MEWUJUDKAN PEMBAHARUAN AGRARIA MENUJU KEDAULATAN MASYARAKAT ADAT”

Pontianak, 25 Juni 2012.

Perjalanan panjang Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat untuk mewujudkan implementasi MoU antara AMAN – BPN RI yang ditandatangani di Sabang, Sulawesi Utara pada tanggal 18 September 2011, akhirnya dapat diwujudkan di Propinsi Kalimantan Barat antara Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Barat. Konsolidasi, komunikasi dan komitmen bersama untuk menciptakan situasi yang kondusif dan rasa aman bagi semua pihak di Kalimantan Barat mewarnai dinamika perjalanan bersama selama kurang lebih 5 bulan, yang sudah pasti memiliki landasan hukum yang cukup serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan RI yang berlaku, diantaranya berdasarkan pada:

  1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18b [Amandemen ke 2] Tahun 2002
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
  3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3491);
  4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
  5. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Namun yang paling penting juga adalah niat baik, political will dari pemerintah saat ini, khususnya di Kalimantan Barat, terutama BPN Kalbar menjadi modal utama sehingga terwujudnya Penandatangan MoU ini yang tentu menjadi modalitas bagi semua pihak, khususnya masyarakat adat Kalimantan Barat yang selama ini menjadi objek pembangunan berbagai sektor, dan berharap ke depan dapat menjadi subjek dan bahkan dapat mengawal seluruh proses pembangunan yang humanis dan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, non diskriminatif, mengormati hak hidup orang lain, khususnya masyarakat adat dan masyarakat sipil lainnya serta mengakomodir kearifan lokal masyarakat adat. Karena itu masyarakat adat juga diharapkan dapat berpartisifasi terhadap proses pembangunan di Kalimantan Barat, di atas Tanah Masyarakat Adat, pesisir dan masyarakat sipil lainnya.

Maksud dan tujuan MoU antara AMAN Kalbar dan BPN Kalbar ini, secara substansial sebagai komitmen untuk sharing informasi, mewujudkan keadilan, kepastian hukum dan pemberdayaan bagi masyarakat adat Kalimantan Barat, termasuk melakukan upaya inventarisasi dan mengembangkan model partisipatif dalam penyelesaian konflik agraria di atas tanah masyarakat adat. Inisitif yang diwujudkan AMAN Kalbar dan BPN Kalbar ini disambut baik berbagai kalangan, terutama kalangan NGO/ LSM di Kalbar baik Lokal maupun Nasional yang selama ini juga merindukan keberpihakan dan kerjasama pemerintah dalam pemenuhan hak hidup masyarakat sipil, khususnya masyarakat adat agar mendapat perhatian serius guna meminimalisir konflik agraria di Kalimantan Barat.

Memberikan ruang hidup, hak kelola dan kepastian hukum atas keberadaan masyarakat adat Terkait dengan krisis pangan, pemerintah harus segera mengakui hak-hak masyarakat atas tanah. Karena jika hak masyarakat adat atas tanah diakui, maka masyarakat ada takan mengelola tanah-tanah tersebut yang akan berkontribusi terhadap ketahanan pangan. Jika masyarakat adat berdaulat di atas tanahnya, maka dapat dipastikan kedaulatan atas pangan juga akan terjadi.

Mengakomodir kearifan lokal yang juga menjadi konsen dalam MoU ini adalah salah satu kekayaan yang ada di BumiKhatulistiwa ini terbukti mampu mengurangi kerawanan pangan dan pemeliharaan budaya yang erat dan bergantung pada ruang kelola yang memadai. Ke depan, berbagai kearifan-kearifan adat ini harus dipertahankan dan dijaga kelestariannya.

Namun, wilayah-wilayah adat itu kini dikuasai oleh pemerintah dalam bentuk Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pengusahaan Hutan dan sebagainya. Masyarakat adat ditaklukan oleh sistem perizinan yang menghilangkan hak-hak dasar, serta menyebabkan terjadinya pemiskinan dan kerawanan pangan.Oleh karena itu, penting buat AMAN Kalbar untuk mendorong dan membangun kemitraan dengan pemerintah untuk bersama-sama menyelesaikan masalah yang terkait dengan konflik-konflik agraria ini.

Tak bisa di pungkiri bahwa kehidupan masyarakat adat di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat masih mengalami marjinalisasi. Wilayah kelola masyarakat adat dijadikan objek aktifitas-aktifas ekonomi skala massif, seperti perkebunan kelapa sawit, HPH, pertambangan yang tidak sedikit menimbulkan konflik yang berkaitan dengan tanah. Oleh karena itu, untuk meredam konflik-konflik tersebut pemerintah harus melakukan reforma agraria atau penataan kembali sistem pertanahan.

Karena itu penandatanganan nota kesepakatan antara AMAN Kalbar dan BPN Kalbar ini harus dijadikan momentum untuk saling membangun pengertian dan kesepahaman antara kedua institusi. Dengan MOU ini, diharapkan masyarakat adat memanfaatkan ruang yang terbuka ini untuk memberikan informasi kepada BPN tentang berbagai kearifan masyarakat adat terkait dengan penataan sistem pertanahan guna menjadi landasan dan dapat mengakomodir kepentingan masyarakat adat

MOU antara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat dan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Barat ini bertujuan untuk “Meningkatkan peran masyarakat adat dalam upaya-upaya penciptaan keadilan rakyat dan kepastian hukum bagi masyarakat adat”, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Melakukan pertukaran informasi dan pengetahuan di kalangan Badan Pertanahan Nasional dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dalam rangka meningkatkan pemahaman visi, misi, peran dan tugas masing-masing.
  2. Memformulasikan kebijakan untuk mengakomodasi hak-hak masyarakat adatnya dalam konteks pembaruan hukum dan peraturan perundang-undangan NKRI.
  3. Identifikasi dan inventarisasi keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya sebagai landasan proses legalisasi menuju perlindungan hukum hubungannya antara wilayah adat dan masyarakat adatnya.
  4. Merumuskan mekanisme penanganan dan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan di wilayah masyarakat adat.
  5. Pengembangan model-model Reforma Agraria di wilayah adat, khususnya yang berada di luar kawasan hutan dan/atau dalam interaksinya dengan kawasan hutan.
  6. Piagam kerjasama ini berlaku selama 5 (lima) tahun sejak ditandatangani oleh kedua belah pihak, dan dapat diperpanjang pada periode berikutnya.
  7. Hal-hal yang menyangkut teknis pelaksanaan akan dijabarkan dalam rencana kerja dan dilaksanakan melalui berbagai kegiatan operasional yang disepakati bersama.

Alhasil, “Bersama Mewujudkan Reforma Agraria di Kalimantan Barat menuju Kedaulatan Masyarakat Adatnya

Pontianak, 25 Juni 2012

Contact Person:

Sujarni Alloy, MA Ir. Emmiel A.E Poluan, M.Si

Ketua AMAN Kalimantan Barat Kakanwil BPN Propinsi Kalbar

Hp. 081345015531

Email: alloyborneo@gmail.com