[caption id="attachment_4230" align="aligncenter" width="300"] sumber foto: http://inkuiriadat.org/setelah-hutan-adat-bukan-hutan-negara/plang-hutan-adat/[/caption] AMAN, 2 Oktober 2014. Hari ke-2 Inkuiri Adat region Kalimantan mengagendakan pemaparan saksi dari masyarkaat adat Sayak Limbai Ketemanggungan Nanga Siyai. Pak Pori, masyarakat adat Limbai dari Ketemenggungan Nanga Siyai menceritakan bagaimana dia dituduh merambah Taman nasional Bukit baka Bukit Raya. "Saya menebas ladang daya sendiri, hanya sehari setelahnya saya ditangkap, seminggu kemudian saya disuruh menghadap dan langsung ditahan tanpa diketahui istri dan keluarga saya. Istri saya menyusul, ia menangis , kenapa bapak ditangkap. Bagaimana kami mencai makan, tanya istri saya," ujarnya seperti ditulis Siti Maemunah, Badan Pengurus Jatam dan Peneliti Sajogyo Institute, di media sosial hari ini (2/10). Saat itu istri Pori hamil anak kedua, anak pertamanya masih umur satu tahun. Istrirnya harus pulang pergi menjenguk suaminya yang ditahan di Polres malawi 3 bulan, dipindahkan ke sintang. istrinya minta penangguhan tapi Hakimnya bilang harus bayar Rp 35 juta. "Kata istri saya, jangankan 35 juta, makan aja kami harus pinjam. Istri saya minta dikurung bersama saya karena tak mampu memberi makan anak kami," jelasnya, "Saat saya bebas dari penjara, istri saya sudah melahirkan dan anak saya meninggal dunia, saya tak tahu kondisinya, apakah karena ibunya terlalu banyak pikiran, atau karena kurang gizi, saya tak tahu."

Writer : Infokom AMAN | Jakarta