Oleh Nesta Makuba

Pengurus AMAN di Tanah Papua bertekad untuk menuntaskan seluruh usulan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Masyarakat Adat pasca-Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMAN VII di Wilayah Adat Kutei Lubuk Kembang, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu pada 17-19 Maret 2023.

Ketua AMAN Jayapura Benhur Wally menyatakan bahwa tekad untuk menuntaskan seluruh usulan Perda Perlindungan Masyarakat Adat di Tanah Papua dalam rangka menindaklanjuti instruksi Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMAN Rukka Sombolinggi pada Rakernas AMAN VII.

“Ibu Sekjen menekankan seluruh Perda Perlindungan Masyarakat Adat di Tanah Papua, harus segera dituntaskan,” kata Benhur pada Rabu (29/3/2023).

Ia menambahkan, penekanan tersebut disampaikan ke seluruh pengurus AMAN Jayapura di sela kegiatan Rakernas AMAN VII. Rukka mengatakan kalau AMAN Jayapura harus mengawal dan menuntaskan seluruh usulan Perda Perlindungan Masyarakat Adat di Tanah Papua.

Selain Perda Perlindungan Masyarakat Adat, AMAN Jayapura juga akan melaksanakan hasil Rakernas yang berisi 23 butir pernyataan sikap Masyarakat Adat, termasuk menuntaskan pemetaan partisipatif wilayah adat, penguatan Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA), dan strategi politik Masyarakat Adat menuju Pemilu 2024.

“Semua butir kesepakatan Rakernas akan kita jalankan,” katanya.

Benhur berharap butir-butir kesepakatan Rakernas dan pesan Sekjen AMAN, dapat dijalankan oleh pengurus AMAN yang berada di Papua sekaligus reorganisasi kepengurusan dalam memaksimalkan roda organisasi agar berjalan efektif.

Irenius Pepuho, tokoh Masyarakat Adat Sentani, mengapresiasi hasil Rakernas AMAN VII. Ia juga memuji sikap tegas Sekjen AMAN yang menginstruksikan agar seluruh draf Perda Perlindungan Masyarakat Adat di Tanah Papua, harus dituntaskan. Menurutnya, sikap tegas tersebut dapat membuat gebrakan Masyarakat Adat di Papua untuk terus berkembang dan menjaga eksistensi mereka di atas wilayah adatnya.

“Ini bagus. Sebuah perhatian yang patut dijalankan karena kita perlu perkuat bagian-bagian ini,” tuturnya.

Rakernas AMAN VII berhasil melahirkan “Resolusi Rejang Lebong” yang berisi 23 butir pernyataan sikap Masyarakat Adat. Itu diapresiasi oleh banyak pihak.

Berikut ini adalah hasil Rakernas AMAN VII yang telah disahkan:

