). Artinya 27,05 % atau sekitar 60 juta penduduk, yang sebagian besar adalah komunitas adat belum menikmati listrik. Hingga saat ini elektrifikasi hanya mengandalkan penyediaan listrik berbasis transmisi (grid) dimana tidak akan dapat menjangkau masyarakat adat yang mendiami wilayah-wilayah yang sulit dijangkau dan pulau-pulau kecil. Bank Dunia mencatat bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia dalam kategori miskin energi. Kemiskinan energi ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tingkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Ironisnya, kemiskinan energi ini justru terjadi di daerah yang menjadi penghasil energi. Saat ini, pasokan energi (listrik) masih terpusat di kota-kota besar, terutama di Jawa, Sumatera dan Bali. Sedangkan masyarakat adat yang tinggal jauh dari perkotaan masih sulit untuk menikmati akses listrik. Kondisi ini menyebabkan masyarakat adat semakin sulit untuk mengembangkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraannya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada 2011 jumlah penduduk miskin di Indonesia sekitar 30 juta jiwa dan 15,72 % (sekitar 18,9 juta jiwa) tinggal di desa, yang nota bene daerah tersebut sulit dijangkau dan terpisah-pisah. Sebagian dari komunitas adat terpaksa mengunakan diesel untuk energi listrik. Harga bahan bakar di daerah ini bisa dua sampai tiga kali lipat dari harga normal. Sebagai contoh di Komunitas Adat Bankagi, Kepualauan Togian – Sulawesi Tengah, mereka terpaksa menggunakan diesel berbahan bakar solar yang harganya 10.000 ribu/perliter (saat harga normal 4.500 ribu/liter) untuk memenuhi kebutuhan listrik dan mesin perahu untuk mencari ikan. Artinya mereka akan semakin menderita dengan kondisi harga bbm yang semakin meningkat. Program ENTER Nusantara berupaya membantu masyarakat adat agar mampu mengakses energi melalui pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan yang potensial di wilayah adat. Sehingga akses terhadap energi terbarukan dapat juga membantu meningkatkan perekonomian masyarakat adat. Selain itu, program ini juga merupakan sebuah pengahargaan terhadap masyarakat adat yang selama ini telah menjaga lingkungan (hutan dan biodiversity). Merancang dan membangun program penelitian serta pengembangan energi terbarukan di tingkat organisasi pengelolaan hutan, termasuk di tanah adat atau hutan adat, tidak hanya akan memberikan data yang akurat mengenai jumlah dari biomassa hutan yang tersedia di tingkat lokal, tapi akan juga memungkinkan individu-individu yang melakukan program untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan menyadari bahwa ekstraksi berkelanjutan sangat penting untuk program energi terbarukan ini (Suntana, Vogt et al. 2009). Fokus utama ENTER Nusantara adalah mengembangkan energi (listrik) dengan scala komunitas (off grid). Untuk memastikan keberlanjutan dari program ini, maka kami juga dibangun dan atau meningkatkan kapasitas kelembagaan ekonomi di masyarakat adat yang mampu mengelola energi terbarukan yang ada. Target ENTER Nusantara selama 5 tahun kedepan adalah mengembangkan energy terabrukan di 7 komunitas adat yang akan menjadi pusat-pusat pelatihan disetiap wilayahnya. ENTER Nusantara memfasilitasi program mendorong kemandirian masyarakat adat melalui pemanfaatan energi terbarukan. Selain itu juga berperan sebagai technical assistant masyarakat adat dalam penelitian, survey, pelaksanaan program, seta pengembangan kelembaan ekonomi dan social masyarakat adat untuk mengelola energi terbarukan. __________ ENTER Nusantara adalah program untuk mendorong kemandirian energi masyarakat adat melalui pemanfaatan energi terbarukan di wilayah komunitas adat diseluruh Nusantara. Program ini merupakan inisiatif bersama antara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Greenpeace South East Asia (GPSEA) untuk memastikan keadilan energi dengan memberikan “penerangan” bagi komunitas adat serta mendorong pemerintah untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan beralih ke pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy).