Penghapusan Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan & Anak Papua
04 November 2022 Berita Selvi Sarah ApaserayOleh Selvi Sarah Apaseray
Mama Orpa Nari sebagai Sekertaris Pemberdayaan Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP), mengatakan perihal pentingnya penghapusan kekerasan berbasis gender kepada perempuan dan anak di Papua pada sebuah sarasehan dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara Keenam (KMAN VI) di Kampung Dondai, Kabupaten Jayapura, Papua pada 25 Oktober 2022.
Ia menyampaikan pula berbagai informasi lain tentang topik itu pada pembahasan sarasehan tersebut. Terkait hal itu, MRP juga mendorong agar penghapusan kekerasan berbasis gender menjadi sebuah rekomendasi untuk dapat ditindaklanjuti berbagai pihak.
Ia juga menegaskan bahwa penghapusan kekerasan berbasis gender merupakan inisiatif multi-pihak, termasuk MRP. Perhelatan KMAN VI pun menjadi peluang bagi sosialisasi upaya-upaya penghapusan kekerasan berbasis gender. Mama Orpa menekankan bahwa perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan (berbasis gender) merupakan bagian dari hak Masyarakat Adat. Ia menekankan perlunya hal tersebut menjadi bagian dari rekomendasi dalam topik sarasehan itu.
Mama Orpa pun melihat peluang untuk mendorong berbagai pihak agar melihat upaya penghapusan kekerasan menjadi sebuah rekomendasi untuk bisa ditindaklanjuti di berbagai forum, baik itu di tingkat Pemerintah Daerah, Pemerintah Distrik, maupun Pemerintah Kampung, dengan penekanan bahwa hak Masyarakat Adat tidak boleh diabaikan, apalagi dihilangkan.
Dengan semua perubahan yang terjadi di Tanah Papua, khususnya wilayah adat, orang asli Papua mempunyai kewenangan dan tugas dalam perlindungan, keberpihakan, dan pemberdayaan terhadap orang asli Papua di Tanah Papua di lima wilayah adat, termasuk hak perempuan adat.
“Kami mengharapkan bahwa ada ruang-ruangan yang dibuka supaya diberikan kesempatan dalam rangka upaya pembangunan nasional perempuan adat dalam mengambil keputusan dan kebijakan tentang apa yang dijadikan sebuah keputusan, baik itu Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Adat, serta peraturan-peraturan yang dilahirkan (melalui) Peraturan Daerah. Lebih khusus, kami mendorong perlu ada keputusan-keputusan adat yang dilakukan di setiap kampung untuk ada ruang pembicaraan untuk perempuan di sana,” ucapnya.
Menurutnya, dalam perlindungan perempuan dan anak, itu pula mencakup hak dari perempuan untuk menghidupkan kehidupan ekonomi masyarakat atau keluarganya, di mana perempuan itu berada.
***
Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat Papua