MUSYAWARAH WILAYAH

ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA SULAWESI TENGAH

Khatulistiwa, 29 Agustus 2018

 

Pada 28-29 Agustus 2018 telah dilaksanakan Musyawarah Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sulawesi Tengah di Desa Khatulistiwa Komunitas Adat Tajio, Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah yang dihadiri oleh ratusan orang utusan dari komunitas-komunitas Masyarakat Adat yang ada di Sulawesi Tengah.

Selain itu, Musyawarah Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sulawesi Tengah juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, utusan dari pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, utusan dari pemerintah Kabupaten Sigi, unsur MUSPIKA Kecamatan Tinombo Selatan, para Kepala Desa se-Kecamatan Tinombo Selatan, anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah dan seluruh pendukung Gerakan Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah.

Kami, Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah baik laki-laki maupun perempuan, yang mendiami wilayah-wilayah pegunungan, dataran dan hutan, pesisir dan pulau-pulau kecil di Sulawesi Tengah, mewarisi hak untuk mengatur dan mengurus diri sendiri termasuk hak untuk menyelenggarakan upacara-upacara adat sesuai dengan identitas budaya, nilai-nilai luhur dan pengetahuan asli yang terkandung di dalam sistem adat kami masing-masing.

Kami, Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah, mewarisi hak untuk menjaga keamanan, ketertiban dan keseimbangan hidup bersama, termasuk hak untuk bebas dari segala macam bentuk kekerasan dan penindasan, baik di antara sesama Masyarakat Adat dan antara Masyarakat Adat dengan alam sekitarnya maupun antara Masyarakat Adat dengan masyarakat lainnya, sesuai dengan sistem hukum dan kelembagaan adat kami masing-masing.

Kami, Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah masih terus menghadapi tantangan besar dalam berbagai bidang, baik sosial, budaya, ekonomi, politik dan yang terutama terkait paradigma pembangunan yang belum sesuai dengan sistem nilai, spiritualitas dan budaya Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah. Wilayah adat, Ngata atau Boya atau Dusunang atau Wanua, yang di dalam dan di atasnya mengandung sumber-sumber agraria dan beragam sumber daya alam, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kami sebagai Masyarakat Adat Sulawesi Tengah.

Kami menyadari dan prihatin dengan merebaknya sengketa-sengketa yang berkaitan dengan wilayah adat serta berbagai ketidakpastian hukum keberadaan Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah sebagai subyek hukum.

Kami juga menyambut baik Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 yang telah menguji UU yang bertentangan dengan konstitusi, yaitu UU 41/1999 tentang Kehutanan yang mengabulkan sebagian tuntutan Masyarakat Adat dan organisasi AMAN dengan menegaskan Hutan Adat Bukan Lagi Hutan Negara.

Kami menyambut baik penetapan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang telah masuk ke dalam pembahasan prioritas oleh Badan Legislasi DPR RI. Namun, kami menegaskan supaya pembahasan RUU Masyarakat Adat harus dipastikan sesuai dengan semangat penghormatan, pengakuan, dan perlindungan Masyarakat Adat dan hak haknya.

Kami menyadari, masih banyak tantangan dalam berbagai upaya untuk memastikan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah. Oleh sebab itu, kami seluruh peserta Musyawarah Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sulawesi Tengah menyampaikan resolusi sebagai berikut:

1. Mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah untuk menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 terhadap wilayah-wilayah milik Masyarakat Adat di Provinsi Sulawesi Tengah.

2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi terkait dengan Masyarakat Adat, mencakup:

- Konflik Masyarakat Adat vs Taman Nasional Lore Lindu yang ada di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi

- Pembatasan akses bagi Masyarakat Adat di Kepulauan Togean terhadap kebijakan pengelolaan Sumber Daya Alam di Taman Nasional Kepulauan Togean yang wajib mengakomodir kearifan-kearifan lokal Masyarakat Adat

- Mencabut seluruh izin-izin konsesi kehutanan yang sudah selesai masa berlakunya di wilayah-wilayah adat yang ada di Sulawesi Tengah

3. Mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk memfasilitasi penyelesaian konflik penyerobotan lahan di wilayah Masyarakat Adat Pamona dengan kelompok masyarakat yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan, yang mana dapat berpotensi pada konflik sosial antara Masyarakat Adat Pamona dan kelompok masyarakat dari Sulawesi Selatan.

4. Mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Tengah untuk mengakui hak dan kedaulatan Masyarakat Adat atas wilayah adatnya beserta pengetahuan lokal, budaya dan seni dan tradisi dalam bentuk produk hukum di tingkat daerah.

5. Mendesak Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah untuk memasukan peta wilayah adat ke dalam bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah.

 

6. Mendesak pemerintah untuk mencabut peraturan dan perizinan seperti HGU, Pertambangan dan Perkebunan Skala Besar, HTI dan lainnya, yang merampas tanah-tanah adat yang ada di Sulawesi Tengah.

7. Dalam upaya mewujudkan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak Masyarakat Adat Nusantara, kami mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang saat ini telah masuk dan dibahas oleh Badan Legislatif DPR RI.

Sebagai penutup dari resolusi ini, kami mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Tengah untuk segera mengambil langkah-langkah konkrit dalam memastikan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah.

Kami, Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah, bersedia bekerja sama dengan semua pihak yang bertujuan untuk memastikan pengakuan, perlindungan dan pemulihan hak-hak Masyarakat Adat di Provinsi Sulawesi Tengah.

 

Desa Khatulistiwa, Komunitas Adat Tajio

29 Agustus 2018

Eustobio Renggi - Deputi I Sekjen AMAN

Writer : Eustobio Renggi | Jakarta