Kasus M. Nur Jakfar, Status SM Dangku Dipersoalkan
03 Oktober 2014 Berita Infokom AMANAMAN, 3 Oktober 2014. Kasus M. Nur Jakfar kembali disidangkan. Penasihat M. Nur Menilai Jaksa abaikan fakta ketidakpastian hukum status Suaka Margasatwa (SM) Dangku. Setelah selesai melewati proses sidang pemeriksaan saksi dan ahli, M. Nur Jakfar dkk pada hari ini Kamis (2/10) menjalani sidang pembacaan tuntutan. Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa DEDI SURYANTO BIN TUKIMIN, ZULKIFLI BIN DUNGCIK, SAMINGAN BIN JAENI, AHMAD BURHANUDIN ANWAR BIN IMAM SANTOSO, dan SUTISNA BIN KADIS dinyatakan bersalah melanggar dakwaan ke-satu Pasal 40 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan hukuman penjara selama 2 tahun denda 25 juta subsider 6 bulan. Sementara MUHAMMAD NUR BIN JAKFAR dituntut bersalah melanggar Pasal 40 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan hukuman penjara selama 3 tahun denda 50 juta subsider 6 bulan. Atas tuntutan itu, para Terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya Mualimin Pardi Dahlan, SH dan Tommy Indriadi Agustian, SH menyatakan akan menyampaikan pembelaan secara tertulis baik pribadi dari terdakwa maupun pembelaan tertulis dari Penasihat Hukum pada sidang lanjutan yang ditunda pada tanggal 9 Oktober 2014 minggu depan. Mualimin Pardi Dahlan, yang juga selaku Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) menanggapi dingin tuntutan Jaksa Penuntut. Mualimin mengatakan, “Kami sadar Jaksa Penuntut tentu sudah berupaya maksimal untuk membuktikan kesalahan terdakwa hingga berujung pada tuntutan yang telah mereka sampaikan pada sidang hari ini, namun kami sesalkan penuntut tidak sama sekali melihat adanya fakta yang menunjukkan ketidakpastian hukum atas status kawasan suaka alam SM Dangku”. “SM Dangku yang dalam berkas perkara ditetapkan berdasarkan SK Menhut No. 245/Kpts-II/91 tentang penetapan SM Dangku seluas 31.752 ha, pada faktanya tidak sama sekali melibatkan keberadaan masyarakat adat setempat atau dengan kata lain prinsip partisipatori dalam penataan tata batas sebagai tahapan dalam pengukuhan kawasan hutan tidak terpenuhi sesuai yang diatur dalam Pasal 15 (1) UU Kehutanan, dan selain itu masih ada SK Menhut No. 76/Kpts-II/2001 dan terakhir SK No. 822/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Sumsel, yang tidak dilihat secara cermat karena ini berkaitan erat dengan perubahan posisi letak dan luasan kawasan SM Dangku dimaksud”. tutup Mualimin.