Jakarta (8/8), www.aman.or.id - Masyarakat Adat Batak sampai saat ini masih terus mengalami konflik di wilayah/hutan adat mereka. Mereka berkonflik dengan PT. Toba Pulp Lestari, sebuah perusahaan bubur kertas bermarkas di Sosor Ladang, Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Sumut.

Semua hulu konflik ini bersumber dari klaim sepihak negara atas hutan adat. Dalam hal ini negara mengklaim hutan adat menjadi hutan negara, bisa hutan lindung, hutan produksi, konservasi dan sebagainya.

Masyarakat Adat Batak yang mengalami konflik tidak tinggal diam. Selain berjuang mendesak pemerintah daerah untuk menerbitkan Perda Masyarakat Adat atau SK Bupati tentang Masyarakat Adat, mereka kini di Jakarta hendak mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Menurut Roganda Simanjuntak, Ketua BPH AMAN Wilayah Tano Batak, kedatangan mereka kali ini hendak mempercepat pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat di Tano Batak. Selain itu, kami juga hendak menyampaikan agar hutan adat kami dicadangkan, katanya.

Hal senada juga disampaikan Ketua BPH AMAN Daerah Toba Samosir, Hotman Siagian, bahwa hutan adat perlu dicadangkan dulu. “Setidaknya dengan pencadangan hutan adat, Perda Masyarakat Adat atau SK Bupati diharapkan akan lebih dipercepat pengesahannya,” ungkapnya.

Masyarakat Adat Batak yang datang berasal dari tiga kabupaten: Toba Samosir, Simalungun dan Tapanuli Utara. Mereka hadir sebanyak 18 orang.

“Selama di Jakarta ini, kita akan bergerilya dari KLHK bahkan istana,” tutup Roganda.

Jakob Siringoringo - Infokom PB AMAN

Writer : Jakob Siringoringo | Jakarta