Oleh Budi Baskoro

Usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sudah menjadi isu dan janji politik sejak periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, hingga kini penyelesaian RUU itu menjadi undang-undang belum menunujukkan titik terang. Sebenarnya apa yang terjadi? Emmanuel J Tular, yang berbicara mewakili anggota Fraksi Nasdem, Sulaiman L Hamzah sebagai pihak pengusul RUU Masyarakat Adat mengatakan, RUU ini tak selesai dibahas di periode pertama pemerintahan Jokowi karena pemerintah belum mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai syarat lanjutan untuk pembahasan. Ia menyampaikan hal itu dalam dialog publik virtual bertema Menakar Tantangan & Peluang Pengesahan RUU Masyarakat Adat Tahun 2021 yang digelar Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kamis (28/1/2021) sore. Saat ini, ia melanjutkan, semua fraksi di DPR-RI sepakat RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) 2021, kecuali Partai Golkar. “Menunggu petunjuk pimpinan. Namun pada akhirnya menolak saat Pengesahan Prolegnas 2021,” ucapnya. Ia menyampaikan, yang perlu dicermati ketika pembahasan RUU ini sudah sampai pada pembicaraan tingkat satu. “Sebelum presiden mengirimkan DIM ke DPR, DIM itu akan dibahas secara sektoral di kementerian. DIM inilah yang penting untuk lobi, negosiasi. AMAN bisa meminta audiensi, atau memberi draf sandingan, untuk dimasukkan kembali pada pemerintah. Paling tidak menteri sektoral yang akan membahas itu.” Emmanuel menyebut, saat ini kalau presiden sudah mengirimkan surat siap membahas RUU harus disertai DIM. Tidak seperti dulu tidak ada DIM-nya. “Ini catatatan sehingga teman-teman bisa menyiapkan strategi untuk bicara dengan kemendagri, KLHK, dsb.” Emmanuel mengatakan, ada sejumlah isu krusial yang menjadi bahasan penting dalam pembahasan RUU ini. Mulai dari judul RUU, Masyarakat Adat atau Masyarakat (Hukum) Adat. Lalu soal kementerian yang menanganinya, pengaturan Komisi Nasional Masyarakat Adat, penyederhanaan tahapan pengakuan MA yang awalnya terdiri atas identifikasi, verifikasi, validasi, dan penetapan menjadi identifikasi, verifikasi dan validasi, serta penetapan. Selain itu ada debat soal apakah Masyarakat Adat ditetapkan oleh menteri dan apakah harus ada evaluasi terhadap pengakuan Masyarakat Adat? Presiden tetap berkomitmen? Abetnego Tarigan, Deputi II, Kantor Staf Presiden (KSP) mengatakan, Presiden tetap pada komitmennya terhadap Masyarakat Adat. “Bapak Presiden masih pada janji yang sama. Belum ada yang sifatnya mengubah, merevisi, yang terkait dengan arahan Pak Presiden, di mana, melindungi dan memajukan Masyarakat Adat, mulai dari legal aspek, pemberdayaan ekonomi, perlindungan hukum, hingga pemanfaatan sumber daya alam yang lestari,” ucapnya dalam diskusi itu. Mantan Direktur Eksekutif Nasional WALHI ini lalu menyinggung bahwa urusan Masyarakat Adat ada di banyak sektor, hingga keterkaitannya dengan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang prioritasnya meningkatkan pemajuan dan pelestarian kebudayaan untuk memperkuat karakter, memperteguh jati diri bangsa dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia. “Mungkin di dalam banyak konteks kita membicarakan soal konflik tanah. Terus kemudian juga hutan adat dsb. Tetapi sebenarnya di dalam pandangan yang lebih luas bahwa kita bicara juga banyak aspek ketika kita membicarakan Masyarakat Adat,” beber Abetnego. Ia menegaskan di periode kedua Jokowi ini proses pengesahan RUU Masyarakat Adat harus bisa berlanjut. Ia mengatakan, terkait dengan KSP, bersama Kementerian ATR/BPN dan KLHK, menjadi kluster tersendiri membahas wilayah dan hutan adat. Ia berharap proses ini sejalan dengan RUU Masyarakat Adat. “Oleh sebab itu koordinasi lintas kementerian dan lembaga menjadi hal yang sangat terbuka untuk kami lakukan.” Begitu pula dalam komunikasi dengan DPR, sebagai pihak yang punya inisiatif atas RUU ini serta koordinasi dengan jaringan Masyarakat Adat dan organisasi masyarakat sipil. “Fokus dari KSP, dengan mengangkat isu Masyarakat Adat menjadi agenda pengawalan kami di tahun 2021.”

Writer : Budi Baskoro | Kalimantan Tengah