Perwakilan Masyarakat Adat Rendu, Ndora dan Lambo yang tergabung di dalam Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL), mendatangi PB AMAN di Jakarta, tanggal 4 Mei untuk mengadukan kasus kekerasan yang masih terjadi di wilayah adatnya, terkait rencana pembangunan waduk Lambo yang terus ditolak oleh Masyarakat Adat di desa Rendu Botuwe, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Dalam pertemuan tersebut, Sekretaris FPPWL, Willybrodus Bei Ou menyampaikan situasi terakhir paska aksi kekerasan tanggal 16 April, yang menimpa empat warga saat Tim Survei Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II) melakukan survei lapangan ke lokasi pembangunan waduk Lambo tanpa pemberitahuan ke warga. Dalam kegiatan tersebut, tim BWS mendapat pengawalan dari aparat Kepolisian Resort Ngada dibantu satuan Brimob Ende yang dipimpin Kasat Intelkam Polres Ngada, Sarfolus Teguh. Tujuan kedatangan yang pertama, kita mau berdiskusi dengan kawan-kawan yang ada di PB AMAN ini, sekaligus melakukan upaya-upaya pertemuan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan kalau bisa sekaligus ke Bapak Presiden Jokowi. Kita mau ketemu langsung dengan beliau (red: Jokowi), kita ingin menyampaikan sikap kita terkait dengan wacana pembangunan waduk Lambo. Kita dari masyarakat tiga komunitas adat Rendu, Ndora dan Lambo mengalami penindasan dan kriminalisasi setelah adanya rencana pembangunan waduk Lambo”. Lebih lanjut Willy menyampaikan, bahwa sampai saat ini, tim survei BWS dan aparat kepolisan masih berada di wilayah adat Rendu, sehingga warga Rendu, Ndora dan Lambo merasa ketakukan, akibat teror aparat yang terus menekan warga agar jangan menghalangi rencana pembangunan waduk Lambo. Willy juga berharap dapat bertemu langsung dengan Presiden Jokowi untuk minta segera menghentikan semua aktivitas terkait dengan rencana pembangunan waduk Lambo, serta segera menarik kembali pasukan dari wilayah Rendu. Disana tuh tidak ada sarang teroris, atau tidak ada narkoba, tidak ada kasus pembunuhan atau apapun, karena kami disana selama ini melakukan aksi penolakan dengan aksi damai tidak dengan kekerasan, tidak dengan anarkis. Tapi mengapa harus turunkan satuan Brimob Ende dengan Kapolres Ngada, aparat bersenjata pula. Dalam pertemuan tersebut, Sinung Karto, Kadiv Penanganan Kasus dan Perlindungan HAM PB AMAN yang hadir menjelaskan, bahwa kedatangan saudara Willy terkait dengan beberapa pertemuan dalam pendampingan yang AMAN lakukan di lapangan. Pada waktu pertemuan yang pertama, sudah mengeluarkan rekomendasi, masalah Rendu sangat sulit diselesaikan di tingkat daerah, hal ini bisa dinilai dari berbagai langkah dan model advokasi di lapangan. Sehingga diputuskan advokasi dilakukan ditingkat nasional, dengan cara mengadukan melalui saluran-saluran resmi yang tersedia di berbagai kementerian dan lembaga negara, kata Sinung”. Sejak tahun 2001-2003 warga sudah menolak rencana pembangunan waduk Lambo di Lowo Se yang berpontesi menenggalamkan ribuan rumah warga serta ratusan makan leluhur di situs-situs keramat milik masyarakat adat setempat. Untuk itu, warga menawarkan lokasi lain yang masih berada di wilayah adat Rendu, tepatnya di Lowo Pebhu dan Malawaka. Namun tawaran tersebut belum mendapat respon yang positif dari pemerintah daerah dan pusat. Eka Hindrati-Infokom PB AMAN

Writer : Eka Hindrati | Jakarta