Pembangkangan Pemkab Inhu terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Hutan Adat
30 Januari 2019 Berita Jakob SiringoringoJakarta, www.aman.or.id - Putusan MK 35/2012 tentang hutan adat bukan lagi hutan negara tidak berlaku di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau. Putusan final dan mengikat tersebut dibantah Sekda Kabupaten Inhu, Hendrizal saat menjamu audiensi Masyarakat Adat Talang Mamak di kantornya, Senin (28/1/2019).
Hendrizal selaku Ketua Panitia Masyarakat Adat Kabupaten Indragiri Hulu merespons kedatangan Masyarakat Adat Talang Mamak di kantornya yang agenda pertemuannya bertujuan untuk mengetahui perjalanan dan perkembangan serta kemajuan (progres) Panitia Masyarakat Hukum Adat Kab. Inhu selama setahun terakhir.
Setahun terakhir, yaitu sejak Bupati Inhu H. Yopi Arianto mengeluarkan SK Bupati Inhu Nomor: kpts.105/I/2018 tentang Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Indragiri Hulu tanggal 22 Januari 2018.
SK Kepanitiaan ini sesuai dengan isi Pasal 3 Permendagri 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat perlu membentuk Panitia yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Permendagri 52 lahir pada 7 Juli 2014 setahun setelah Putusan MK No 35/2012 yang menguji Pasal 1 angka 6 UU No.41/1999 tentang Kehutanan yang pada intinya: hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah Masyarakat Hukum Adat, diketuk palu pada 16 Mei 2013.
Dengan demikian, SK Panitia MHA Inhu diterima Masyarakat Adat karena dinilai sudah sesuai dengan pedoman pengakuan Masyarakat Adat, yakni perintah Putusan MK 35, lalu Permendagri 52/2014.
Langkah ini disambut oleh Masyarakat Adat Talang Mamak bersama Ketua BPH Daerah AMAN Inhu, Gilung serta Direktur LBH Pekanbaru, Aditya Bagus Santoso. Sambutan ini diperlihatkan pada 22 Agustus 2017, ketika Masyarakat Adat Talang Mamak bersama Ketua BPH Daerah AMAN Inhu dan LBH Pekanbaru menyerahkan policy brief kepada Pemkab Inhu yang diterima oleh Kabag. Pertanahan, Raja Fahrurazi, S.Sos.
Tidak hanya policy brief, pada 14 Febaruari 2018 Masyarakat Adat Talang Mamak juga menyerahkan Naskah Akademik Peraturan Daerah tentang Pengakuan Masyarakat Adat Talang Mamak yang diterima Hendrizal (waktu itu masih Plt Sekda Kab. Inhu) yang juga dihadiri Kabag. Pertanahan, Raja Fahrurazi, S.Sos dan Kabag. Hukum, Dewi Khairi Yenti, S.H.
Setahun berselang, kabar tentang Panitia MHA Kab. Inhu tidak kunjung kedengaran. Di sinilah, Masyarakat Adat Talang Mamak “menjemput bola” perihal informasi yang sangat panting itu bagi mereka. Harusnya kata Aditya, Direktur LBH Pekanbaru, mengingat Pasal 5 ayat (4) Permendagri 52/2014, hasil verifikasi dan validasi diumumkan kepada Masyarakat Adat setempat dalam waktu satu (1) bulan sejak SK Kepanitiaan dibentuk bekerja.
Di sisi lain, Hendrizal menjawab bahwa mereka telah bekerja antara lain dengan melakukan proses pencatatan sipil dan mengundang kepala desa untuk membentuk Lembaga Adat Desa (LAD) sesuai dengan Permendagri No. 18/2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa. Sebab menurutnya, proses pengakuan Masyarakat Adat harus didahului dengan LAD.
Sekda pun beranggapan bahwa di Kab. Inhu tidak ada desa adat atau hutan adat, kecuali hanya desa, sehingga Putusan MK 35 tidak dapat diberlakukan. Desa yang dimaksud adalah desa administratif sebagaimana telah menjadi arus utama (mainstream) sejak UU No.5/1979 tentang Pemerintahan Desa.
Di titik inilah muncul perselisihan pandangan antara Panitia MHA Kab. Inhu dengan Masyarakat Adat Kab. Inhu itu sendiri.
Gilung mengatakan bahwa Masyarakat Adat Talang Mamak sudah memiliki kelembagaan adat sejak turun-temurun. Perihal persyaratan sebagaimana dirujuk untuk verifikasi dan validasi, dokumen-dokumennya sudah diserahkan ke Pemkab, tambahnya.
“Kita kan mengacu ke Putusan MK 35, jadi harusnya yang masuk di kepanitiaan itu adalah Batin, BPH Daerah AMAN, LBH Pekanbaru, bukan kepala desa atau lembaga-lemabaga adat desa, apalagi yang harus dibentuk dulu (LAD-nya), bukan itu!,” jelas Gilung.
Gilung mengaku ketika SK Panitia Pengakuan MHA Kab. Inhu tersebut diinformasikan Pemkab, Masyarakat Adat tidak dilibatkan. Ia mengatakan justru terkejut sebab tiba-tiba SK keluar, tanpa konsultasi, sehingga panitia yang dibentuk tidak seperti yang diharapkan Masyarakat Adat dan sesuai mandat Putusan MK 35 maupun Permendagri 52.
Hal yang sama disampaikan Aditya bahwa Pemkab Inhu tidak paham mengenai proses pengakuan Masyarakat Adat. LBH Pekanbaru juga menilai bahwa tidak ada kemajuan Panitia MHA yang dibentuk Bupati selama setahun prosesnya.
Mereka meminta Pemkab Inhu untuk menghentikan pembangkangan terhadap konstitusi dan regulasi yang berlaku. Pemkab Inhu juga harus tunduk dan melaksanakan mandat Putusan MK 35/PUU-X/2012 dan tidak perlu takut membentuk produk hukum daerah mengenai pengakuan dan penghormatan Masyarakat Adat Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu.
Jakob Siringoringo