Jakarta, www.aman.or.id- Hari ini, PB AMAN mendampingi empat puluh dua perwakilan masyarakat Dayak penganut agama leluhur Kaharingan yang tergabung dalam Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI) mendatangi Komnas HAM untuk menyampaikan pengaduan soal integrasi paksa yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kalimantan terhadap agama leluhur kaharingan menjadi agama Hindu. Suel ketua umum MAKI pusat menyatakan bahwa kebebasan memeluk agama merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. “Terintegarasinya agama leluhur Kaharingan, menjadi agama Hindu telah banyak menimbulkan keresahan para pemeluk Kaharingan karena dalam pengajaran agama Hindu berbeda dengan ajaran Kaharingan,” ungkap Suel. Nesiwati salah satu pengurus MAKI Pusat membacakan empat tuntutan MAKI sebagai materi pengaduan ke Komnas HAM yaitu, Membuka aplikasi E-KTP dengan mengisi kolom agama Kaharingan di dalam KTP, Mendesak adanya pembinaan pelayanan dari negara sama seperti enam agama lainnya yang telah diakui oleh negara, Mendapatkan dukungan dana dari negara yang bersumber dari APBD & APBN dan Memiliki bagan struktur organisasi agama Kaharingan di Kementrian Agama. Menanggapi tuntutan tersebut Beka Ulung Haspara, selaku Kordinator Sub Komisi Pemajuan HAM, menyatakan akan membantu masyarakat Dayak untuk memperjuangkan dan menyampaikan aspirasi agama leluhur Kaharingan sesuai mandat yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui instansi terkait. Sedangkan soal E-KTP, Beka menjelasakan bahwa saat ini Komnas HAM terlibat diskusi dengan Kemendagri untuk menindakjuti keputusan Mahkamah Konstitusi. “Komnas HAM tidak setuju ada perbedaan kolom antara agama dan aliran kepercayaan,” tegas Beka. Sedangkan Wakil Ketua Bidang Eksternal, Sandrayati Moniaga yang telah mengikuti perkembangan sejak tahun 1990-an soal agama leluhur Kaharingan merasa heran dengan adanya integrasi paksa Kaharingan menjadi agama Hindu pada masa Orde Baru dulu. “Jadi bagi kaum muda, kita perlu melihat sejarah. Bisa jadi apa yang dialami penganut Kaharingan saat ini, berasal kebijakan pemerintah yang lama. Kita juga perlu hati-hati mengeluarkan pernyataan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi 97 yang dikeluarkan tanggal 7 November 2017 sudah mengakui Kaharingan menjadi agama. Keputusan Mahkamah Konstitusi hanya mengatur administrasi kependudukan bukan masalah agama, dengan prinsip tidak ada diskriminasi dan materi pokok soal administrasi kependudukan (Adminduk),” jelas Sandra. Lebih jauh Sandra menghimbau masyarakat penganut agama leluhur Kaharingan dalam perjuangan ini tetap menjaga hubungan yang baik dengan agama yang lainnya, termasuk para penganut Hindu Kaharingan. Usai pertemuan di Komnas HAM, perwakilan tujuh perempuan penganut agama leluhur Kaharingan mendatangi Komnas Perempuan yang berlokasi satu komplek dengan bangunan Komnas HAM. Nesiwati Pengurus Pusat MAKI, menyampaikan pengaduan soal keresahan dikalangan pemeluk Kaharingan yang terjadi akibat integrasi paksa agama Kaharingan ke dalam agama Hindu. “Keresahan mereka karena kitab suci agama Kaharingan Panaturan diganti dengan Weda kitab suci agama Hindu. Jelas tidak mungkin jika seseorang memeluk dua agama,“ ungkap Nesiwati. Nesiwati juga mengungkap bahwa adanya tekanan yang dialami oleh anak- anak pemeluk agama leluhur Kaharingan, mereka dipaksakan untuk belajar agama Hindu, selain itu juga terjadi ketidakadilan yang dialami oleh guru yang bersedia mengajar agama Kaharingan, tetapi malah dipecat karena dianggap tidak taat kepada peraturan sekolah, yang telah mewajibakan pengajaran agama Hindu untuk murid didik pemeluk agama Kaharingan. Dalam kesempatan yang sama A.Kristina selaku penyuluh agama Kaharingan merasa khawatir dengan adanya integrasi paksa ke agama Hindu, telah mengakibatkan adanya tumpang tindih tata cara beribadah antara agama Kaharingan dengan agama Hindu. “Ada ritual agama Kaharingan yang dipakai oleh pemeluk agama Hindu, dalam memanjatkan doa pemeluk agama Hindu menggunakan doa yang berasal dari agama Kaharingan,” kata Kristina. Menanggapi pengaduan tersebut, Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu berjanji akan menindaklanjuti pengaduan-pengaduan tersebut. “Komnas Perempuan akan memastikan hak-hak murid pemeluk Kaharingan terpenuhi dengan mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan keyakinannya, lalu tersedianya guru agama Kaharingan yang siap mengajar serta akan membantu memfasilitasi dan berkomunikasi dengan Kemendikbud soal percetakan buku-buku dan bahan ajar yang dapat diakses oleh masyarakat pemeluk Kaharingan,” tegas Azriana. Lebih lanjut Azriana juga meminta para perwakilan MAKI yang hadir tetap semangat berjuang, dan segera melapor jika mengalami perlakukan diskriminasi terhadap perempuan dan penghayat kepercayaan. Yance Lu Hambandima - Infokom PB AMAN Editor : Eka Hindrati - Direktur Infokom PB AMAN

Writer : Yance Lu Hambandima | Jakarta