  1. Kami mendesak presiden dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang sesuai dengan aspirasi Masyarakat Adat.
  2. Kami mendesak DPR RI untuk menolak pengesahan Perppu Nomor 02 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU karena bertentangan dengan UUD 1945. Perppu Cipta Kerja akan menjadi basis legal dalam tindakan-tindakan perampasan wilayah adat, kekerasan dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat, serta berdampak pada hilangnya hak-hak Masyarakat Adat dan rusaknya lingkungan hidup yang akan mengancam keberlangsungan kehidupan bangsa.
  3. Kami mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera melakukan revisi terhadap pasal-pasal yang bermasalah di dalam KUHP Nomor 1 Tahun 2023, khususnya pasal-pasal yang berkaitan dengan living law yang merampas kedaulatan Masyarakat Adat untuk menyelenggarakan sistem peradilan sendiri.
  4. Kami mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera membatalkan UU Mineral dan Batubara Nomor 3 tahun 2020 yang memberikan keleluasaan kepada negara bersama oligarki, untuk merampas dan merusak wilayah adat serta semakin banyak mengkriminalisasi Masyarakat Adat.
  5. Kami mendesak pemerintah untuk segera mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 tentang Bank Tanah karena menjadi instrumen perampasan tanah petani dan Masyarakat Adat.
  6. Kami mendesak Pemerintah Daerah untuk segera membentuk kebijakan daerah tentang perlindungan dan pemenuhan hak Masyarakat Adat, termasuk hak atas wilayah adatnya. Bagi daerah, provinsi/kabupaten/kota, yang sudah mengesahkan produk hukum Masyarakat Adat (Perda, Keputusan Kepala Daerah, dan Peraturan Bupati/Wali Kota maupun Peraturan Gubernur), kami mendesak untuk segera diimplementasikan.
  7. Kami mendesak pemerintah untuk mencabut dan tidak memperpanjang seluruh kebijakan yang bersifat memudahkan bagi investasi dengan mengabaikan hak-Hak Masyarakat Adat, misalnya pemberian HGU, izin pertambangan dan kehutanan di wilayah-wilayah adat, khususnya di IKN dan program-program strategis nasional lainnya. Semua izin investasi pertambangan, energi, perkebunan, hutan tanaman industri, hak pengelolaan hutan, pariwisata, pembangunan infrastruktur, dan izin usaha lainnya yang mengabaikan hak asasi manusia, merampas hak-hak Masyarakat Adat, serta merusak lingkungan hidup. Untuk selanjutnya, mengambil tindakan tegas terhadap berbagai kegiatan perampasan serta pengrusakan wilayah adat yang berdampak buruk pada Masyarakat Adat.
  8. Kami mendesak pemerintah untuk mencabut Surat Keputusan Menteri ESDM RI tentang Penetapan Pulau Flores Sebagai Pulau Panas Bumi karena keputusan itu berpotensi mengakibatkan perampasan wilayah adat dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat.
  9. Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan segala bentuk eksploitasi dan materialisasi dengan cara-cara yang tidak adil dan diskriminatif terhadap sumber penghidupan serta nilai dan budaya Masyarakat Adat untuk kepentingan pariwisata premium milik para oligarki.
  10. Terkait IKN, kami mendesak pemerintah untuk menghentikan penggusuran dan relokasi Masyarakat Adat Suku Balik, menghentikan penggusuran situs-situs bersejarah dan memulihkan kerusakan yang telah terjadi, serta memastikan perlindungan hak konstitusional Masyarakat Adat Suku Balik.
  11. Kami mendesak pemerintah untuk mencabut semua skema Perhutanan Sosial yang terbit di atas wilayah adat, kecuali skema hutan adat dan menghentikan seluruh proses skema Perhutanan Sosial yang sedang berlangsung di atas wilayah adat. Dan kami menyerukan kepada donor dan NGO untuk tidak mendukung dan mempromosikan Perhutanan Sosial, selain hutan adat.
  12. Kami kembali mendesak pemerintah untuk harus segera mempercepat proses pengembalian hutan adat sesuai Putusan MK 35/PUU-X/2012.
  13. Kami menolak tegas penguasaan negara secara sepihak atas karbon di wilayah adat. Selanjutnya, kami mendesak pemerintah untuk mencabut dan mentertibkan perusahaan-perusahaan karbon yang beroperasi di wilayah adat.
  14. Kami mendesak pemerintah untuk memastikan inisiatif global terkait pendanaan langsung bagi Masyarakat Adat, benar-benar diakses langsung oleh komunitas Masyarakat Adat dan organisasi Masyarakat Adat.
  15. Kami mendesak pemerintah untuk segera menghentikan seluruh aktivitas penetapan tata batas kawasan hutan karena telah menimbulkan keresahan bagi Masyarakat Adat di seluruh Nusantara. Selanjutnya, membuka dokumen Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan yang sudah dikukuhkan sebagai dokumen publik sesuai dengan Keputusan MK Nomor 45 Tahun 2011.
  16. Kami mendesak pemerintah dan DPR RI untuk mengakomodir hak Masyarakat Adat untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif di dalam proses pembentukan RUU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) dan memastikan perlindungan dan pemenuhan hak Masyarakat Adat dalam penyelenggaraan konservasi.
  17. Kami menegaskan bahwa Masyarakat Adat berbeda dengan kerajaan/kesultanan. Oleh sebab itu, terkait RUU Perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara, kami mendesak DPD dan DPR RI untuk tidak mencampuradukkan identitas kerajaan/kesultanan dengan Masyarakat Adat yang RUU-nya sedang dibahas di DPR RI agar sesuai dengan amanat UUD 1945.
  18. Pemerintah harus menjamin, melindungi dan mendukung upaya-upaya Masyarakat Adat dalam mengelola wilayah adatnya, mengambil langkah-langkah progresif untuk mengakui dan mempromosikan praktik dan pengembangan model ekonomi Masyarakat Adat yang bersifat lokal dan berkelanjutan yang selama ini telah terbukti memastikan kemandirian komunitas Masyarakat Adat menuju pencapaian kedaulatan pangan, baik di tingkat komunitas maupun nasional.
  19. Kami mendesak Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) untuk mengakomodir 2,5 juta Masyarakat Adat yang belum terdaftar sebagai pemilih karena dianggap menduduki kawasan hutan dan wilayah pertambangan. Kami mendesak pemerintah untuk menghadirkan kebijakan yang memudahkan Masyarakat Adat untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam Pemilu dan Pilkada 2024.
  20. Terkait Pemilu 2024, kami mendesak seluruh partai politik dan para calon presiden/wakil presiden serta calon kepala daerah untuk memprioritaskan agenda perlindungan dan pemenuhan hak Masyarakat Adat.
  21. Kami kembali mendesak presiden untuk segera membentuk Satuan Tugas Masyarakat Adat yang bertugas membangun sistem penyelesaian konflik, merumuskan dan melaksanakan pemulihan (remedy) kepada Masyarakat Adat yang telah menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, dan menyusun kajian mengenai harmonisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Masyarakat Adat serta berimplikasi pada pemenuhan hak-haknya.
  22. Kami mendesak Pemerintah untuk menghentikan upaya-upaya pembungkaman karna berdampak pada kemunduran demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.
  23. Kami kembali mendesak pemerintah untuk meminta maaf kepada Masyarakat Adat karena telah melakukan pelanggaran dan membiarkan perampasan wilayah adat, kriminalisasi, dan pengabaian hak-hak Masyarakat Adat selama berpuluh-puluh tahun.

***

Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat dari Jayapura, Papua.

Writer : |
Tag : Perda Masyarakat Adat Papua